Jakarta, Koranpelita.com
Sekolah Politik dan Komunikasi Indonesia semakin menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan literasi digital masyarakat, salah satunya dengan menggelar webinar bertema “Peran Teknologi dalam Dinamika Populisme Digital: Strategi Menjaga Kesehatan Demokrasi”. Webinar yang dilakukan melalui platform Zoom Meeting pada Kamis (7/11/2024) itu dihadiri masyarakat umum dan generasi muda yang antusias tema webinar.
Webinar yang berkolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) itu menghadirkan para pembicara pilihan, yaitu Dr. Rosarita Niken Widiastuti M.Si (penggiat digital), Ni Luh Rosita Dewi, S.IP (aktivis muda dan founder@kitagerakbareng), serta Florentina Dwiastuti (Asisten Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS). Webinar berlangsung hangat dan interaktif.
Dalam paparannya, Rosarita Niken Widiastuti menyoroti peran teknologi dala populisme digital. Menurutnya, teknologi digital, khususnya internet dan media sosial, telah memainkan peran penting dalam kebangkitan dan penyebaran populisme di seluruh dunia.
Platform digital memberikan kesempatan baru bagi para pemimpin populis untuk mencapai basis massa yang luas dan menyebarkan pesa mereka dengan cepat.
Tak dimungkiri, kata Rosarita Niken Widiastuti, teknologi digital memengaruhi perkembangan populisme, di antaranya dalam hal penyebaran informasi. Media sosial terbukti memfasilitasi penyebaran cepat informasi, hoaks, dan propaganda, yang dapat mempengaruhi opini publik.
Selain itu, platform digital memfasilitasi pembentukan komunitas online yang terpolarisasi, menguatkan identitas kelompok, dan memperkuat sentimen anti-establishment. “Para pemimpin populis juga memanfaatkan media sosial untuk memobilisasi pendukung, mengatur demonstrasi, dan mengorganisir kampanye politik,” tambah Rosarita Niken Widiastuti.
Hal senada disampaikan Ni Luh Rosita Dewi. Menurutnya, perkembangan populisme digital juga memberikan dampak pada demokrasi. Dampak positifnya, populis digital bisa memberdayakan suara rakyat, meningkatkan partisipasi politik, dan mengkritik elite.
“Tapi dampak negatifnya, populis digital bisa menciptakan polarisasi, menyebarkan misinformasi, melemahkan kepercayaan pada institusi,” kata Ni Luh Rosita Dewi.
Selain itu, populis digital juga bisa. memunculkan risiko terjadinya polarisasi sosial. yang bisa mengarah pada konflik, dan terjadinya misinformasi berupa penyebaran. berita palsu atau sensasional untuk kepentingan politik.
DAMPAK GANGGUAN INFORMASI MENGURANGI KEPERCAYAAN PUBLIK
Florentina Dwiastuti dalam webinar tersebut menjelaskan temuannya mengenai dampak gangguan informasi yang timbul dari populis digital. Dampak pertama, gangguan informasi berpotensi mengurangi kepercayaan publik pada lembaga. penyelenggara pemilu (KPU & Bawaslu). Selain itu juga berpotensi mengurang kepercayaan publik terhadap integritas penyelenggaraan pemilu, serta berpeluang mengurangi dukungan publik terhadap demokrasi.
Untuk itu, menurut Florentina Dwiastuti, dibutuhkan langkah mitigasi untuk. melawan penyebaran gangguan informasi dan menjaga kesehatan demokrasi di Indonesia. Di antaranya dengan melakukan kolaborasi antara pemerintah, platform teknologi, dan masyarakat sipil dalam tata kelola internet.
Langkah lain yang bisa dilakukan, menurut Florentina Dwiastuti adalah pentingny meningkatkan awareness publik untuk menggunakan sistem pelaporan informasi. salah di media sosial.“Kebebasan berpendapat dilindungi oleh konstitusi, maka respons yang tepat terhadap disinformas ataupun misinformasi bisa mengendalikan hal tersebut
berdasarkan hukum, dengan menerapkan batasan yang tepat bahwa gangguan informasi yang dapat. menimbulkan ancaman serius bagi masyarakat dan prinsi demokrasi yang dapat ditindak secara hukum,” jelas Florentina Dwiastuti dalam paparannya. (Vin)