Sragen,koranpelita.com
Rombongan Majelis Hakim PN Sragen yang diketuai Iwan Harrry Winarto, SH MH dengan anggotanya Vivi Meike Tampi SH MH dan Dyah Nursanti SH, mendatangi lokasi sebidang tanah di desa Ngandul, Kecamatan Sumberlawang Kabupaten Sragen.
Lahan pekarangan yang menurut data administrasi Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Telawa, Divisi Regional Jawa Tengah adalah bagian dari aset perusahaan negara kehutanan di daerah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Jurang Gandul, Bagian KPH Gemolong itu sekonyong-konyong mendapat gugatan hukum dari seseorang yang mengaku, anak dari seorang wanita yang namanya tertera pada sertifikat lahan tersebut.
“Besok kita periksa lokasi keberadaan lahan tersebut,” ucap Ketua Majelis Hakim, Iwan Harrry Winarto, saat mengakhiri persidangan siang hari sebelumnya (Rabu/09/11/2022) di Gedung PN Sragen.
Acara persidangan tersebut merupakan persidangan yang ke 14 atas perkara hukum bernomor register 51/Pdt. G/2022/PN Sgn yang pertama kali digelar pada tanggal 16 Agustus 2022.
“Perkara gugatannya adalah karena Perum Perhutani dituduh sebagai penghambat proses balik nama sertifikat kepemilikan lahan atas nama Sri Nyukupi kepada salah satu putranya,” tutur Tim Kuasa Hukum Perum Perhutani, Kamis (10/11/2022).
Tim Kuasa Hukum Perhutani yang hadir pada Sidang hari Rabu terdiri Muhammad Fadlun, Subiyanto dan Farady Hasibuan, menghadirkan tiga orang saksi yang menyatakan tentang lahan tersebut adalah benar milik Perhutani. Ketiga saksi yang telah disumpah itu terdiri Sutiyo Ciptowiyono (60 tahun), Agus Sujatmoko (lahir 1957) dan Gimanto (58 tahun).
Usai sidang gugatan pada hari Rabu itu, salah satu kuasa hukum Perhutani sempat bertutur kalau pihak penggugat itu terhitung lawan yang tidak ringan. Sosok penggugat adalah saudara kandung dari pejabat penting di Kabupaten Sragen.
“Benar, kakaknya memegang jabatan Sekretaris Daerah yang kabarnya memasuki purna tugas per tanggal 1 November tahun ini,” ujarnya.
Kronologi Kejadian
Menurut keterangan sumber di Perum Perhutani, petugas Perum Perhutani yang membidangi pekerjaan pengamanan aset negara dalam perusahaan kehutanan, secara periodik melakukan pemeriksaan berkala atas seluruh aset Perhutani berupa dokumen kepemilikan lahan. Salah satunya adalah ketika bersurat kepada pihak BPN Kabupaten Sragen atas keabsahan dokumen aset perusahaan yang berada di daerah tersebut.
“Akan tetapi, ketika kami masih dalam penantian jawaban dari BPN tentang keberadaan warkah/ dokumen sah pada lahan tersebut, sekonyong-konyong malah mendapatkan gugatan hukum itu. Alih-alih dapat dukungan atas tugas kami dalam upaya penyelamatan aset negara. Tetapi justru tertimpa gugatan hukum seperti sekarang ini,” katanya.
Dikatakan, sebagai salah satu bukti tentang status lahan yang dipersengketakan itu, merupakan milik Perhutani adalah adanya Surat Peringatan dari Administratur Perhutani Telawa pada tahun 1983 kepada salah satu oknum pegawai Perhutani Surakarta, yang terindikasi akan menjual sebidang lahan Perhutani di desa Ngandul dengan tembusan kepada Kepala Desa Ngandul, Kecamatan Sumberlawang, agar membatalkan niatnya.
Dalam tahun yang sama pula, Kepala Perum Perhutani KPH Telawa menerima sepucuk Surat dari Camat Sumberlawang, dengan tembusan kepada Kepala Desa Ngandul untuk mengamankan aset milik negara/Perhutani tersebut dari kemungkinan dijual.
Namun di kemudian hari ternyata Kepala Desa Ngandul, waktu itu atas nama N. Poernomo justru yang membeli sebidang tanah aset negara tersebut dari oknum pegawai Perhutani dan selanjutnya disertifikatkan atas nama istri Kepala Desa Ngandul, Sri Nyukupi. (sup)