Semarsng,KORANPELITA.com – ”Era digital telah membawa banyak perubahan di berbagai aspek kehidupan. Namun juga menghadirkan tantangan terkait kesetaraan gender. Masyarakat khususnya perempuan sebisa mungkin manfaatkan teknologi tidak hanya untuk kesenangan, tapi menambah wawasan dan pengembang potensi diri”.
Hal itu diungkapkan Paralegal Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Fakultas Hukum (FH) Universitas Semarang (USM), Aziyzah Qurrotu A’yun Sultonu M., saat menjadi narasumber dalam Talkshow BKBH Menyapa di Studio Radio USM Jaya Gedung N USM, pada Rabu (10/7/2024).
Talkshow yang dipandu Penyiar Radio USM Jaya, Putri Sabila itu mengusung tema ”Kesetaraan Gender di Era Digital”.
Menurut Aziyzah, salah satu tantangan utama kesetaraan gender di era digital adalah kesenjangan digital gender seperti kurangnya akses terhadap teknologi, hingga ketidakmampuan atau tidak memiliki pengetahuan yang cukup bagi perempuan untuk menggunakan teknologi secara efektif.
”Masih banyak perempuan yang masih tertinggal informasi terkait menggunakan teknologi untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan. Bagi perempuan sangat penting untuk memahami peluang dan tantangan yang dihadirkan oleh era digital agar kita dapat memanfaatkan teknologi digital secara maksimal untuk meningkatkan kehidupan manusia,” ucapnya.
Aziyzah mengatakan, hukum memainkan peran penting dalam memastikan perempuan mendapatkan hak-haknya secara penuh. Salah satunya UU tentang Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Berekspresi yang memastikan perempuan memiliki akses sama pada teknologi informasi, komunikasi, dan hak berekspresi serta partisipasi online tanpa rasa takut.
”Meskipun sudah ada peraturan hukum, namun orang tidak bisa hanya melaporkan terkait dirinya menjadi korban kekerasan di medsos misalkan. Tapi dia harus menyertakan bukti konkret dan bisa dipertanggungjawabkan. BKBH FH USM hadir menjadi jembatan bagi masyarakat kurang yang membutuhkan bantuan hukum secara gratis,” katanya.
Dalam menghadapi tantangan kesetaraan gender di era digital, perlu kontribusi berbagai stakeholder, salah satunya mahasiswa yang dapat berperan sebagai agen perubahan dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait kesetaraan gender, memanfaatkan teknologi digital untuk promosi kesetaraan gender, berpartisipasi dalam kampanye dan gerakan kesetaraan gender.
Lebih lanjut, Aziyzah mengungkapkan, mahasiswa dapat menciptakan lingkungan online yang aman dan inklusif. Selain itu, orang tua memiliki peran penting dalam mengedukasi dan mengawasi anak dalam mengakses informasi serta konten yang tersebar sesuai dengan usianya.
”Diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak termasuk pemerintah, organisasi, masyarakat sipil, sektor swasta, dan individu untuk mengatasi tantangan kesetaraan gender di era digital. Dengan begitu, diharapkan nantinya dapat mengatasi permasalahan yang disebabkan oleh sebuah ketumpang tindihan, sehingga nanti diupayakan untuk solusi dari permasalahan tersebut,” tegasnya.(sup)