Maros, Koranpelita.com
Hadirnya perpustakaan di masjid dapat menjadi tempat lahirnya ide cemerlang dari masyarakat. Masjid sebagai tempat ibadah, juga dapat menjadi tempat masyarakat untuk membaca.
Demikian disampaikan Bupati Maros, A. S. Chaidir Syam, saat memberikan sambutan pada kegiatan Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat (PILM) untuk Kesejahteraan “Literasi Berbasis Masjid” di Kabupaten Maros yang digelar secara hibrida, Jumat (9/6/2023).
“Kabupaten Maros mengucapkan terima kasih kepada pimpinan pusat Ikatan Keluarga Alumni Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (IKA-BKPRMI) dan seluruh pengurus yang sudah me-launching gerakan satu masjid satu perpustakaan,” ucapnya.
Gerakan satu masjid satu perpustakaan sendiri diluncurkan pada 14 Mei 2022. Dia menambahkan, gerakan ini harus diperjuangkan karena perpustakaan dewasa ini tidak hanya digunakan untuk membaca, namun juga berkegiatan.
Dia menambahkan, gerakan ini mendukung Menuju Maros yang Lebih Sejahtera, Religius, dan Berdaya Saing yang merupakan slogan dari Kabupaten Maros. Religius memiliki arti agar seluruh gerakan yang dilakukan terbungkus dengan kegiatan yang bernilai ibadah dan juga membawa kesejahteraan, melalui literasi.
Kepala Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas), Muhammad Syarif Bando, membenarkan perpustakaan merupakan tempat belajar terbuka dengan panduan dari pustakawan untuk mendapatkan pengetahuan yang diinginkan.
Dijelaskan bahwa kitab suci Al-Qu’ran memerintahkan umat untuk membaca agar dapat menguasai ilmu pengetahuan. “Kenapa membaca? Karena nanti tidak berhenti di situ, melainkan kita akan diperintahkan untuk melaksanakan atau menyampaikan apa yang kita tahu berbasis buku yang telah dibaca,” jelasnya.
Dalam sesi talkshow, Deputi Bidang Informasi dan Pengembangan Sistem Kearsipan Arsip Nasional RI (ANRI), Andi Kasman, memaparkan tentang literasi kearsipan yang meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan. Adapun aspek lain dari fungsi ketahanan nasional ialah masjid.
Berawal dari masjid atau pondok pesantren, masyarakat akan mendapatkan ilmu-ilmu agama untuk membangun sumber daya manusia (SDM) dengan karakter tangguh dan bertaqwa. “Masjid sebagaimana fungsinya yaitu sebagai tempat ubudiyah (peribadatan), tarbiyah (pendidikan), dan ijtima’iyah (sosial kemasyarakatan),” paparnya.
Gerakan satu masjid satu perpustakaan akan berjalan optimal apabila kesulitan akses terhadap bahan bacaan berkualitas dapat teratasi. Selama ini, menurut penggerak literasi, Bachtiar Adnan Kusuma, baru gerakan membaca yang dikencangkan, sementara gerakan menulis masih ditinggalkan.
“Sesungguhnya kebudayaan membaca dan menulis adalah seia sekata yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain,” ungkapnya.
Bachtiar menegaskan dalam sebuah keabadian tidak ada yang abadi kecuali hanya yang ditulis dalam sebuah buku. Terlebih saat ini, masjid tidak hanya sebagai tempat beribadah, namun juga sebagai tempat untuk mengembangkan SDM.
Sementara itu, pustakawan ahli utama Perpusnas, Abdullah, masyarakat masjid terdiri dari dua komponen yakni pengguna dan pengurus masjid. Untuk menumbuhkan kecintaan terhadap literasi di masjid dibutuhkan aksi nyata yang inovatif dari pengurusnya.
“Salah satu upaya yang bisa dilakukan para pengurus masjid yaitu memanfaatkan uang kas yang dimiliki untuk membeli Al-Qur’an digital, buku-buku cerita nabi untuk anak-anak, bahan bacaan berkualitas lainnya, dan sarana prasarana pendukung seperti AC misalnya. Dengan demikian akan tercipta perpustakaan masjid yang lengkap dan nyaman untuk disinggahi,” pungkasnya. (Vin)