Banjarmasin, Koranpelita.com
Untuk menjamin keselamatan masyarakat, Komisi III DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) membidangi pembangunan dan insfastruktur, meminta agar instansi berwenang bisa melakukan program kerja auditing kelayakan bangunan-bangunan bertingkat khususnya bangunan yang sudah berumur lama yang ada di wilayah Kalsel.
Langkah tersebut penting dilakukan, agar konstruksi bangunan bertingkat yang masih dihuni dan digunakan baik untuk perkantoran, minimarket dan gedung lainya dapat diketahui ketahanan dan keamanannya.
“Kita minta pemerintah provinsi maupun kabupaten melalui dinas terkait masing-masing bisa melakukan upaya audit bangunan bertingkat ini,” ujar Ketua Komisi III DPRD Kalsel, H Hasanuddin Murad, kepada wartawan, Kamis (28/4/2022).
Audit umur bangunan bertingkat, lanjut Hasanuddin Murad, penting dilakukan untuk mengetahui dan mencegah seperti ambruknya bangunan minimarket di Jalan A Yani Kilometer 11 Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar, baru-baru tadi, hingga menelan puluhan korban jiwa.
” Untuk kerja audit bangunan ini bisa dilakukan sinergi antar dinas cipta karya PUPR bersama asosiasi-ososiasi jasa konstruksi,” terang H Hasanuddin Murad.
Disinggung apakah daerah sudah memiliki payung hukum tentang audit gedung bertingkat khususnya bangunan berusia tua? politisi senior Partai Golkar yang pernah duduk di DPR RI ini mengaskan, belum ada.
“Kalo secara khusus belum ada payung hukumnya. Memang Provinsi Kalsel punya Perda Penanggulangan Bencana, tapi itu lebih kepada penanggulan pasca bencana atau kejadian,” beber H Hasanuddin Murad.
Senada pakar perkotaan dan juga arsitek Dr H Subhan Syarief menyebutkan pemerintah seharusnya mulai melakukan audit terhadap kelayakan bangunan di area rawa seperti Kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar serta Kalimantan Selatan secara umum. Sebab, kecendrungan ketidakstabilan tanah sangat tinggi, sehingga berpengaruh terhadap struktur bangunan.
TIM yang dibentuk oleh pemerintah dapat langsung ke lokasi bangunan untuk memetakan semisal ada bangunan miring dan bisa ditolerir dan diatasi agar tidak ada keruntuhan bangunan membahayakan.
“Pemerintah menjadi ujung tombak dan bisa bekerjasaja dengan akademisi atau praktisi dalam melakukan penilaian dan audit bangunan itu,” tandas doktor ilmu hukum konstruksi ini.
Dia menerangkan, ada legalitas UU No 2/2017 tentang Jasa Konstruksi yang mengatur persoalan bangunan.
Didalamnya ada ketentuan usia bangunan atau kegagalan bangunan, dan perencana sudah mengetahui usia bangunan tersebut.
Misalnya usia bangunan selama 20 tahun, maka ada langkah-langkah yang diambil perencana dalam mengatasi bangunan tersebut.
Begitu juga, setiap proses konstruksi, lanjut dianya, melalui tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengawasan.
“Mulai tahap perencanaan memasuki tahap pelaksanaan itu banyak yang lalai. Dan banyak pula yang tidak melibatkan ahlinya. Kadang hanya sekedar gambar oleh orang dan tidak memiliki tanggungjawab terhadap profesinya. Padahal syarat mutlak setiap orang yang melakukan pembangunan konstruksi maka wajib memiliki surat ijin bekerja profesi atau SIM,” papar alumni Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang ini.(pik)