Oplus_131072

Ketua Komisi II DPR-RI, Kondisi Regulasi Pemilu dan Pengaturan Hukum Masih Secara Terpisah 

Semarang,KORANPELITA.Com– Ketua Komisi II DPR-RI Dr Rifqinizamy Karsayuda mengungkapkan kondisi regulasi pemilu sejak reformasi, pengaturan hukum tentang pemilu di Indonesia masih berlangsung secara terpisah berdasarkan UU No.7 tahun 2017 tentang pemilu yang mengatur pemilu nasional. Sedangkan pemilihan kepala daerah diatur dalam UU No.10 tahun 2016.

” Di sisi lain UU Parpol, UU MD 3 berdiri sendiri, sehingga menyebabkan kompleksitas dan fragmentasi dalam peraturan perundang undangan pemilu,” ungkapnya dalam acara Seminar Nasional Tata Kelola Pengawasan Pemilu yang dilakukan PC AIPI dengan Bawaslu di Semarang, Sabtu (20/22/3025).

Menurut Politisi Nasdem ini, banyaknya putusan Mahkamah Konstitusi tentang perubahan norma pemilu termasuk putusan MK RI Nomor 135 /PUU – XXI /2023, yang membuat norma baru memuat ketentuan penyelenggaraan pemilu, pemilu nasional dan lokal yang terpisah berjeda 2,5 tahun.

” Hal inilah yang menjadikan permasalahan tersendiri bagi pembentukan UU dalam mendesain pemilu kedepan, mencari solusi jalan tengah yang elegan, di sisi lain tetap memegang teguh UUD 1945 dan berupaya menjalankan arah demokrasi yang substantif,” ucapnya.

Menjadi Kendala

Meski demikian, masih juga terdapat persoalan lain yang masih menjadi kendala. Setidaknya ada 4 diantaranya :

1. Tumpang tindih kewenangan antara lembaga penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP).

2. Inkonsistensi pengaturan sanksi dan pelanggaran

3. Mijimnya ruang partisipasi publik dalam proses penyusunan peraturan KPU dan Bawaslu.

4. Belum ada kodifikasi peraturan pemilu yang utuh, sehingga setiap pemilu melahirkan tafsir dan sengketa baru.

” Kodifikasi menjadi pendekatan yang relevan dan untuk menyederhanakan, menyatukan dan mengonsolidasikan berbagai ketentuan hukum pemilu ke dalam satu undang undang yang utuh dan sistematis,” ujarnya.

Beberapa Permasalahan 

Dia mengakui, meski sudah dua kali penyelenggaraan pemilu dilakukan tahun 2019 dan 2024, masih menghadapi berbagai tantangan normatif dan praksis. Namun secara garis besar terdapat beberapa permasalahan. Pertama, hampir setiap tahapan penyelenggaraan pemilu terjadi permasalahan.

Kedua, penyelenggaraan pemilu yang tidak profesional, masih belum netral dan kurang berintegritas dalam menjalankan tugas, wewenang dan kewajiban. Ketiga, permasalahan regulasi pemilu dalam menjalankan hukum pemilu oleh Bawaslu belum optimal dalam menjawab ekspektasi masyarakat.

Keempat, tahapan pemilu dipengaruhi banyak putusan Mahkamah Konstitusi dalam.setiap tahapan pemilu. Kelima, rendahnya kualitas partisipasi politik masyarakat yang dipengaruhi pendidikan politik pemilih.

” Oleh karena itu, kebutuhan terhadap revisi regulasi pemilu sudah sangat mendesak menjadi prasyarat untuk membangun demokrasi yang lebih ideal, partisipatif, akuntabel dan berkeadilan. Komisi II DPR-RI dalam.prolegnas tahun 2026 diberikan kewenangan dalam menyusun RUU Pemilu,” ujarnya.(*)

About suparman

Check Also

Kunjungan Kerja ke Daop 4 Semarang, Kapolri: Pastikan Kesiapan Pengamanan Nataru di Stasiun Semarang Tawang.

Semarang, KORANPELITA.Com– Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo melakukan kunjungan kerja …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca