Semarang,koranpelita.com
Upaya penanganan stunting di kota Semarang mendapat support banyak pihak. Yang terbaru, Pemerintah Kota Semarang mendapat dukungan dari PT. Riau Andalan Pulp and Paper dan Tanoto Foundation yang diwujudkan melalui penandatanganan MoU kerja sama terkait program percepatan penurunan stunting. MoU ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengejar target nasional terkait penurunan prevalensi stunting hingga 14% pada tahun 2024.
“Alhamdulillah hari ini ada MoU antara Pemerintah Kota Semarang dengan Tanoto Foundation yang mana merupakan kerja sama untuk penurunan angka stunting. Karena dari Tanoto sendiri juga sudah bekerja sama dengan BKKBN Pusat kemudian diturunkan ke Jawa Tengah. Di Jawa Tengah ada 3 yang dijadikan percontohan yaitu Brebes, Semarang, dan Banyumas,” ujar Pelaksana tugas atau Plt. Wali kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu di Ruang Lobby Kantor Wali kota Semarang, Senin (14/11/2022).
Menurut Ita, kerjasama ini rencananya akan berjalan dalam kurun waktu tiga tahun. Pada tahun pertama ada dua kelurahan yang menjadi lokasi sasaran program kerja sama ini, yaitu Kelurahan Tanjung Mas dan Kelurahan Kemijen. Kedua kelurahan tersebut juga termasuk dalam tujuh kelurahan dengan tingkat ekonomi terendah di Kota Semarang. Harapannya, pada tahun kedua dan ketiga akan lebih banyak kelurahan yang dijangkau.
“Namun saya harap kerja sama ini berhenti (maksimal) dalam tiga tahun karena itu artinya jumlah stunting di Semarang sudah zero (nol). Jadi bisa digunakan untuk kerja sama kesejahteraan yang lainnya. Selama tiga tahun ini harapannya orang tuanya dapat berkomunikasi, anak-anaknya bisa lulus dan sehat dari stunting. Termasuk nantinya ada rumah singgah untuk anak stunting,” tutur perempuan yang akrab disapa Mbak Ita tersebut.
Sementara itu, direktur program Early Childhood Education Development Tanoto Foundation, Eddy Hendry menjelaskan, ada empat kegiatan utama dalam kerjasama ini. Pertama adalah kampanye peningkatan pemahaman tentang stunting yang termasuk di dalamnya mengajak remaja untuk bisa berperan aktif.
Kedua adalah mengusahakan komunikasi strategi perubahan perilaku. Ketiga, yaitu pelatihan TPK (Tim Pendamping Keluarga) supaya mereka dapat memfasilitasi keluarga yang mengalami stunting dan memberikan rujukan bila perlu.
Keempat, menyediakan rumah atau sentra di mana pendampingan bisa dilakukan kepada orang tua anak yang mengalami stunting.
“Ada tiga faktor penyebab stunting yaitu pola makan, pola asuh, dan pola sanitasi. Tiga hal ini kita lakukan bantuan akan sangat berdampak pada penanganan stunting secara signifikan. Contohnya di kawasan pesisir yang akses untuk mendapatkan ikannya mudah kenapa masih ada anak yang stunting? Karena ternyata masyarakat pesisir itu tidak mengolah ikan menjadi makanan berprotein hewani yang diberikan kepada anaknya. Jadi itu sebenarnya pemahaman pendidikan yang ingin kita sampaikan,” tandas Eddy.(sup)