Banjarmasin, Koranpelita.com.
Penetapan Kota Banjarbaru sebagai Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) yang dinilai “mendadak” kini terus dibahas kencang oleh publik.
Kali ini, sejumlah organ kemahasiswaan yang tergabung dalam Angkatan Muda Mahasiswa Muhammadiyah (AMM) Kota Banjarmasin, mengelar diskusi dan kajian rutin di salahsatu dihotel di kota setempat Sabtu (12/3/2022) malam.
Bertajuk “Perlukan Perpindahan Ibukota Provinsi”, hadir empat nara sumber, diantaranya, anggota DPRD Kalsel, Zulva Asma Vikra SH MH, Kabag Hukum Setdako Banjarmasin, Dr Lukman Fadlun, Wakil Rektor UMB, Adriani Yulizar M.Ag dan Ketua Majelis Kader PD Muhammadiyah Banjarmasin, Suhrawardi S Ag S Pd.
Wakil Rektor UMB, Adriani Yulizar disela diskusi memaparkan, bahwa banyak pertanyaan dari kalangan masyarakat menyangkut penggeseran ibukota yang dimuat dalam Pasal 4 UU Provinsi Kalsel yang disahkan DPR RI di Senayan Jakarta, Jumat 18 Februari lalu.
“Pertanyaan besarnya. Karena dinilai tak ada proses secara akademik, uji publik maupun kajian-kajian ilmiah yang mengharuskan UU itu bisa direalisasikan. Sehingga jadi bias karena tak sesuai prosesnya”, kata dia.
Atas terbitnya UU pemindahan Ibukota Provinsi Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru yang sangat tiba-tiba, lanjut Wakil Sekretaris Wilayah PD Muhammadiyah ini, maka masyarakat Kalsel khususnya warga Banjarmasin sangat wajar dan perlu mempertanyakannya. Karena, ini sudah berproses politik, maka harus ada gugatan rasional sebab, selama prosesnya tak melibatkan partisipasi masyrakat Kalsel secara luas.
Disinggung peran dan kapasitas para wakil rakyat Kalsel di pusat yang seharus juga mengedepankan etika meski patokan mereka adalah kewenangan, terlebih soal pemindahan ibukota yang tergolong hajad besar?
Adriani menegaskan, sangatlah wajar jika masyarakat Kalsel menuntut mereka menjelaskan secara transparan tentang proses dan mekanismenya, termasuk aspek filosofis, historis, sosiologis dan yuridis. Karena mereka para wakil rakyat itu merupakan refresentasi masyarakat Kalsel di tingkat pusat.
Sebelumnya kepada puluhan audien dari berbagai kalangan yang hadir malam itu, Anggota DPRD Kalsel, Zulva Asma Vikra, memaparkan, bahwa selama ini di DPRD tak pernah membahas kepindahan ibukota provinsi. Sebab itu merupakan kewenangan DPR RI.
“Kalo untuk peraturan daerah (Perda) itu kewenangan kita membahasnya. Tapi kalo undang-undang itu DPR. Karena ini sudah jadi UU, maka langkahnya menempuh jalur hukun di Mahkamah Konstitusi,” sebut Zulva.
Untuk itu, anggota Komisi IV di DPRD ini, menyambut baik diskusi yang digelar, dan menyarankan agar masyarakat atau kelompok lainya bisa melakukan pola “jejak pendapat” untuk melengkapi dokumen gugatan ke MK nantinya.
“Saya berharap nantinya ada kejutan, bahwa MK bisa memenangkan gugatan dijalur hukum ini,” tutur Zulva Asma Vikra.
Kabag Hukum Setdko Banjarmasin, Lukman Fadlun, menyampaikan, ada dua pola gugatan yang akan dilayangkan ke MK nanti.
Pertama, untuk masyarakat yang keberatan di persilahkan untuk menyampaikan petisi keberatan kepada kuasa hukum yang menangani dalam hal ini adalah Borneo Law Firm yang merupakan kantor hukum Fajri & rekan.
Kedua. Gugatan tersendiri juga dilayangkan oleh Pemko Banjarmasin selaku institusi yang bersentuhan langsung dengan pemindahan ibukota provinsi ini.
Ketua Majelis Kader PD Muhammadiyah Banjarmasin, Suhrawardi S Ag S Pd, meminta para organ yang tergabung dalam AMM, untuk membuat pernyataan sikap tertulis termasuk notulen hasil diskusi malam ini sebagai bahan melengkapi gugatan.
Ketua pelaksana kegiatan diskusi, M Miftahurrahman Tamami, siap menindaklanjuti hasil diskusi, dan akan melakukan koordinasi kepada pihak-pihak terkait.
Ketua PC Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Banjarmasin ini menambahkan, digelarnya kajian dan diskusi malam ini untuk menampungan dan mewadahi segala seribu pertanyaan masyarakat Kalsel terkait penetapan ibukota provinsi Kalsel yang dinilai tiba-tiba dan mendadak.
Sebelumnya, diskusi dan bahasan terkait pemindahan Ibu Kota Provinsi Kalsel ke Kota Banjarmasin terus bergulir digelar sejumlah organisasi dan tokoh masyarakat serta para pakar terkait dan juga para akademisi.
(pik)