Jakarta,Koranpelita.com
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP) dan Kemendagri mengeluarkan Surat Edaran Bersama Nomor 027/2929/SJ dan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Percepatan Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah pada tanggal 11 Mei 2021.
Kepala LKPP Roni Dwi Susanto mengatakan, langkah percepatan pertama yang harus diambil oleh Pemerintah Daerah adalah dengan segera melakukan penyesuaian organisasi pengadaan barang/jasa. Diantaranya, Pengguna Anggaran (PA) menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
“Apabila tidak ada PPK, maka tugas PPK dapat dirangkap oleh Kuasa Pengguna Anggaran sesuai pendelegasian dari PA. Selain itu PA dan KPA dapat menugaskan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) untuk melaksanakan tugas PPK. Baik PPK ataupun PPTK wajib memiliki sertifikat kompetensi PBJ, atau setidaknya memiliki sertifikat PBJ tingkat dasar,” ujar Roni dalam konferensi pers virtual, Senin (31/5/2021).
Selanjutnya, dalam rangka memenuhi kewajiban penggunaan PDN (produk dalam negeri), maka Pemda wajib mengalokasikan paling sedikit 40 persen nilai APBD untuk usaha mikro kecil (UMK), dan koperasi. Kemudian, perangkat daerah wajib menggunakan produk dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional apabila terdapat produk dalam negeri yang memiliki penjumlahan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 40 persen.
Apabila ada penyedia usaha non kecil atau koperasi yang melaksanakan pekerjaan, maka wajib bekerjasama dengan usaha kecil/koperasi dalam bentuk kemitraan, subkontrak sesuai kemampuan pelaku usaha. Pemda juga didorong untuk mengutamakan belanja PBJ kepada pedagang yang tergabung dalam marketplace yang terdaftar dalam Program Bela Pengadaan.
Untuk memperlancar transaksi pembayarannya, bendahara di masing-masing SKPD menggunakan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) dari Bank Pembangunan Daerah yang bekerjasama dengan Bank BUMN. “Selain itu, bendaraha tidak perlu meminta bukti pertanggungjawaban seperti SPK, meterai, cap penyedia, atau bahkan tanda tangan untuk transaksi sampai dengan Rp10 juta maka cukup melampirkan bukti pembelian.“ tegas Roni.
Berikutnya, menyederhanakan bentuk kontrak dan bukti pertanggungjawaban pengadaan. Roni menyatakan dalam SEB disebutkan bahwa untuk pembelian hingga Rp10 juta, pelaku usaha cukup melampirkan bukti pembayaran, sedangkan untuk pembelian hingga Rp50 juta maka kewajibannya hanya menggunakan kuitansi. Selanjutnya, untuk pengadaan barang/jasa Rp50juta – Rp200 juta menggunakan Surat Perintah Kerja.
“Termasuk Jasa konsultansi paling banyak Rp100 juta dan konstruksi paling banyak Rp200 juta menggunakan SPK. Untuk pengadaan melalui e-purchasing cukup menggunakan surat pesanan,” jelasnya.
Roni menyatakan, LKPP, Kemendagri dan stakeholder terkait akan melakukan langkah monitoring dan evaluasi secara periodik kinerja pengadaan barang/jasa pemerintah daerah. Maka untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas tata kelola pengadaan, perangkat daerah diingatkan untuk memanfaatkan sistem pengadaan secara elektronik yang dikembangkan oleh LKPP.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian Mendagri Tito menyampaikan SEB tersebut sangat penting untuk diresmikan karena akan menjadi landasan hukum sekaligus pegangan bagi daerah dalam melaksanakan pengadaan barang dan jasa, mulai dari organisasi, transparansi hingga digitalisasi.
“Kita harapkan filosofinya dapat dilaksanakan sesuai norma dan prinsip-prinsip governance yang sehat , sehingga anggaran APBD yang diperoleh dari pajak betul-betul tepat sasaran mendorong pembangunan,” kata Mendagri Tito.
SEB yang telah ditandatangani pada 11 Mei 2021 tersebut, kata Tito, sejalan dengan visi misi Presiden Joko Widodo untuk mendorong daya saing dalam negeri, terutama produk dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan ultra mikro. Kendati demikian, Tito menekankan agar SEB tersebut tidak menjadi alasan bagi pemerintah daerah (Pemda) untuk mempersulit pengadaan barang dan jasa. “Jangan sampai surat edaran ini keluar dari filosofi yakni disamping untuk adanya transparansi dan tepat sasaran justru membuat persoalan menjadi sulit, jangan yang mudah dibikin sulit,” ujar Tito.
Enam latar belakang tersebut adalah penegasan pengaturan organisasi, peningkatan penggunaan produk dalam negeri, pemberdayaan UMKM dan koperasi, peningkatan kemudahan transaksi, peningkatan kemudahan usaha, dan yang terakhir meningkatkan transparansi, akuntabilitas, tata kelola pemerintah daerah melalui pemanfaatan sistem pengadaan.
SEB tersebut di antaranya mewajibkan pemda menggunakan produk usaha kecil serta korporasi dari hasil produksi dalam negeri serta mengalokasikan paling sedikit 40 persen dari anggaran belanja barang/jasa pemda. Perangkat daerah wajib menggunakan produk dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional apabila terdapat produk dalam negeri yang memiliki penjumlahan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 40 persen.
Kemudian dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, perangkat daerah diminta memanfaatkan sistem pengadaan yang terdiri dari SIRUP (Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan), E-Tendering, E-Purchasing, Non-E-Tendering, dan Non-E-Purchasing serta E-Kontrak.
Selain itu, Penggunana Anggaran (PA) menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Apabila tidak ada PPK, maka tugasnya dapat dirangkap Kuasa Pengguna Anggaran sesuai pendelegasian PA.
Menurut data Kinerja Pengadaan LKPP Per 17 Mei 2021, anggaran belanja pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJP) pemerintah daerah TA 2021 adalah sebesar Rp606,6 serta sebanyak Rp586,1 triliun sudah diumumkan dalam Sistem Rencana Umum Pengadaan (SiRUP). Ini artinya, 97 persen total anggaran belanja PBJP Pemda sebenarnya sudah bisa dilihat dan dikompetisikan oleh para pelaku usaha. Namun dari anggaran tersebut baru terealisir Rp43,8 triliun atau 8 persen .
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo juga menyoroti rendahnya realisasi anggaran belanja pemerintah daerah. Presiden kemudian meminta pemerintah daerah untuk lebih mempercepat belanja agar target pertumbuhan ekonomi 7 persen pada kuartal II dapat tercapai. (Vin)