Jakarta, Koranpelita.com
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) di bawah Kedeputian Pengelolaan Batas Wilayah Negara terus fokus mengamati dinamika 2 rumpun tugas utama, yakni garis batas negara serta perlintasan antarnegara Indonesia dan negara tetangga.
Deputi Pengelolaan Batas Wilayah Negara, BNPP, Robert Simbolon menjelaskan bahwa, BNPP terus melakukan observasi terutama perlintasan antarnegara di Kalimantan Barat (Kalbar) yang bersinggungan dengan batas wilayah Malaysia.
Dalam kurun waktu 3 tahun melakukan observasi, terutama di Kalbar, ada fakta yang cukup mencengangkan, bahwa jumlah jalur perlintasan tidak resmi sangat banyak.
“Untuk 2 kabupaten saja di Kalbar, yakni Kabupaten Sambas dan Bengkayang, observasi dari 2020 lalu kami menemukan 29 titik perlintasan tidak resmi atau jalur tikus,” jelas Robert dalam diskusi bersama awak media massa di Kantor Sekretariat Tetap BNPP, Jakarta Pusat, Senin, (4/12/2023) kemarin.
Robert mengurai, observasi pada Tahun 2021 tidak diadakan karena terdampak pandemi Covid-19. Pada observasi tahun 2022 di Kabupaten Sanggau, yang berdekatan dengan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Tim BNPP kembali menemukan dan memetakan 25 titik perlintasan tidak resmi.
Observasi juga terus berlanjut ke tahun-tahun berikutnya, hingga tahun 2023 di Kabupaten Kapuas Hulu didapati perlintasan tidak resmi sebanyak 24 + 3. “Ini yang menarik, karena ada 3 yang baru muncul, artinya jalurnya bertambah. Perihal ini juga dikonfirmasi oleh teman-teman yang dari satuan tugas pengamanan perbatasan,” tambah Robert.
Robert juga mengutarakan, persoalan terjadi ketika banyak masyarakat yang tidak memahami dan mengerti risiko ketika menyusuri titik pengujung dari daerah atau kawasan tersebut tersebut. Hal ini karena sisi penjagaan teritorial dari Malaysia di jalur tidak resmi tersebut tidak memiliki pelayanan lintas batas negara dan cenderung diperlakukan sewenang-wenang.
“Kalau ada warga yang melintas dari jalur tersebut tidak aman dari sisi Malaysia. Karena di sana tidak ada pelayanan, berpotensi untuk dilakukan dengan cara-cara atau mekanisme mereka sendiri dan cenderung sewenang-wenang. dan itu sering terjadi!,” jelas Robert lagi.
Dirinya juga memaparkan, saat ini, BNPP juga fokus menangani 7 segmen batas wilayah yang berstatus Outstanding Boundary Problems (OBP) pada sektor timur dan sektor barat Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia, serta survei Investigation, Refixation and Maintenance (IRM) atas patok/pilar batas negara.
Selanjutnya, 2 kawasan yang berstatus segmen perbatasan negara yang belum terselesaikan bersama Timor-Leste. Segmen tersebut berstatus Unresolved Segment yakni kawasan di perbatasan Noel Besi – Citrana dan Bijael Sunan – Manusasi.”Sedangkan segmen yang belum disurvei atau Unsurveyed Segmen yakni kawasan Subina – Oben,” terang Robert lagi
Untuk perbatasan darat dengan Papua Nugini, lanjut Robert lagi, Indonesia tidak memiliki masalah. Hanya saja jarak antar pilar yang saling berjauhan. “Satu hal yang kami garisbawahi dalam konteks pengelolaan garis batas negara dan pengelolaan perlintasan antarnegara ada kebutuhan kolaborasi yang tinggi dengan semua stakeholder termasuk dengan masyarakat hingga pemerintah kepala desa,” pungkasnya. (Vin)