Oleh :. Syakilla Zahra, Ainun Nisa Rosiana, Dzaki Abiansyah Putra (Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis pajak yang paling dikenal dan sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. PPN adalah pajak yang dikenakan atas transaksi jual-beli Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP). Pajak ini dipungut oleh pihak-pihak yang telah memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak, baik itu individu maupun badan, yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Selain itu, bendahara pemerintah juga memiliki kewajiban untuk memungut PPN dalam pengadaan barang dan jasa tertentu.
Dalam sistem perpajakan, PPN tergolong sebagai pajak tidak langsung, di mana beban pajaknya ditanggung oleh konsumen akhir, sementara pengusaha hanya bertindak sebagai pemungut yang wajib menyetorkannya kepada pemerintah. PPN menjadi salah satu instrumen utama dalam pengumpulan pendapatan negara.
Sebagai pajak berbasis konsumsi, PPN diterapkan secara luas pada hampir semua jenis barang dan jasa yang diperdagangkan, dengan beberapa pengecualian tertentu seperti barang strategis atau kebutuhan dasar. Besarnya cakupan PPN dalam aktivitas ekonomi menjadikannya sumber pendapatan yang signifikan bagi kas negara.
Dalam laporan tahunan penerimaan pajak, PPN secara konsisten memberikan kontribusi yang tinggi terhadap total penerimaan negara, seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan konsumsi masyarakat. Lebih dari sekadar instrumen keuangan, PPN juga memiliki peran strategis dalam mendukung pembangunan ekonomi. Pajak ini menyediakan dana yang diperlukan untuk pembiayaan berbagai program pemerintah, mulai dari pembangunan infrastruktur, pendidikan, layanan kesehatan, hingga subsidi untuk kelompok masyarakat yang rentan.
Dengan mengandalkan penerimaan PPN, pemerintah dapat menjalankan fungsinya sebagai fasilitator pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Namun, penerapan PPN juga memunculkan tantangan tersendiri, terutama dalam hal dampaknya terhadap daya beli masyarakat. Kenaikan tarif PPN, misalnya, sering kali berimbas pada kenaikan harga barang dan jasa, yang secara langsung memengaruhi konsumsi rumah tangga, khususnya pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, kebijakan terkait PPN selalu menjadi perhatian utama dalam diskusi publik, karena menyentuh berbagai aspek kehidupan ekonomi, baik di tingkat individu maupun nasional.
Dalam konteks pembangunan ekonomi, PPN dapat dianggap sebagai salah satu pilar penting yang menopang roda pemerintahan dan pertumbuhan negara. Dengan pengelolaan yang transparan dan pemanfaatan yang efektif, penerimaan dari PPN dapat menjadi sumber daya yang mendukung transformasi ekonomi ke arah yang lebih maju dan sejahtera. Berikut petikan wawancara dari responden berbagai latar belakang profesi ;
Tanya : Apa pendapat Anda tentang kenaikan tarif PPN?
Jawab : Sebagai pedagang rumah makan Padang, saya merasa kenaikan tarif PPN ini sangat memberatkan. Di satu sisi, saya paham pemerintah perlu tambahan dana untuk pembangunan, tetapi kenaikan ini langsung terasa dampaknya, baik bagi pedagang maupun pelanggan. Masyarakat, terutama yang penghasilannya tidak besar, pasti akan berpikir dua kali untuk makan di luar, dan itu berpengaruh langsung pada usaha kami. Kebijakan ini terasa kurang tepat, apalagi banyak masyarakat dan usaha kecil yang masih dalam proses pemulihan dari dampak pandemi.
Tanya : Menurut Anda, apakah kebijakan ini sudah tepat dan Mengapa?
Jawab : Kalau tujuannya untuk meningkatkan pendapatan negara, kebijakan ini bisa dimengerti. Namun, timing-nya menurut saya kurang tepat. Banyak pelanggan yang sekarang lebih hati-hati dalam mengatur pengeluaran, dan ini memengaruhi usaha seperti rumah makan. Akibatnya, kami harus lebih berusaha keras untuk menarik pelanggan, sementara beban operasional juga meningkat. Kebijakan ini seharusnya diterapkan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor usaha kecil seperti kami.
Tanya : Bagaimana Anda melihat dampak kenaikan PPN terhadap ekonomi secara keseluruhan?
Jawab : Dampaknya pasti terasa pada daya beli masyarakat. Ketika PPN naik, harga-harga barang dan jasa, termasuk makanan di rumah makan, juga ikut naik. Akibatnya, pelanggan yang biasanya makan di luar jadi berkurang. Kalau konsumsi masyarakat menurun, ekonomi secara keseluruhan juga akan terpengaruh. Namun, kalau dana dari PPN ini digunakan untuk hal yang produktif, seperti membangun infrastruktur atau memberikan bantuan sosial, mungkin dalam jangka panjang bisa membantu ekonomi pulih.
Tanya : Bagaimana kenaikan tarif PPN memengaruhi daya beli masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah?
Jawab : Kelompok berpenghasilan rendah pasti paling merasakan dampaknya. Mereka biasanya sangat sensitif terhadap kenaikan harga, termasuk makanan. Sebagai pedagang rumah makan, saya melihat langsung bagaimana pelanggan mulai mengurangi pembelian atau memilih menu yang lebih murah. Hal ini menunjukkan bahwa daya beli mereka sudah tertekan, dan kenaikan tarif PPN ini bisa membuat mereka semakin sulit memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tanya : Apakah Anda merasa kenaikan PPN akan meningkatkan biaya hidup sehari-hari? Jika ya, pada sektor apa saja yang paling terasa?
Jawab : Pasti, kenaikan PPN meningkatkan biaya hidup, terutama di sektor makanan, termasuk makanan di rumah makan seperti kami. Selain itu, barang kebutuhan sehari-hari juga ikut naik, begitu pula dengan transportasi dan tagihan listrik. Semua ini membuat masyarakat harus lebih hemat, dan ini langsung berimbas pada bisnis kecil seperti rumah makan yang bergantung pada konsumsi harian pelanggan.
Tanya : Apakah Anda melihat ada solusi bagi masyarakat yang terdampak, terutama UMKM atau pekerja informal?
Jawab : Solusinya, pemerintah perlu memberikan subsidi atau insentif untuk UMKM seperti kami. Misalnya, keringanan pajak atau subsidi untuk bahan baku agar kami bisa menekan biaya produksi. Untuk masyarakat berpenghasilan rendah, bantuan sosial seperti subsidi makanan atau BLT sangat penting supaya mereka masih bisa berbelanja tanpa terlalu khawatir terhadap kenaikan harga.
Tanya : Sebagai pengusaha, bagaimana kenaikan tarif PPN memengaruhi usaha Anda?
Jawab : Kenaikan tarif PPN ini jelas berdampak besar pada usaha saya. Bahan baku yang kami beli mengalami kenaikan harga karena pengaruh PPN, sehingga biaya produksi naik. Akibatnya, kami terpaksa menaikkan harga menu, tetapi ini juga berisiko membuat pelanggan berkurang. Jadi, tantangan kami adalah menjaga agar pelanggan tetap datang sambil menyesuaikan diri dengan kenaikan biaya operasional.
Tanya : Apakah kenaikan ini memengaruhi harga jual barang atau jasa yang Anda tawarkan?
Jawab : Iya, mau tidak mau kami harus menaikkan harga jual. Misalnya, harga rendang atau gulai jadi lebih mahal karena biaya bahan baku naik. Tetapi, kami tidak bisa menaikkan harga terlalu tinggi, karena pelanggan juga punya batas kemampuan untuk membayar. Jadi, kenaikan harga harus kami pertimbangkan dengan hati-hati supaya tidak kehilangan pelanggan.
Tanya : Bagaimana Anda beradaptasi dengan perubahan ini untuk menjaga pelanggan atau stabilitas bisnis?
Jawab : Kami mencoba mencari bahan baku yang lebih terjangkau atau mengurangi porsi tertentu untuk menekan biaya produksi. Selain itu, kami menawarkan promosi, seperti diskon untuk pembelian dalam jumlah besar atau paket menu yang lebih hemat. Kami juga fokus meningkatkan pelayanan dan kualitas masakan, sehingga pelanggan merasa tetap mendapatkan nilai yang sepadan meskipun harga naik.
Tanya : Apakah menurut Anda pemerintah sudah memberikan kompensasi yang cukup bagi masyarakat terdampak?
Jawab : Sejauh ini, menurut saya kompensasi dari pemerintah belum cukup. UMKM seperti rumah makan masih butuh dukungan lebih, misalnya akses bahan baku yang lebih murah atau keringanan pajak. Untuk masyarakat kecil, bantuan sosial juga perlu ditingkatkan supaya mereka tetap bisa mengelola pengeluaran tanpa terlalu banyak memotong konsumsi.
Tanya : Apa yang Anda harapkan dari pemerintah terkait kebijakan ini ke depannya?
Jawab : Saya berharap pemerintah lebih memprioritaskan kebijakan yang adil untuk semua lapisan masyarakat. Misalnya, barang-barang kebutuhan pokok bisa dikenakan tarif PPN lebih rendah atau bahkan nol persen. Selain itu, pemerintah juga harus memastikan bahwa dana yang didapat dari PPN benar-benar digunakan untuk hal-hal yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Tanya : Apakah Anda memiliki saran agar kebijakan ini lebih adil bagi semua lapisan masyarakat?
Jawab : Saran saya, pemerintah bisa menerapkan skema PPN progresif, di mana kebutuhan pokok dikenakan tarif lebih rendah. Selain itu, pemerintah harus lebih aktif membantu UMKM dengan insentif pajak atau program pelatihan supaya kami tetap bisa bersaing meskipun ada kenaikan biaya.
Tanya : Apakah kenaikan tarif PPN ini bisa dianggap sebagai langkah yang diperlukan untuk mendukung pembangunan?
Jawab : Saya bisa memahaminya, karena pembangunan memang memerlukan dana yang besar. Namun, kebijakan ini hanya bisa diterima kalau masyarakat benar-benar merasakan manfaatnya, misalnya melalui perbaikan infrastruktur atau layanan publik. Kalau dampaknya tidak dirasakan langsung, masyarakat pasti akan merasa keberatan.
Tanya : Menurut Anda, apa alternatif lain yang bisa diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani masyarakat terlalu berat?
Jawab : Alternatifnya, pemerintah bisa menarik pajak dari sektor yang selama ini belum optimal, seperti ekonomi digital atau sektor informal. Selain itu, pengawasan terhadap pajak perusahaan besar juga harus diperketat, karena potensi pendapatannya jauh lebih besar dibanding menambah beban pajak pada masyarakat kecil.
Tanya : Apakah Anda optimis kenaikan tarif PPN ini akan memberikan dampak positif dalam jangka panjang?
Jawab : Saya optimis kalau dana dari PPN ini dikelola dengan baik. Namun, pengelolaan harus transparan dan efektif. Jika tidak, kenaikan tarif ini hanya akan menjadi beban tanpa memberikan manfaat yang jelas, baik untuk usaha kecil seperti kami maupun untuk masyarakat secara umum (*)
Sumber: Jurnal Rumpun Manajemen dan Ekonomi Vol.1, No.5 November 2024 e-ISSN:3046-7144;p-ISSN:3046-7411,Hal205 210DOI:https://doi.org/10.61722/jrme.v1i5.3045
JIMEA | Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, dan Akuntansi) Vol. 8 No. 2, 2024
https://ejournal.naureendigition.com/index.php/mj Vol. 02, No. 03, 2024, Hal. 338–348E-ISSN : 2964-7606