Jakarta, Koranpelita.com
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 mencatat, Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia dengan jumlah 278,7 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk tersebut, Indonesia menempati peringkat ke-77 dari 125 negara dengan skor 17,6 yang tergolong tingkat moderat terkait kerawanan pangan dan kelaparan (Global Hunger Index, 2023).
Tingkat moderat kerawanan pangan berpotensi menyebabkan berbagai bentuk masalah malnutrisi yang berdampak pada kesejahteraan individu, termasuk anak-anak yang merupakan kategori masyarakat rentan.
Foodbank of Indonesia (FOI) adalah organisasi nirlaba yang berdiri sejak 20 Mei 2015 dengan salah satu misinya adalah memerangi kelaparan pada anak-anak. Dalam praktiknya, FOI menjadi jembatan antara masyarakat yang kelebihan pangan dan yang kekurangan.
Sejak 2017, FOI menjalankan program Mentari Bangsaku, yaitu program bantuan pangan tambahan untuk anak sekolah yang melibatkan 294 PAUD, 90 SD, 22 Pesantren, dan 13 Madrasah Ibtidaiyah (MI).
FOI mendorong sekolah untuk memastikan kecukupan pangan bagi siswa-siswinya agar dapat mengikuti pelajaran dengan lebih optimal. Pangan yang baik di usia dini akan meningkatkan kesehatan tubuh, konsentrasi, menjaga kestabilan emosi, dan mengoptimalkan kerja otak.
Keluarga menjadi gerbang pertama untuk mencegah stunting dan gizi buruk dengan memberikan santapan bergizi bagi anak-anak. Namun seringkali pada praktiknya, anak tidak mendapatkan gizi yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhannya. Hal tersebut terpotret dalam hasil survei Foodbank of Indonesia (2023) di 13 kota/kabupaten yang dipaparkan oleh Dr. Risatianti Kolopaking, M.Si, Psikolog, Dewan Pakar FOI yang juga Dosen Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang menemukan bahwa sebanyak 76,4% responden mengalami kerawanan pangan ringan, 18,2% kerawanan pangan sedang, 5,4% termasuk kategori kerawanan pangan berat. Dapat disimpulkan bahwa kerawanan pangan secara keseluruhan adalah 23,6%.
“Survei lainnya terkait kebiasaan sarapan pada anak menunjukkan bahwa 1 dari 2 anak ke sekolah dalam keadaan perut kosong. Dengan kata lain, 50% anak tidak sarapan saat ke sekolah. Sebesar 1,3% anak-anak tidak diberikan bekal ke sekolah. Alih-alih sarapan, 12,2% anak terbiasa diberi uang saku sebesar Rp5.000-Rp10.000 setiap hari untuk membeli jajan di sekolah, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi untuk proses tumbuh kembangnya,” jelas Risa dalam acara Foodbank of Indonesia (FOI) Dialog Media: Kelaparan Pada Anak PAUD pada Kamis (7/3/2024) di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), dihadiri oleh Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan (KPPPA), Dr. Amurwani Lestariningsih, S.Sos, M.Hum, perwakilan Bappenas, Farras Kantias Hady, relawan, dan media.
Dr. Risa Kolopaking,anggota Dewan Pakar FOI memaparkan Hasil Survei di 13 Kota dengan responden PAUD-PAUD peserta program Mentari Bangsaku, yaitu program bantuan pangan tambahan untuk anak sekolah. Hadir sebagai pembahas, Prof Ahmad Sulaiman, guru besar IPB yang juga Dewan Pakar FOI.
Indonesia katanya, diperkirakan akan mengalami bonus demografi pada tahun 2045. Bonus demografi menjadi peluang bagi Indonesia untuk melaksanakan pembangunan dengan mempersiapkan
sumber daya manusia yang berkualitas. Menurut Farras Kantias Hady dari Bappenas, Visi Indonesia Emas telah disusun pemerintah melalui empat pilar, yaitu Pembangunan Manusia serta Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, Pemerataan Pembangunan, dan Pemantapan Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Kepemerintahan.
Menurutnya, kesehatan dan perluasan akses pangan telah dirumuskan pula dalam rencana pembangunan Indonesia Emas agar masyarakat mendapat pangan yang bergizi, aman, dan terjangkau serta mandiri pangan termasuk di dalamnya. “Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam hal pembangunan manusia salah satunya dengan mendukung program-program pengelolaan pangan dan pertanian yang juga akan disusun dalam RPJMN 2025-2029,” jelas Farras.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pakar FOI, Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS. Ph.D. menyatakan bahwa pola konsumsi masyarakat dimulai dari keluarga. Keputusan anak dalam memilih makanan dipengaruhi dari budaya makan keluarga. Di sisi lain, pemerintah turut bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat melalui praktik pemberian bantuan pangan dan program gizi anak sekolah.
Sementara, Pendiri FOI, M Hendro Utomo mengatakan bahwa anak yang terbiasa membeli jajan di sekolah cenderung tidak dapat terpenuhi asupan gizinya. Jika berlangsung lama akan berisiko terjangkit penyakit degeneratif atau tidak menular (PTM), seperti jantung koroner, diabetes, stroke, dan lain sebagainya. “Penyakit degeneratif menyebabkan penurunan fungsi tubuh dan berdampak pada produktivitas seseorang. Negara menanggung biaya penyakit degeneratif masyarakat dan pada tahun 2023 beban biaya tersebut naik hingga 30 triliun” ujar Hendro.
Dalam Dialog Media ini, hadir pula para guru PAUD yang telah menjalankan Program Mentari Bangsaku dan menyampaikan pentingnya program ini untuk terus dijalankan bahkan dikembangkan di kemudian hari.
Lebih lanjut, Hendro menjelaskan bahwa sekolah dengan kegiatan makan bersama memiliki daya tarik bagi para orang tua untuk memasukan anaknya kesekolah tersebut. “Penyediaan sarapan atau makan siang untuk anak-anak PAUD sangat penting bagi konsentrasi anak selama menerima pelajaran. Sebesar 44,2% responden merasakan bahwa konsentrasi anak meningkat dan 44% lebih aktif dan energik jika sarapan secara rutin. Asupan pangan dan pola makan menjadi kunci meningkatkan kualitas generasi yang baik,” tutur Hendro Utomo .
Keluarga, terutama Ibu sebagai pengambil keputusan terbesar di lingkup keluarga, menjadi kunci untuk mengurangi angka kelaparan pada anak dengan lebih memerhatikan budaya makan dan asupan gizi dalam keluarganya.
Sekolah memiliki peran penting dalam mendukung pangan dan gizi yang baik melalui literasi dan intervensi pangan sehingga dapat menekan angka kerawanan pangan pada anak. Melalui dialog ini, diharapkan tumbuh kesadaran dan komitmen untuk mengedukasi masyarakat dan menginspirasi gerakan kolaborasi multi sektor demi masa depan Indonesia yang lebih baik. (Vin)