Jakarta, Koranpelita. com
Saat ini dunia teknologi sudah berkembang begitu pesat sehingga muncul banyak inovasi baru dan salah satunya adalah kecerdasan buatan. Hal ini di sisi lain membuat para orang tua khawatir apakah anaknya akan mampu bersaing memperoleh lapangan pekerjaan yang baik di kemudian hari.
Menurut Dokter Spesialis Anak Konsultan Neurologi dr. Herbowo Agung F Soetomenggolo, Sp.A(K), kekhawatiran orang tua tersebut sebetulnya cukup beralasan bila melihat data Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2022. Data itu menunjukkan bahwa anak Indonesia memiliki nilai lebih rendah dibandingkan rerata seluruh dunia, baik di bidang matematika, membaca, maupun sains.
Oleh karena itu orang tua perlu mempersiapkan anak sejak dini yaitu dengan memastikan perkembangan kognitif yang optimal khususnya di 1.000 hari pertama kehidupan (1.000 HPK),” kata dr. Herbowo melalui tulisannya belum lama ini.
Lebih lanjut dikatakannya, perkembangan otak manusia 80% terjadi di masa 1.000 HPK, dan 20% sisanya terjadi hingga dewasa. Untuk mengoptimalkan perkembangan otak, gizi memegang peranan yang penting. “Penelitian menunjukkan bahwa gizi mempengaruhi kemampuan kognitif pada seorang anak karena otak membutuhkan nutrisi baik makro maupun mikronutrien yang cukup untuk dapat berkembang. Walaupun sering dikesampingkan, peran mikronutrien justru sangat penting dalam perkembangan otak dan kognitif,” terang dr. Herbowo.
Asupan mikronutrien yang cukup dapat mencegah defisit kognitif dan masalah perkembangan jangka panjang. Masing-masing mikronutrien mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Zat besi penting untuk pembentukan darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen ke otak. Selain itu zat besi berguna dalam pembentukan selubung saraf.
Zink mendukung pengiriman sinyal untuk pembelajaran dan ingatan. Vitamin B kompleks (B6, B9, B12) diperlukan untuk pembentukan neurotransmitter, senyawa kimia yang mentransmisikan sinyal antarsel saraf dan berperan penting dalam pengolahan daya ingat serta peningkatan fungsi otak.
Lalu antioksidan seperti vitamin E dan C dapat melindungi sel otak dan mendukung kesehatan kognitif jangka panjang. Kolin juga memiliki peran penting dalam fungsi otak seperti memori dan pembelajaran. Pada anak usia 6 bulan ke atas, lanjut dr. Herbowo, pemenuhan makronutrien dan mikronutrien sangat bergantung pada ASI dan makanan pendamping ASI (MPASI). Orang tua dapat memberikan MPASI dalam bentuk MPASI buatan rumah, MPASI fortifikasi kemasan atau kombinasi keduanya. “Tidak hanya pertumbuhan fisik, sejumlah penelitian juga menunjukkan dampak positif MPASI fortifikasi terhadap perkembangan kognitif anak,” ujar dr. Herbowo.
Penelitian di China mengungkapkan bahwa memberikan ASI dan memperkenalkan MPASI khususnya yang diperkaya zat besi secara tepat waktu sesuai dengan rekomendasi WHO, berperan dalam meningkatkan perkembangan kognitif yang lebih baik.
MPASI fortifikasi memiliki keunggulan selain mudah dibuat, juga memiliki kandungan makronutrien dan mikronutrien yang terukur dan sudah disesuaikan usia. Kandungan mikronutrien seperti zat besi, zink, vitamin B kompleks, C, E, dan kolin bahkan sudah diperhitungkan dengan baik,” beber dokter yang berpraktik di sejumlah rumah sakit di Jakarta yakni RSU Hermina Jatinegara, RSIA Bunda, dan Brawijaya Hospital Saharjo itu.
Hal tersebut membuat kebutuhan anak relatif akan terpenuhi dan membuat perkembangan otaknya lebih optimal,” lanjut dia. Selain itu, tekstur MPASI fortifikasi juga dibuat sesuai dengan usia anak sehingga lebih aman dikonsumsi. MPASI fortifikasi tidak diperbolehkan mengandung pengawet, perisa dan pewarna serta tak boleh memiliki kadar kandungan gula dan garam yang tinggi. (Vin)