Jakarta, Koranpelita.com
SoKlin Antisep, detergen + protection (disinfektan) yang 99,99% efektif membunuh virus Corona produksi Wings Care, kembali hadir melalui Webinar Ruang Keluarga SoKlin Antisep yang bertajuk “PTM di Tengah Kasus Omicron yang Beranjak Naik, Bagaimana Orang Tua Menyikapinya?”, guna mengedukasi keluarga Indonesia mengenai tata cata dan syarat pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas (PTM Terbatas), termasuk beragam persiapannya, seperti vaksinasi pada anak serta peran dan sikap orang tua terkait izin pelaksanaan PTM Terbatas 100% yang telah digalakkan oleh pemerintah Indonesia, di tengah ancaman Omicron yang sedang bergejolak.
Pelaksanaan PTM tersebut dilakukan guna menghindari fenomena learning loss yang berpotensi terjadi akibat pembelajaran secara daring yang berkepanjangan. Pemerintah sendiri sudah menyiapkan regulasi terkait protokol kesehatan yang cukup ketat. Namun, hal tersebut masih membuat sebagian orang tua khawatir terkait dengan aktivitas belajar tatap muka di sekolah karena para siswa masih menghadapi resiko terpapar viru akibat interaksi secara fisik.
Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd, Direktur Sekolah Dasar, Ditjen PAUD, Dikdas dan Dikmen Kemendikbud menegaskan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan hak perlindungan kepada peserta didik, agar mereka sehat dan selamat.
“Prioritas sehat dan selamat untuk para peserta didik PTM Terbatas 100%, ingat terbatas ya, apalagi di sekolah yang berada pada zona level 3, itu masih harus bergiliran masuk sekolah atau blended learning,” tegasnya.
Secara nasional, terdapat sekitar 285 kabupaten kota yang berada di level 1, sehingga dapat menjalankan PTM terbatas 100% ini guna menghindari learning loss. Pelaksanaan PTM pun disesuaikan dengan level kasus infeksi Covid-19 per daerah. Sejatinya, pemerintah menyadari akan pentingnya kesehatan, namun pendidikan juga merupakan hal yang penting.
“Pendidikan kalau sudah ketinggalan, mengejarnya susah, tidak main-main. Secara nasional kualitas pendidikan kita sudah tertinggal, bahkan masih ada anak-anak yang belum bisa membaca, ditambah dengan pandemi lagi. PTM adalah jawaban untuk mengejar ketertinggalan, tapi tetap prokes, prokes, dan prokes,” imbuhnya.
Dalam pelaksanaannya, Sri menjelaskan bahwa tenaga pengajar tentunya sudah divaksin secara lengkap sembari peserta didik yang secara bertahap sedang dilengkapi vaksinasinya. PTM pun dilakukan dengan disiplin prokes yang ketat, mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan proses pembelajaran harus dikawal dengan baik. Proses PTM yang aman pun dapat tercipta dengan peran keluarga selain penerapan prokes yang baik di sekolah dan juga vaksinasi.
“Vaksinasi dan prokes saja tidak cukup, perlu adanya perubahan perilaku yang baik pula. Orang tua harus dapat mengedukasi anak-anak bahwa kita harus menjadi masyarakat yang siap menghadapi tantangan, seperti pandemi ini. Kita harus bisa saling menguatkan dan saling mengingatkan,” ujar Sri Wahyuningsih.
Sri juga menyampaikan bahwa PTM Terbatas ini bersifat adaptif, sehingga pemerintah akan mengikuti perkembangan kasus virus Corona. Sri menegaskan bahwa tidak boleh ada diskriminasi terhadap anak-anak yang menjalankan PTM dan PJJ. “Jika PJJ, tentunya kita membutuhkan porsi peranan orang tua yang lebih besar ya,” terangnya.
Terapkan Kurikulum Khusus (Prototype)
Sri Wahyuningsih menambahkan, dampak pembelajaran jarak jauh berkepanjangan menyebabkan capaian pembelajaran menurun, penurunan kualitas karakter anak, penurunan kedisiplinan, dan meningkatnya stress pada anak dan angka putus sekolah. Seluruh pemerintah daerah diharapkan memberikan alternatif mendorong fasilitas dan layanan pembelajaran agar menumbuhkan kembali rasa semangat anak-anak. Kemendikbud sendiri akan menerapkan kurikulum khusus (prototype) dimana kurikulum ini lebih sederhana dan esensial daripada kurikulum K13.
Kurikulum ini akan diberikan kepada wajib kepada 2500 sekolah penggerak dari PAUD, SD, SMP, SMA dan SLB yang terpilih dari 115 kota dan kabupaten mulai tahun ajaran baru 2022/2023 mendatang. Ini supaya adalah upaya agar tidak terjadi demotivasi belajar pada anak-anak sekolah, karena memperoleh pendidikan adalah HAK setiap anak.
Pentingnya Vaksinasi Anak dan Cara Tepat Menjaga Kesehatan Anak
Pada kesempatan yang sama, Dokter Spesialis Anak dr. Lucia Nauli Simbolon, M.Sc, Sp.A, mengatakan bahwa dalam mendukung pelaksanaan PTM terbatas, sejauh ini tidak ada efek samping yang berbahaya untuk vaksinasi anak. “Kondisi kesehatan anak dipengaruhi oleh multi-faktor ya, mulai dari asupan bergizi dan seimbang, minum yang cukup, prokes, serta vaksinasi berbagai penyakit,” terang dr. Lucia.
Selain vaksinasi, menurutnya, pelaksanaan PTM dalam kelompok belajar kecil memudahkan proses contact tracing jika terdapat kasus positif. “Batasi interaksi yang tidak berarti. Jam masuk dan keluar diatur bertahap, sehingga tidak ada kerumuman. Selain itu, perhatikan secara lebih kondisi kesehatan anak yang memiliki penyakit komorbid, dimana obesitas sudah termasuk komorbid,” terangnya.
Sesuai rekomendasi IDAI, selain penerapan protokol kesetahan yang baik dan tepat, pelaksanaan PTM terbatas dapat dilakukan dengan catatan bahwa semua guru dan petugas sekolah sudah divaksinasi dengan lengkap. Begitu pula dengan para peserta didik yang dapat hadir hanya jika sudah divaksin lengkap dan tanpa komorbid.
Menurut dr. Lucia, idealnya anak usia 12-18 tahun dapat menjalani PTM terbatas 100% dengan catatan tidak adanya peningkatan kasus Covid-19 dan tranmisi lokal Omicron. Untuk anak usia 6-11 tahun, proses pembelajaran idealnya dilaksanakan secara hybrid (50% luring dan 50% daring) dan untuk usia 6 tahun ke bawah belum dianjurkan pelaksanaan PTM. Sekolah dan pemerintah memberikan kebebasan kepada orang tua untuk memilih PTM atau belajar secara daring, tidak boleh ada paksaan.
dr. Lucia juga menjelaskan bahwa akibat infeksi Covid-19 pada anak, kini terdapat kondisi yang disebut MIS-C (Multisystem Inflammatory Syndrome in Children). Hal ini merupakan kondisi di mana banyak organ tubuh yang mengalami peradangan pada anak yang sebelumnya terkena Covid-19. Keluhannya pun beragam mulai dari ringan ke berat, seperti demam, nyeri, sulit bernafas, kebiruan atau pucat, yang dapat menyebabkan kondisi kritis hingga dapat menyebabkan anak meninggal dunia. “Terdapat sekitar 0,14% anak yang dinyatakan MIS-C, sedikit ya sepertinya, tapi jangan sampai anak terkena, akan sedih sekali,” imbuhnya.
Oleh karena itu, kita wajib menjaga kesehatan anak. Orang tua harus menumbuhkan gaya hidup aktif terhadap anak. “Anak-anak direkomendasikan bergerak aktif 1 jam sehari, sedangkan dewasa 30 menit sehari untuk aktivitas fisik,” tegasnya. Orang tua juga harus membatasi waktu gawai anak-anak, memastikan anak memiliki tidur yang cukup dan berkualitas, makanan bergizi dan seimbang, cairan cukup, pemanfaatan energi secara tepat, mendapatkan dukungan mental dan sosial, serta vaksinasi secara lengkap.
“Varian virus corona terus bermutasi. Meskipun data pastinya belum lengkap untuk Omicron, namun yang jelas pemberian vaksinasi Covid-19 91% efektif mencegah terjadinya kejadian MIS-C pada anak. Oleh kerenanya, kita harus merubah gaya hidup menjadi lebih bersih dan sehat,” tutupnya.
Mental Anak dan Kecemasan Orang Tua
Menurut Psikolog Anak Samantha Elsener, M.Psi, tingkat stress anak dan ibu berada di level 56% dan beranjak naik ke level 95% di 6 bulan awal pandemi. Hal tersebut tentunya mempengaruhi kesehatan mental anak, seperti tingkat konsentrasi rendah dan motivasi belajar yang turun selama PJJ berlangsung. “Dengan PTM, interaksi sosial seharusnya dapat menjadi lebih baik ya, tidak awkward. Dari beberapa kasus yang saya ketahui, terdapat beberapa anak yang memilih PJJ karena adanya tekanan sosial di kehidupan remaja 6-18 tahun, di mana kemampuan bersosialiasi yang menurun karena jarangnya berinteraksi. Untuk kasus anak di bawah 6 tahun, anak-anak cenderung parnoan, menjadi takut. Oleh karena itu sebagai orang tua, kita harus bijak dan jangan berlebihan. Hal penting lainnya adalah jangan menakut-nakuti anak,” terangnya.
Samantha juga menjelaskan dua tips agar orang tua dan anak dapat lebih tenang menjalani kehidupan sehari-hari di kondisi sekarang. Yang pertama adalah dengan memberikan angka penilaian terhadap suatu hal yang dikhawatirkan, dilanjutkan dengan instropeksi diri dan keadaan, ditambah dengan mengatur pernafasan (inhale dan exhale). Tips kedua adalah dengan menulis dua hal yang benar; satu hal negatif dan satu hal positif, boleh berupa kekhawatiran dan keyakinan. “Ada virus Omicron yang berbahaya namun saya pasti mampu melewatinya, begitu contohnya”, ungkapnya. Dengan menulis, otak manusia menyerap lebih dalam apa yang ditulisnya.
“Anak kelahiran 2010 ke atas domimannya belajarnya dari movement learning, artinya anak harus bergerak aktif agar dapat memahami suatu hal dengan baik. Selain bergerak aktif, kita juga harus memastikan anak terhindar dari konten dan scam berbahaya yang saat ini bertebaran di internet,” terangnya menambahkan.
Samantha juga menjelaskan bahwa terdapat 3 tempramen anak; mudah, sedang, berat. Oleh karena itu, orang tua harus dapat memberikan pengertian dan penjelasan sesuai tingkat tempramen mereka. “Di pagi hari sebelum sekolah atau beraktivitas kita harus jaga mood anak. Selain itu, kalau bahasa anak-anak sekarang, ketika ada sesuatu yang tidak sesuai atau dalam keadaan panik, jangan nge-gas,” katanya. (Vin)