Sampit, Koran Pelita
M. Abadi, anggota DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Provinsi Kalteng, menanggapi Surat dari Dinas Koperasi ditempat, dalam pers releasenya via ponselnya Selasa (3/8) berpendapat.
Menanggapi surat dinas koperasi kabupaten Kotim perihal penjelasan tentang sanggahan sehubungan dengan permasalahan pergantian pengurus koperasi santuai jaya ketua terpilih atas nama suwa Fransiska yang di duga ada intimidasi dari kepala dinas koperasi kabupaten Kotim untuk mencekal atas nama suwa Fransiska sebagai ketua koperasi santuai jaya dengan cara mengeluarkan surat pada tanggal 13 Juli 2021 yang tertuang di
Dalam point’ 2 undang undang nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian
dalam point’ 3 praturan Mentri koperasi dan UKM RI nomor : 10 /per/m.kum/IX/2015 /tentang kelembagaan koperasi pasal 51 syarat ke anggotaan ayat 1 untuk dapat menjadi anggota koperasi primer harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
Huruf (e) menyetujui anggaran dasar /anggaran rumah tangga koperasi primer yang bersangkutan.
Menanggapi apa yang tertuang didalam surat kepala dinas koperasi Kotim m.abadi anggota komisi 2 DPRD sekaligus ketua fraksi PKB DPRD Kotim
Menduga kepala dinas koperasi salah dalam menafsirkan apa yang di maksud dalam pasal 17 undang undang 25 tahun 1992 tentang perkoperasian kerna yang di maksud dalam
Pasal 17
(1) Anggota Koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa
Koperasi.
(2) Keanggotaan Koperasi dicatat dalam buku daftar anggota.
Sementara ketua terpilih suwa Fransiska sudah menjabat sebagai bendahara sejak tahun 2014 S/d 2017 dari 2017 S/d 2020 sebagai badan pengawas sehingga sangat keliru apabila dinas koperasi Kotim mencekal ketua terpilih menggunakan ketentuan pasal 17 dan perlu kadis koperasi Kotim belajar lagi tentang ketentuan undang undang 25 tahun 1992 tentang perkoperasian Pasal 22
(1) Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam
Koperasi.
Dan apa yang tertuang didalam point’ 3 pasal 51 permenko nomor 10 tahun 2015 menurut m.abadi bahwa dinas koperasi perlu belajar lagi untuk menafsirkan yang dimaksud pasal 51 adalah Syarat Keanggotaan
Ayat
(1) Untuk dapat menjadi anggota koperasi primer,
seseorang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Warga Negara Indonesia;
b. mampu melakukan perbuatan hukum;
c. mempunyai kepentingan ekonomi yang sama dalam
lingkup usaha koperasi
d. telah melunasi simpanan pokok;
Sehingga jika berbicara anggota maka sah ketua terpilih sebagai anggota Kerna terbukti jadi pengurus dari tahun 2014 sebagai bendahara dan tahun 2017 S/d 2020 sebgaj badan pengawas
Maka dalam hal ini m.abadi agar pembinaan dan pengawasan koperasi di Kotim maka berharap kepada Kotim agar bisa meminta kepada kementrian koperasi agar bisa melakukan pelatihan pembinaan kepada dinas koperasi Kotim sehingga bisa lebih memahami terhadap aturan perkoperasian kerna mengingat tujuan berdirinya koperasi adalah
Membantu memperbaiki taraf hidup maupun ekonomi para anggotanya serta masyarakat sekitar.
Membantu pemerintah mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil dan makmur.
Meningkatkan tatanan perekonomian di Indonesia.
Kerna salah satu contoh bahwa dinas koperasi Kotim masih belum bisa membedakan antara koperasi sekunder dan primer Kerna sangat jelas di atur dalam
PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 09 TAHUN 2018
TENTANG
PENYELENGGARAAN DAN PEMBINAAN PERKOPERASIAN
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Point’
3. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan
beranggotakan orang perseorangan.
4. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh
dan beranggotakan badan hukum Koperasi.
M.abadi berharap kepada bupati kotim gubernur kalteng dan menteri dalam negeri bisa memberikan sanksi kepada kepala dinas koperasi Kotim kerna telah diduga melanggar undang undang 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan sesuai ketentuan
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 48 TAHUN 2016
TENTANG
TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN
Pasal 8
Sanksi Administratif berat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf c dikenakan bagi Pejabat Pemerintahan apabila:
a. menyalahgunakan Wewenang yang meliputi:
1. melampaui Wewenang;
2. mencampuradukkan Wewenang; dan/atau
3. bertindak sewenang-wenang;
b. menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau
Tindakan yang berpotensi memiliki Konflik Kepentingan.
c. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5, Pasal 6, atau Pasal 7 yang menimbulkan
kerugian pada keuangan negara, perekonomian nasional,
dan/atau merusak lingkungan hidup.
Pasal 12
(1) Atasan Pejabat merupakan Pejabat yang Berwenang
Mengenakan Sanksi Administratif kepada Pejabat
Pemerintahan yang diduga melakukan Pelanggaran
Administratif.
(2) Dalam hal Pelanggaran Administratif dilakukan oleh
pejabat daerah maka Pejabat yang berwenang
mengenakan Sanksi Administratif yaitu kepala daerah.
(3) Dalam hal Pelanggaran Administratif dilakukan oleh
pejabat di lingkungan kementerian/lembaga maka
Pejabat yang berwenang mengenakan Sanksi
Administratif yaitu menteri/pimpinan lembaga.
(4) Dalam hal Pelanggaran Administratif dilakukan oleh
bupati/walikota maka Pejabat yang berwenang
mengenakan Sanksi Administratif yaitu gubernur.
(5) Dalam hal Pelanggaran Administratif dilakukan oleh
gubernur maka Pejabat yang berwenang mengenakan
Sanksi Administrasi yaitu menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.(.Rag).