Jakarta, Koranpelita.com
Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) berperan aktif mendukung pembangunan berkelanjutan berdasarkan hak asasi manusia dan kesetaraan untuk mendorong pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Sebagai salah satu upaya penguatan budaya literasi, Perpusnas bekerja sama dengan Universitas Trilogi menyelenggarakan kegiatan Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat (PILM) untuk Kesejahteraan dengan tema “Sinergi Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Membangun Kecakapan Kolaborasi Abad 21”, Rabu (15/11/2023).
Deputi Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpusnas, Mariana Ginting mengatakan Undang – Undang Dasar (UUD) 1945 memandatori empat tugas pokok bagi setiap warga negara, baik sebagai legislatif, eksekutif, yudikatif maupun TNI-Polri, yakni mencerdaskan anak bangsa, mensejahterakan, melindungi dan ikut mewujudkan perdamaian dunia.
Mariana menekankan bangsa yang cerdas sangat berpeluang besar menjadi negara maju dan sejahtera. “Masyarakat dan pelaku usaha juga memiliki peran strategis dalam pergerakan pemulihan ekonomi Indonesia. Pemerintah memberikan kemudahan dalam kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter. Kebijakan ini disambut dengan positif oleh masyarakat dan pelaku usaha guna memulihkan ekonomi Indonesia yang telah mengalami kontraksi,” bebernya.
Mendukung yang telah dilakukan oleh pemerintah, perpustakaan berkontribusi aktif terlibat dalam membantu memulihkan kondisi perekonomian masyarakat pasca-pandemi, salah satunya melalui program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS). “Program TPBIS kami nilai efektif dalam memberikan manfaat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, utamanya masyarakat marjinal,” ucapnya.
Kriteria manusia unggul adalah manusia yang menguasai Iptek, memiliki kemampuan berkreativitas dan berinovasi tinggi untuk menciptakan lapangan kerja baru, mengurangi pengangguran dan meningkatkan income per kapita, serta menambah devisa negara.
“Realita yang harus diakui, Indonesia kini harus bersaing dengan negara kawasan ASEAN, seperti Singapura, Malaysia, ditambah adidaya Asia seperti Korea Selatan dan Jepang yang memiliki pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita tinggi, serta hasil produk industrialisasi yang telah mengglobal.”
“Korea Selatan menggurita dengan produk elektronik dan alat rumah tangga, telekomunikasi. Bahkan, Singapura memiliki income per-kapita diatas 100 ribu USD. Sedangkan, income perkapita Indonesia baru mencapai 4.100 dolar AS, ” ulas Mariana.
Perpustakaan sebagai episentrum ilmu pengetahuan memiliki peran krusial bagi kemajuan masyarakat. Seiring berkembangannya peradaban di masyarakat. Perpustakaan menjelma tidak sekedar tempat untuk membaca. “Perpustakaan harus meningkatkan perannya sebagai agent of change. Bertransformasi meningkatkan layanannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat berbasis inklusi sosial,” sebutnya.
Sementara Anggota Komisi X DPR RI, Himmatul Aliyah mengatakan, tahun 2015 World Economic Forum (WEF) menerbitkan laporan mengenai kesenjangan keterampilan abad ke-21, dan cara mengatasinya.
WEF kemudian mendefinisikan 16 kecakapan penting dalam pendidikan di abad 21. Ada enam keaksaraan dasar bagaimana mahasiswa atau siswa menggunakan keterampilan dasar untuk menjalankan tugas sehari-hari. “Kemudian empat kompetensi bagaimana cara menghadapi tantangan kompleks serta enam kualitas karakter bagaimana cara menghadapi lingkungan yang berubah,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Rektor Universitas Trilogi, Anies Lastiati, mengungkapkan jika kampusnya masih ada mahasiswa yang tidak memiliki reading habbit atau kebiasaan membaca. “Mahasiswa kami berada di generasi zilenial. Saya berpikir apakah ketidakinginan mahasiswa membaca akibat generasinya karena berdasarkan penelitian dari Amerika Serkat, Gen Z hanya membaca sebanyak tujuh menit saja,” singkatnya.
Aplikasi Let’s Read
Adapun Pegiat Literasi dari Country Representative The Asia Foundation, Aryasatyani Sintadewi menambahkan, banyak buku yang bisa di unduh untuk kebutuhan kegiatan belajar mengajar. Seperti terdapat pada aplikasi Let’s Read yang ditujukan untuk anak usia PAUD hingga SD kelas IV.
“Dalam buku yang kami kelola, anak-anak diperkenalkan keberagaman. Ada juga kesetaraan gender dan kepedulian kepada berkebutuhan khusus. Masyarakat juga bebas mengunduh asalkan bukan untuk kepentingan komersil,” ucapnya.
Sementara Co-founder Reading Bugs/Read Aloud Indonesia, Nandha Julistya mengangkat pentingnya kolaborasi. Hal ini ada kaitannya dengan angka literasi Indonesia rendah. Padahal memiliki ribuan pegiat literasi, dan juga jumlah perpustakaan yang merata. “Kendalanya adalah banyak pihak tidak saling kolaborasi. Jalan masing-masing sehingga berpengaruh terhadap minat literasi masyarakat,” ujarnya.
Sembari menambahkan kolaborasi sangat dibutuhkan untuk mengatasi kendala tersebut. Sebab, dibutuhkan kemampuan berpikir kritis dan kreativitas. “Sebagai contoh semua orang bisa bikin Youtube, tapi kalau gak ada kreativitas apakah ada yang mau lihat,” jelasnya. (Vin)