Oleh: Dr. Ir. Slamet Riyadi Bisri, M.B.A.
Permasalahan backlog perumahan masih menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi Indonesia. Berdasarkan laporan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), jumlah backlog rumah yang mencapai 12,7 juta unit pada tahun 2023 berhasil ditekan menjadi 9,9 juta unit pada tahun 2024.
Meski demikian, angka ini masih sangat besar, terutama mengingat sekitar 26 juta rumah kini dikategorikan kurang layak huni. Kondisi ini menuntut upaya strategis yang terintegrasi dan inovatif agar backlog bisa dikurangi secara signifikan dan kualitas hidup masyarakat meningkat.
Pemerintah telah menjalankan program pembangunan rumah dengan target sekitar 3.000 unit setiap tahunnya. Namun, angka tersebut masih belum cukup besar untuk mengatasi backlog perumahan yang ada secara menyeluruh. Oleh karena itu, pendekatan pembangunan perlu disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan wilayah, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Permasalahan utama dalam pembangunan perumahan di perkotaan adalah keterbatasan lahan serta tingginya harga tanah. Untuk mengatasi hambatan ini, strategi intensifikasi pembangunan rumah susun, baik dalam bentuk rumah susun sewa (rusunawa) maupun rumah susun milik (rusunami), menjadi prioritas utama.
Model hunian vertikal ini tidak hanya memaksimalkan penggunaan lahan secara efisien, tetapi juga membantu mengarahkan sebagian masyarakat dari pola hunian rumah tapak menuju rumah susun. Dengan demikian, kebutuhan akan hunian yang layak dapat terpenuhi secara lebih merata dan ramah lingkungan, sekaligus mendukung tata ruang perkotaan yang lebih terencana dan berkelanjutan.
Di sisi lain, pembangunan rumah di kawasan pedesaan memerlukan pendekatan khusus yang memadukan aspek teknis konstruksi dengan kearifan lokal. Pendekatan ini penting agar rumah yang dibangun tidak hanya layak huni, tetapi juga sesuai dengan karakter dan kondisi setempat.
Pengintegrasian aspek teknis dengan nilai-nilai budaya lokal menjadi kunci keberhasilan pembangunan perumahan di pedesaan. Keterlibatan konsultan permukiman yang memahami nilai-nilai gotong royong dan musyawarah sangat krusial, karena dapat menekan biaya pembangunan, meningkatkan kualitas hunian, serta memperkuat rasa kepemilikan masyarakat terhadap lingkungan tempat tinggalnya.
Dengan demikian, penyesuaian strategi pembangunan perumahan yang memperhatikan keunikan wilayah urban dan rural menjadi langkah penting untuk memenuhi kebutuhan hunian yang layak dan merata bagi masyarakat di seluruh Indonesia.
Penguatan Komunitas Lokal untuk Perumahan Berkelanjutan
Penguatan peran komunitas lokal, paguyuban warga, dan koperasi merupakan langkah strategis yang sangat penting dalam mendukung pembangunan perumahan yang berkelanjutan. Salah satu upaya utama adalah mengaktifkan kembali sekitar 8.000 Koperasi Merah Putih yang berfokus pada bidang perumahan dan permukiman.
Koperasi-koperasi tersebut memiliki potensi besar sebagai basis sosial-ekonomi yang mampu mendorong keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan dan pengelolaan hunian secara mandiri serta berkelanjutan.
Selain itu, sinergi antar pemangku kepentingan menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan program ini. Koordinasi yang baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat harus terus diperkuat agar tercipta sinergi yang efektif.
Pembentukan Forum Pembangunan Perumahan dan Permukiman (FP3) di tingkat kabupaten dan kota adalah solusi yang tepat untuk merumuskan program yang sesuai dengan kebutuhan lokal sekaligus mempercepat proses implementasi. Pada tingkat nasional, pengembangan organisasi Housing and Urban Development (HUD) memberikan harapan baru sebagai pusat kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan berbagai pihak terkait lainnya.
Melalui sinergi dan strategi terpadu ini, diharapkan akan lahir solusi inovatif dan berkelanjutan yang mampu menjawab berbagai persoalan terkait perumahan. Dampak positif dari strategi ini akan sangat dirasakan dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat. Perumahan yang layak, terjangkau, dan ramah lingkungan akan lebih merata tersedia, sehingga tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga mendorong pembangunan berkelanjutan di seluruh pelosok negeri.
Kesimpulan
Permasalahan backlog perumahan di Indonesia masih menjadi tantangan besar meskipun telah terjadi penurunan dari 12,7 juta unit pada 2023 menjadi 9,9 juta unit pada 2024. Dengan sekitar 26 juta rumah yang kurang layak huni, pemerintah perlu mengoptimalkan strategi pembangunan perumahan sesuai karakteristik wilayah. Di perkotaan, keterbatasan lahan dan harga tanah tinggi mengharuskan pemaksimalan hunian vertikal seperti rumah susun (rusunawa dan rusunami) agar lebih efisien dan sesuai tata ruang.
Sementara di pedesaan, pembangunan harus mengintegrasikan aspek teknis dan kearifan lokal untuk menghasilkan hunian layak sesuai kondisi setempat. Selain itu, penguatan peran komunitas lokal dan koperasi seperti Koperasi Merah Putih penting untuk mendorong partisipasi masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan.
Sinergi antar pemangku kepentingan melalui forum dan organisasi seperti FP3 dan HUD diharapkan mempercepat implementasi solusi perumahan yang inovatif, merata, dan ramah lingkungan demi meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara menyeluruh.(*)
Dr. Ir. Slamet Riyadi Bisri, M.B.A, Dosen Program Studi S2 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Islam Sultan Agung. (UNISSULA).