Catatan Takziyah Neta Saputra Pane
Bekasi, Koranpelita.com
Neta S Pane bersama dengan sederet nama-nama besar Sanusi Pane, Armyn Pane keduanya tercatat sebagai budayawan melalui karyanya yang melegenda.
Lafran Pane yang membidani lahirnya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Yogyakarta tahun 1946 menambah deretan nama-nama tokoh nasional asal Sumatera Utara.
Sederet nama yang menghiasi percaturan budayawan Indonesia modern mau tak mau membawa nama Neta S Pane ke gelanggang kebudayaan. Taman Ismail Marzuki (TIM) menjadi saksi, Neta S Pane pernah berkiprah di sana.
Sangaji 11 markas besar Harian Umum Merdeka mengantarkan perkenalkan saya dengan Bang Neta, begitu saya memanggilnya. Sepenggal tahun 1990-1992 saya banyak berguru kebudayaan kepada anak Medan melalui tulisan-tulisannya, saya belajar bagaimana membaca dan menulis.
Beberapa tulisan saya yang bercorak Jawa, dirombak menjadi bergaya Medan. Lugas, tegas dan langsung ke inti persoalan yang disampaikan. Masih teringat ketika naskah saya sodorkan dalam bentuk ketikan-ketikan selembar kertas.
Banyak coretan di sana-sini, namun akhirnya turun juga menjadi sebuah berita di halaman satu Harian Merdeka. Ketika itu menjadi kebanggaan bagi penulis pemula ketika sebuah karya tampil manis di halaman utama.
Proses kelahiran Komisi Nasional Hak azasi Manusia (Komnas HAM) dan Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang lahir dibidani Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dua berita itu tampil di halaman utama, saya menulis dan Neta yang mengeditnya menjadi tulisan manis.
Tidak terhitung tulisan budaya saya yang melalui tangan-tangan bang Neta, tampil menawan di halaman bergengsi. TIM dan Balai Budaya menjadi ajang pembuktian. Apalagi kalau bukan menulis pameran lukisan dan pertunjukan teater.
Rendra dan Nano Riantiarno menjadi sentral pemberitaan ketika itu. Slamet Sukirnanto, Abdul Hadi atau Hamid Jabbar di panggung pertunjukan. Ada Sabodjo dan Sarnadi Adam, Dolorosa Sinaga dan Nyoman Gunarsa di kanfas seni rupa.
Umar Kayam dan Sapardi Djokodamono untuk menyebut budayawan dari kampus Universitas Gadjah Mada dan Universitas Indonesia. Atau Sutan Takdir Alisjahbana di kampus Universitas Nasional. Wawancara ketiganya tentu melalui pointmen bang Neta.
Indonesia Police Wach (IPW) yang belakangan ditekuni dan membesarkan nama Neta S Pane, tidak lepas dari perjalanan panjang di dunia pers nasional. Sejak dari Medan ke Jakarta membawa misi untuk mengabdikan diri di bidang jurnalistik. Orang tuanya harus bersusah payah menghidupkan perusahaan penerbitan yang hidup segan mati pun tak hendak.
Banyak karya disimpan, beberapa sudah dipublikasikan. Perkenalannya dengan tokoh-tokoh nasional mengantarkan sampai istana dan meluncurkan buku Jokowi menjelang Pilpres 2019. Sedangkan buku yang sedang dikerjakan, profil Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti. Beberapa penggalan hasil wawancaranya diunggah di medsos.
Bang Neta Saputra Pane kini meninggalkan kita, meninggalkan kenangan bagi sahabat dan koleganya setelah melawan virus Corona, akhirnya Allah Taala memanggilnya. Inna lillahi wa Inna ilaihi Raji’un. Lahul Fatihah. (D)