Jakarta, Koranpelita.com
Air kemasan favorit konsumen Indonesia, Le Minerale, menjadi target unggahan hoaks dan kampanye persaingan bisnis tak etis (black campaign) di sejumlah platform media sosial dalam sepekan lebih terakhir. Fenomena tak biasa tersebut diungkapkan Koordinator Riset Satgas Anti Hoax PWI Pusat sekaligus Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara, Algooth Putranto.
“Saya mengamati banjir posting di media sosial yang mengesankan adanya ‘black campaign’ atas brand Le Minerale. Motifnya bisa jadi persaingan bisnis di antara pelaku usaha Air Minum Dalam Kemasan (AMDK),” kata Algooth saat dihubungi, Minggu (1/6/2025).
Menurut dosen senior ilmu komunikasi tersebut, banyak posting di Instagram, Tiktok dan X yang seperti kompak membangun opini bahwa galon Le Minerale palsu telah beredar di area Bekasi dalam dua tahun terakhir. “Koor ini melibatkan ratusan akun sosial media selama berhari-hari, tanpa jeda,” katanya menaruh curiga.
Padahal, Algooth bilang, bila merujuk penjelasan resmi polisi, yang terjadi adalah dugaan penyalagunaan izin usaha oleh seorang pemilik depot air minum. Padahal, dari barang bukti yang disita polisi di lokasi usaha tersangka, ditemukan tutup galon bekas dari Le Minerale dan Aqua.
“Barang bukti kasus ini mencakup galon dan segel sejumlah brand AMDK ternama, tapi yang diributkan kawanan buzzer itu hanya Le Minerale. Ini aneh, kan? Sepertinya memang ada menggerakkan semua ini untuk merusak reputasi Le Minerale,” katanya menegaskan.
Di sisi lain, Algooth juga mempertanyakan ‘keseragaman’ berita yang memojokkan Le Minerale. “Berdasarkan analisis semiotika dari berita yang beredar ini ‘mencurigakan’ karena isi berita relatif sama,” tegasnya.
Sebelumnya, dalam sebuah konferensi pers pada Jumat (23/5/2025), polisi di Bekasi menyatakan telah menetapkan seorang pemilik usaha depot air minum sebagai tersangka dalam dugaan praktik penjualan air minum curah ilegal.
Polisi menjerat tersangka, seorang pria berusia 40 tahun dengan inisial SST, dengan pasar berlapis, yakni Pasal 8 ayat (1) huruf a, d, dan e jo Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 140 jo Pasal 86 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
“Pelaku menyulap air tanah mentah menjadi seolah-olah air galon bermerek. Ini adalah bentuk penipuan brutal yang mengancam keselamatan konsumen,” kata Kapolres Metro Bekasi, Komisaris Mustofa, dalam keterangannya.
Sekaitan itu, pengamat hukum dan perlindungan konsumen di Jakarta, Fendy Ariyanto, berpendapat aspek hukum utama dalam kasus ini adalah dugaan penyimpangan perizinan usaha dan dugaan pelanggaran standar keamanan produk air minum curah.
“Pasal yang digunakan oleh kepolisian dalam kasus ini merujuk pada perlindungan konsumen dan keamanan pangan, bukan pada pelanggaran merek. Bila sampai terbukti, pelaku dapat dikenai sanksi pidana karena menyesatkan konsumen,” katanya saat dihubungi, Sabtu (31/5/2025).
Pengamatan di lapangan menunjukkan tersangka SST menjalankan usahanya di sebuah bangunan ruko berstatus kontrak di Desa Burangkeng, Setu. Roko tersebut berbagi atap dengan sebuah warung kelontong di sampingnya.
Ketua RT setempat, Empud (55), menyatakan pernah sempat mengecek dan menanyakan usaha tersangka SST di bangunan tersebut saat baru berusaha.
“Waktu saya datangi, (dia) bilang usahanya adalah depot isi ulang,” katanya.
Sementara itu, dua warga sekitar, Sanih (38) dan Isah (30) menduga galon air minum curah dari depot tersebut dijual di seputaran Burangkeng. “Saya pernah lihat galon-galon isi ulang itu dibeli tukang bangunan dan sopir truk,” kata Sanih.
Humaeroh (63) menambahkan, sepanjang ingatannya, warga sekitar jarang membeli air minum atau mengisi ulang di depot tersebut. Dia sendiri bilang pun pernah sekali mengisi ulang di tempat yang sama saat kehabisan air pada malam hari. (Vin)
www.koranpelita.com Jernih, Mencintai Indonesia