Kendari, Koranpelita
Perpustakaan di Indonesia, termasuk perpustakaan di Sulawesi Tenggara memiliki kewajiban untuk memfasilitasi berbagai kewajiban yang bisa meningkatkan softskill dan hardskill masyarakat sehingga secara mandiri mampu meningkatkan kesejahteraannya. Oleh karena itu, perpustakaan perlu bermitra dengan pemerintah, filantropi, pengusaha, pakar, dan akademisi, agar tercipta budaya literasi yang ideal.
Sekretaris Utama Perpustakaan Nasional RI (Sestama) Ofy Sofiana mengaku bangga atas dibangunnya perpustakaan modern dan bertaraf internasional di Provinsi Sulawesi Tenggara dalam mendukung visi pemerintah setempat, yakni Sulawesi Tenggara Cerdas.
Design pengelolaan perpustakaan bukan hanya menjadi ruang menyimpan dan meminjam buku saja, tetapi banyak space yang akan menjadi wadah diskusi, berkegiatan masyarakat, pengembangan keilmuan serta wisata edukasi.
“Apa yang sudah dilakukan Provinsi Sulawesi Tenggara sungguh luar biasa. Semuanya murni dibiayai oleh APBD. Ini bentuk komitmen hebat dari pemerintah daerah. Perpustakaan yang timbul dari keinginan masyarakat akan menjadikan kegiatan perpustakaan akan ramai dan bermanfaat,” ucap Sestama Ofy pada talkshow Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat (PILM) yang dirangkaikan dengan penyerahan sertifikat akreditasi perpustakaan dan penandatanganan MoU di Kendari, Rabu, (2/8/2023).
Kompas teknologi dan peradaban menuntut perpustakaan harus bertransformasi menyesuaikan. Paradigma baru perpustakaan pun mengarahkan sumber daya dan upaya perpustakaan dengan proporsi lebih besar melakukan transfer pengetahuan (transfer knowledge). Hanya sebagian kecil porsi untuk manajemen koleksi.
“Manusia selalu berubah, tidak ada yang pasif. Pun demikian dengan perpustakaan. Inilah yang kami sebut perpustakaan menjangkau masyarakat,” tambah Ofy.
Asisten III Provinsi Sulawesi Tenggara, Sukanto, menambahkan keberadaan dan peran perpustakaan dalam masyarakat sangat strategis karena disitulah penyebaran pengetahuan dan ikhtiar meningkatkan literasi dilakukan. Perpustakaan menjadi tempat belajar mandiri dalam mendukung tumbuhnya keterampilan masyarakat sehingga mampu berkontribusi pada pembangunan ekomoni daerah.
“Perpustakaan adalah pusat pengetahuan dan inovasi. Di mana manfaat investasi ini baru akan dirasakan dalam jangka panjang bagi masyarakat,” terang Sukanto.
Sinergi mengukuhkan perpustakaan sebagai tempat pembelajaran sepanjang hayat masuk ke dalam bagian program Sultra cerdas. Kami berharap literasi masyarakat menuju Sultra Cerdas mendorong penyelesaian pekerjaan rumah pemprov Sultra dalam mengejar ketertinggalan dalam literasi.
Ini bukan kerja parsial. Di butuhkan kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, dan tuntas, tambahnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Saleh mengungkapkan dukungan legislatif pada peningkatan literasi masyarakat diwujudkan dengan penyusunan Perda penyelenggaraan budaya literasi. Menurutnya, Sultra mempunyai sumber daya alam laut yang begitu banyak, namun mengapa di daerah pesisir masih ditemukan masyarakat yang kurang tingkat literasinya?
“Nah, dengan adanya Perda literasi yang akan disahkan dalam waktu dekat, pembangunan literasi masyarakat sudah punya payung hukumnya dan programnya kita sasar di seluruh kabupaten/kota provinsi Sulawesi Tenggara. Kita minta daerah juga menganggarkan APBD-nya untuk pengelolaan perpustakaan,” imbuhnya.
Abdurrahman menambahkan, raperda tersebut juga memuat dukungan pada tujuh unsur pembangunan literasi masyarakat, mulai dari pemerataan layanan perpustakaan, ketercukupan koleksi, ketercukupan tenaga perpustakaan, tingkat kunjungan masyarakat ke perpustakaan per hari, jumlah perpustakaan ber-SNP, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan sosialisasi dan promosi perpustakaan, serta jumlah anggota perpustakaan.
Pustakawan Utama Perpusnas, Ahmad Masykuri, mengatakan sama halnya dengan pembudayaan kegemaran membaca, literasi pun berperan besar pada satuan keluarga, pendidikan, dan masyarakat. Peran literasi di keluarga dimulai sejak ibu mengandung dimana calon bayi sudah mampu menangkap aktivitas yang dilakukan ibunya.
Di dalam aspek pendidikan, salah satunya dengan membuatkan kurikulum yang mewajibkan jumlah buku yang harus dibaca anak dalam satu tahun. Sehingga terbentuk kemauan anak untuk membaca karena aturan sekolah mewajibkan untuk membaca buku.
“Lalu, waktu jam buka perpustakaan di sekolah juga harus di waktu yang tepat, sehingga anak digerakkan untuk mau datang, menggunakan, dan memanfaatkan perpustakaan sekolah,” ujar Masykuri.
Sedangkan, pada aspek masyarakat, kita bisa mengawali dengan mendirikan satu desa satu perpustakaan berbasis inklusi sosial sebagai sebuah program sehingga produk-produk yang dihasilkan dapat meningkatkan pendapatan yang bisa membawa dampak kesejahteraan masyarakat desa.
Di sela-sela pelaksanaan PILM, Pemprov Sultra juga memberikan sertifikat akreditasi kepada 10 dinas perpustakaan dan kearsipan di wilayah Sultra serta penandatanganan nota kesepahaman (MOU) antara Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sultra dengan tiga instansi, antara lain, Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari, Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sultra, dan Universitas Sulawesi Tenggara. (Vin)