Semarang,koranpelita.com – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia perwakilan Jawa Tengah dan Inspektorat Provinsi Jawa Tengah, diminta mengaudit ulang penggunaan dana hibah KONI Jateng tahun 2023, terutama dana yang disalurkan untuk cabang olahraga. Pasalnya, dalam penyaluran dana ke cabor, KONI Jateng tidak transparan.
Hal itu diungkapkan Ketua Pengprov TI Jateng, Grand Master Taekwon-do Alex Harjanto di Semarang pada 10 Februari 2024.
”Selama ini, kami mengajukan proposal ke KONI, tapi tanpa ada komunikasi dulu, tiba-tiba pengajuan kami hanya disetujui yang jumlahnya sangat minim dari kebutuhan kami. Padahal sebelumnya, kami sudah sampaikan kalau untuk persiapan atlet, kami membutuhkan dana sekian. Model ini dilakukan KONI Jateng dalam penyaluran dana ke sejumlah cabor. Pengurus cabor tidak berani mengungkap masalah ini, karena sebagian besar mereka masuk dalam jajaran pengurus KONI Jateng,” kata Alex dalam keterangan tertulis baru batu ini.
Menurutnya, sistem penyaluran dana hibah ke cabor yang tidak transparan yang menjadikan prestasi Jateng merosot tajam. Apalagi, dana hibah tahun lalu menyisakan silpa hingga Rp 5 miliar lebih.
”Itu menunjukkan manajemen keuangan di KONI Jateng untuk pembinaan olahraga sangat buruk,” kata Alex.
Pernyataan Alex itu sekaligus menanggapi pernyataan Badan Audit Internal (BAI) KONI Jawa Tengah Sri Busono di media, yang menyebut dalam mengelola dana hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tidak bisa sakarepe dewe, namun harus dirancang dan dimintakan persetujuan kepada pemberi (pemeritah).
Menurut Alex, kegagalan Jateng di PON Papua dengan menempati ranking 6 merupakan prestasi terburuk sepanjang sejarah Jateng di PON. Hasil di urutan ke-6 di PON Papua itu prestasi yang sangat memalukan, karena hasil itu menunjukkan KONI Jateng telah gagal melakukan pembinaan olahraga di Jateng.
”Saya pernah mendengar, KONI Jateng beralasan kalau kegagalan di PON Papua lalu dikarenakan kurangnya perhatian dan dukungan dari gubernur atau pemerintah provinsi Jateng. Sekarang sudah dikasih dana hibah kok malah ada silpa sampai Rp 5 miliar. Ini gimana?, ketua umum KONI Jateng harus bertanggung jawab. Kalau tidak mampu ya mundur saja,” ujarnya.
Dia mengatakan, seandainya dana silpa Rp 5 miliar itu dimaksimalkan untuk pembinaan atlet, pihaknya yakin pada PON Aceh-Sumut 2024 nanti, prestasi atlet Jateng akan meningkat.
”Untuk persiapan pra-PON, pelatda, dan pembelian peralatan latihan dan lain-lain, pengprov TI harus nombok Rp 900 juta lebih. Target taekwon-do di PON Aceh-Sumut 2024 adalah 10 medali emas, tapi tolong KONI Jateng mengganti uang pengprov TI Rp 900 juta lebih itu,” ungkapnya.
Alex juga menyoroti sistem pembinaan atlet menghadapi PON Aceh-Sumut 2024. Menurutnya, model pembinaan yang dibuat KONI Jateng dengan periodesasi persiapan atlet sesuai skala prioritas cabor tidak tepat.
”Seharusnya cabor yang peluangnya meraih medali emas tipis, ya diberi waktu yang panjang untuk persiapan, tidak sebaliknya. Kenyataannya sekarang ini, bagi cabor yang hanya berpeluang meraih medali perak dan perunggu, diberi batasan waktu lebih pendek dari cabor prioritas. Ini yang menurut saya tidak benar,” jelasnya.(tim)