Banjarmasin, Koranpelita.com
Vonis dua tahun enam bulan yang dirasa ringan yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin kepada oknum polisi Bripka Bayu T yang terbukti ‘memperkosa’ mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) berinisial VDPS, memancing reaksi publik di Kalimantan Selatan (Kalsel)
Reaksi tersebut mencuat, karena saksi korban mengunggah ungkapan kekecewaanya melalui akun Instagramnya sehari lalu.
Menyikapi itu, Asisten Intelijen (As Intel) Kejaksaan tinggi (Kejati) Kalsel, Abdul Rahman SH MH, Selasa (25/1/2022), memberikan keterangan kepada awak media, guna meluruskan informasi yang beredar di masyarakat.
Menurut Abdul Rahman, salahsatu dasar pertimbang meringankan oleh jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut tiga tahun enam bulan kepada terdakwa Bayu T, yaitu adanya surat permohonan maaf tertulis oleh terdakwa yang kemudian ditandatangani oleh korban.
“Surat ini juga salah satu dasar pertimbangan yang meringankan, karena ditandatangi oleh korban dan saksi-saksi,” sebut Abdul Rahman.
Didampingi Kasi Penkum, Romadu Novelindo dan Satria Irawan, Abdul Rahman melanjutkan, bahwa dalam penuntutan JPU menyampaikan dua sisi, yaitu hal yang memberatkan dan meringankan.
Hal memberatkan pertama, bahwa akibat perbuatan terdakwa mengakibatkan trauma pada korban VDP. Kedua, terdakwa merupakan oknum anggota polisi aktif.
Hal meringankan, terdakwa adalah tulang punggung keluarga dan sudah melakukan upaya perdamaian, permintaan maaf tertulis yang di tanda tangani VDP.
“Terhadap vonis dua tahun enam bulan yang diputus pengadilan tersebut, sikap terdakwa menerima putusan majelis hakim. Kemudian JPU juga menerima putusan majelis hakim dan tidak melakukan upaya hukum lain,” kata dia.
Adapun alasan JPU menerima putusan majelis hakim karena putusan itu telah memenuhi seperdua dari tiga tahun enam bulan yang dituntut oleh penuntut umum, dan dalam putusannya sudah mempertimbankan analisa yuridis penuntut umum serta mengambilalih sebagian atau seluruhnya sebagai pertimbangan dalam putusannya. Maka, penuntut umum tidak wajib melakukan upaya hukum.
Terkait viralnya pemberitaan penanganan perkara atas nama terdakwa Bayu T bin Sumarji yang melanggar ketentuan Pasal 286 KUHP, Plt Kepala Kejaksaan Tinggi telah memerintahkan Bidang Pengawasan untuk melakukan klarifikasi terhadap Jaksa yang menangani perkara ini.
Klarifikasi dilakukan guna mengetahui ada atau tidaknya pelanggaran disiplin, dalam proses penanganan perkara yang dimaksud.
“Pimpinan juga sudah menerbitkan surat perintah kepada Bidang Tindak Pidana Umum untuk melakukan eksaminasi guna memeriksa berkas perkara ini, apakah sudah sesuai SOP,” pungkas Abdul Rahman.
Sebelumnya, putusan pidana terhadap pelaku kasus asusila yang incrah pada 11 Januari 2022 lalu, tiba-tiba mencuat kepermukaan, karena adanya unggahan saksi korban dalam instagram miliknya.
Kontan saja membuat heboh, dan Senin 24/1/2022 kemarin, Pimpinan Fakultas Hukum ULM bersama para mahasiswa menyambangi Kantor Kejati Kalsel di Jalan DI Panjaitan Banjarmasin, karena dinilai vonis ringan yang diterima pelaku oknum polisi menciderai supremasi hukum.
Tim Advokasi Keadilan untuk VDPS dimotor Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni ULM, Muhammad Fauzi dan Dekan FH ULM, Abdul Halim Berkatullah mempertanyakan mengapa jaksa tidak menuntut tinggi terhadap oknum polisi pemerkosa mahasiswi tersebut.
Tak hanya ke Kejati Kalsel, tim advokasi juga mendatangi Polresta Banjarmasin dan Bidang Propam Polda Kalsel karena korban perkosaan merupakan mahasiswi magang di Satres Narkoba Polresta Banjarmasin pada 5 Juli-4 Agustus 2021.
“Kami menyesalkan jaksa menuntut ringan padahal bisa lebih berat lagi. Saat ini, kami melakukan kajian apa yang menjadi latar belakang mengapa tuntutan itu menjadi ringan,” kata Abdul Halim kepada awak media hari itu.(pik)