RA Kartini, KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari Murid KH Sholeh Darat

Kartini Muslimah (2)

KORANPELITA–RADEN Ajeng (RA) Kartini setelah menikah namanya berubah dari raden ayu menjadi raden ajeng. Tradisi yang masih melekat, Kartini menerimanya tanpa mampu mengubah.

Kartini menikah dengan. Bupati Rembang, RM Adipati Ario Singgih Djojo Adiningrat, di usia 23 tahun. Pernikahan yang singkat karena Kartini meninggal setelah melahirkan anak pertamanya.

RA Kartini bercita-cita untuk menjadi seorang pribadi muslimah yang sholehah. Setelah menikah Kartini terus mempelajari Islam melalui tafsir Al Qur’an yang diterjemahkan KH Sholeh Darat. Sebanyak 13 juz yang selesai sebelum meninggal dunia tahun 1903.

KH Sholeh Darat mengubah pandangan Kartini tentang kehidupan. Seperti halnya KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari ketiganya belajar kepada guru yang sama.

Ketiganya menjadi pembaharu di bidangnya, Kartini berkonsentrasi kepada kaumnya, perempuan. Memajukan kaum perempuan melalui pendidikan dan ketrampilan.

KH Ahmad Dahlan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Sedangkan KH Hasyim Asy’ari membangun Nahdlatul Ulama (NU).

Kartini secara intensif belajar sehingga pemahaman Islam menjadi terbuka. Saat yang sama pandangannya terhadap Barat berubah. Selama ini Kartini hanya mengetahui peradaban Eropa yang terbaik. Setelah memahami Islam lebih banyak, Kartini mengerti bukan Eropa kebanggaannya.

Dalam suratnya kepada Stella Zihandelaar bertanggal 6 November 1899, RA Kartini menulis:
Mengenai agamaku, Islam, aku harus menceritakan apa? Islam melarang umatnya mendiskusikan ajaran agamanya dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, jika aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya?

Al-Qur’an terlalu suci; tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, agar bisa dipahami setiap Muslim. Di sini tidak ada orang yang mengerti Bahasa Arab. Di sini, orang belajar Al-Qur’an tapi tidak memahami apa yang dibaca.
.

Bandingkan surat Kartini bertanggal 27 Oktober 1902 kepada Ny Abendanon: Sudah lewat masanya, semula kami mengira masyarakat Eropa itu benar-benar yang terbaik, tiada tara. Maafkan kami. Apakah ibu menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban.

Tidak sekali-kali kami hendak menjadikan murid-murid kami sebagai orang setengah Eropa, atau orang Jawa kebarat-baratan.

Dalam suratnya kepada Ny Van Kol, tanggal 21 Juli 1902, Kartini juga menulis: Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama disukai.

Perhatikan pula surat ke Ny Abendanon, bertanggal 1 Agustus 1903, Kartini menulis: “Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah”. (D)

About redaksi

Check Also

Inovasi Ketahanan Pangan Kota Semarang Kembali Raih Penghargaan Tingkat Nasional

Semarang,KORANPELITA com – Inovasi Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang di bidang ketahanan pangan kembali mendapatkan apresiasi …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca