Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat Meningkat, Budaya Baca Masyarakat Bertumbuh

Jakarta, Koranpelita.com

Capaian indikator kinerja pemerintah dalam urusan bidang perpustakaan mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan tumbuhnya budaya baca masyarakat.

Hasil kajian pada 2023 yang dilakukan Perpusnas menunjukkan Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) berada pada angka 69,42, sementara kajian Tingkat Kegemaran Membaca Masyarakat Indonesia (TGM) adalah 66,77 atau dalam kondisi sedang.

Hal tersebut diungkapkan Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) Adin Bondar dalam kegiatan bertajuk “Bincang Literasi Kini dan Nanti” yang digelar di Jakarta.

Disebutkan, frekuensi membaca masyarakat Indonesia rata-rata adalah lima kali dalam satu minggu. Sedangkan durasi membaca masyarakat Indonesia adalah 10 jam 19 menit per minggu.

“Meskipun dalam kategori sedang tetapi menunjukkan adanya perbaikan-perbaikan seperti durasi membaca masyarakat saat ini berada pada angka 10 jam 19 menit per minggu,” ungkapnya pada Senin (11/12/2023).

Pencapaian ini, menurutnya, merupakan hasil kolaborasi berbagai pihak dalam upaya bersama mewujudkan pembangunan indeks literasi masyarakat yang diharapkan semakin membaik ke depannya.

Dia menyebut sesuai dengan amanat Undang-Undang nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan, Perpusnas akan terus berupaya menyiapkan sarana prasarana layanan perpustakaan, mulai dari koleksi hingga pustakawan dan tenaga perpustakaan sebagai pendamping literasi bagi masyarakat.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Syamsul Bahri mengungkapkan, pustakawan harus mampu bertransformasi dalam menjalankan perannya untuk peningkatan literasi masyarakat.

“Bicara tentang perpustakaan dan pustakawan di masa kini dan yang akan datang, erat kaitannya dengan teknologi informasi. Saat ini IPI berupaya agar pustakawan semakin sadar bahwa sudah ada pesaing berat bagi mereka yaitu teknologi informasi,” terangnya.

Menurut Syamsul, sebagai pihak yang berada di garda depan dan berhadapan langsung dengan masyarakat, pustakawan harus dapat memahami kebutuhan masyarakat akan informasi seperti yang ditawarkan oleh teknologi digital.

Di sisi lain, Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Pembudayaan Minat Baca (GPMB) Herlina Mustikasari menjelaskan literasi bersifat inklusi, mencakup berbagai aspek kehidupan dan tidak hanya terbatas pada membaca dan menulis. Menurutnya, berbagai konsep literasi yang saat ini semakin berkembang, banyak yang mencakup tentang pemberdayaan manusia. “Sebenarnya literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengakses informasi, memilah, memproses dan menggunakan informasi yang diterimanya,” terangnya.

Seperti konsep pengembangan ekosistem literasi yang dimulai dengan keluarga. Menurut Herlina, konsep literasi keluarga yang merupakan unit terkecil di dalam masyarakat adalah langkah awal membentuk manusia yang berkarakter dan berakhlak yang akan menjadi cikal bakal kehidupan masyarakat Indonesia yang ideal.

Sementara itu, Maman Suherman melihat literasi sebagai kecakapan hidup dan keterampilan, bukan semata-mata terpaku pada kata baca dan tulis.

“Kalau melihat Indonesia tahun 1945 dikatakan hampir 95 persen warganya buta aksara, hari ini tinggal dua persen yang buta aksara. Maka bukan lagi perang untuk pemberantasan buta aksara yang kita lakukan hari ini, tapi perang untuk membuat bangsa ini menjadi cerdas dan berdaya,” pungkas pegiat literasi ini. (Vin)

About ervin nur astuti

Check Also

NASKAH KESULTANAN BIMA DITETAPKAN SEBAGAI INGATAN KOLEKTIF NASIONAL 

Bima, Koranpelita.com Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) menyerahkan sertifikat penetapan naskah Bo’ Sangaji Kai sebagai …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca