Semarang,koranpelita.com
Sehubungan terbitnya amar putusan majelis hakim Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jakarta, yang menolak gugatan terhadap Surat Keputusan (SK) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) bernomor 287/MENLHK/SETJEN/PLA2//4/2022 tentang Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK), pihak penggugat dalam hal ini Serikat Karyawan (Sekar) Perhutani bertekad untuk mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi.
“Kami akan maju terus dengan upaya pengajuan banding melalui proses persidangan di peradilan di atasnya lagi,” tutur Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Sekar Perhutani Jawa Tengah, Ahmad Arif di forum Rapat yang berlangsung di Semarang, Kamis malam (13/4/2023).
Rapat yang diikuti segenap pengurus lengkap dari tingkatan Dewan Pengurus Daerah (DPD), DPW sampai ke jenjang DPP itu berlangsung secara “hibrida” alias para pesertanya bisa hadir langsung atau pun melalui prasarana siaran daring.
Tekad untuk terus melanjutkan upaya hukum tersebut juga dikemukakan oleh Ketua DPW Sekar Perhutani Jawa Barat, Hendra Siswanto, Ketua DPW Sekar Perhutani Jakarta, Nurochim serta DPW Sekar Perhutani Jawa Timur yang diwakili oleh Sekretarisnya, Didik Supriyanto.
Para pimpinan wilayah ini hadir langsung. Adapun dari jajaran Dewan Pengurus Pusat (DPP) yang hadir langsung yaitu Sekretaris Jenderal, Panji Wedha Hudaya dan Ketua, Agus Subagyo serta Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO), Suparman.
Dikemukakan dalam forum tersebut, bahwa dalam Pengucapan Putusan Secara Elektronik pada tanggal 10 April 2023 pukul 13:41:54, Majelis Hakim telah bermusyawarah dan menjatuhkan putusan dengan amar: Mengadili: dalam eksepsi: Menerima Eksepsi Tergugat tentang Para Penggugat Tidak Memiliki Kepentingan; Dalam Pokok Perkara: 1. Menyatakan gugatan Para Penggugat tidak diterima; 2. Menghukum Para Penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp. 29.846.000,- (Dua puluh sembilan juta delapan ratus empat puluh enam ribu rupiah).
“Dari keputusan hakim PTUN itu, kita dianggap tidak punya legal standing. Untuk itu, masih ada waktu 10 hari lagi dari waktu 14 hari sejak terbitnya vonis ini, untuk menyatakan menerima keputusan tersebut atau untuk menolak dan mengajukan banding,” tukas Suparman anggota MPO Sekar Perhutani.
Meski demikian, lanjutnya, pihaknya menilai kalau Majelis Hakim PTUN Jakarta dalam amar putusan itu tampak tidak memperhatikan esensi materi gugatan sebagai dasar pertimbangan keputusannya.
Materi Gugatan
Sebelumnya sekitar pukul 14:50 pada tanggal 10/8/2022 lalu, surat gugatan berhasil didaftarkan di sistem registrasi PTUN Jakarta dengan nomor Perkara 275/G/2022/PTUN. JKT.
Sekar Perhutani dalam hal ini merupakan bagian dari sejumlah elemen masyarakat, yang bergabung dalam Aliansi Selamatkan Hutan Jawa yang melayangkan Surat Gugatan atas terbitnya SK 287 oleh Kementerian LHK yang dinilai sangat berpotensi mengancam kelestarian fungsi hutan di pulau Jawa dan Madura.
Kebijakan pemerintah dalam label Surat Keputusan tentang Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) ini, menyebutkan tentang kawasan hutan negara seluas 1,1 juta hektar yang semula merupakan bagian dari wilayah kerja Perum Perhutani yang untuk selanjutnya akan dibagikan kepada masyarakat untuk dikelola secara parsial.
“Adanya peraturan seperti tersebut dinilai para penggugat dapat berpotensi merusak kawasan hutan negara yang masih berfungsi hutan menjadi tidak lagi jadi hutan,” katanya
Kawasan hutan di pulau Jawa saat ini, menurutnya, tinggal 16% saja dari total luas daratan. Masih jauh jumlahnya dari ketentuan idealnya yang sampai 30%.
“Hutan dan alam bukan warisan nenek moyang. Melainkan titipan anak cucu kita guna dijaga kelestariannya. Untuk itu sejumlah kawasan hutan yang masih berfungsi dengan baik haruslah dipertahankan,” demikian filosofi dan pemikiran yang melatar memotivasi terbentuk aliansi gugatan tersebut.
Adapun lahirnya tindakan yang menggugat SK Men LHK 287 itu, karena sudah dua kali aksi demonstrasi menolaknya tidak mendapatkan respon.
Unjuk rasa atau aksi demonstrasi penolakan SK KHDPK tercatat yang pertama pada hari Rabu (18/5/2022) dan berulang kali kedua pada dua bulan berikutnya. Yakni pada hari Rabu (20/7/2022). Dua kali aksi demonstrasi itu dilakukan di kawasan Monumen Nasional, Jakarta dan masing-masing dengan jumlah peserta yang menjangkau ribuan orang.
BOD dinilai tidak peduli eksistensi kawasan Hutan
Para peserta forum Rapat Lengkap Pengurus Sekar juga dengan berterus terang menyayangkan sikap jajaran Direksi Perum Perhutani (BoD/Board of Director), yang tidak saja seakan tidak peduli eksistensi kawasan hutan yang dikelolanya. Melainkan juga eksistensi nilai aset perusahaannya.
“Mereka kurang peduli dan diam tak bertindak saat kami berjuang menghadapi tekanan pihak eksternal dalam upaya menjaga eksistensi perusahaan dan kelestarian kawasan hutan negara ini,” ungkap Sekjen Sekar Perhutani Panji Wedha Hudaya.
Dikatakan, salah satu contoh kurangnya keberanian untuk menjaga eksistensi perusahaan adalah adanya larangan tebang pohon milik Perhutani di daerah Pati oleh pihak yang bukan Perhutani.
“Padahal aturannya jelas menyatakan bahwa sejumlah pohon jati itu tetap aset milik Perhutani, meskipun andaikata kemudian kawasan hutannya dilepas kelola atas nama KHDPK,” tuturnya.(sup)
Kementrian kehutanan itu sebenarnya kurang bersosialisasi kelapangan.. contohnya di provinsi Jambi, justru anggota dinas kehutanan itu sendiri yang bermain dengan para cokung dan pengusaha… Hanya dalihnya petani, padahal petani cuma jadi tumbal saja.