Jakarta,Koranpelita.como
Meski saat ini jagung telah memasuki panen raya, namun peternak harus gigit jari. Pasalnya mereka membeli jagung untuk kebutuhan pakan ternak lebih mahal dibanding tahun lalu.
Prof Dr Budi Tangedjaja , Technical Consultan US Grain Council mengakui bertemu dirinya usai bertemu dengan sejumlah peternak unggas petelur. Kapasitasnya tengah melakukan edukasi terkait pemberian formula pakan ternak.
“Ada peternak di Blitar membeli jagung sudah diatas Rp 5.800 per kilogram(kg). Bahkan , dekat Jakarta, pabrik pakan dekat Jakarta, harga pakan di Jakarta sudah mencapai Rp 6.000 per kg ditambah ongkos transport,”ujar Budi dalam webinar yang diselanggarakan PATAKA bertema Harga Jagung Melambung di Jakarta, Selasa (20/4/2021)
Budi menilai fenomena kenaikan harga jagung merupakan anomali mengingat pada saat bersamaan petani tengah memasuki panen raya. Budi mengaku sudah berpengalaman 30 tahun berkecimpung di pakan ternak .
Merujuk data Gabungan Pengusaha Pakan Ternak (GPMT), Budi memperkirakan kebutuhan jagung untuk kebutuhan pakan ternak plus ayam petelur sebesar 8,5 juta ton, 2 diantaranya merupakan konsumsi peternak unggas petelur mandiri.Budi menyebutkan terdapat sejumlah anomali termasuk diantaranya disebabkan kesenjangan data yang disodorkan Kementerian Pertanian dengan USDA.
“Jika Kementan melansir data produksi jagung tahun 2021 ini sebesar 18,5 juta ton.Sementara USDA hanya sebesar 12 juta ton saja. Dengan asumsi produktivitas jagung sebesar 3,2 ton per hektare ,” terangnya.
Selain anomali data produksi, menurut Badan Klimatolgi dan Meterologi Geofisika (BMGK), terdapat nomali cuaca di bulan Mei 2021 diata rata –rata menyebabkan kadar air jagung menjadi diatas 20 persen. Akibatnya kandungan antofloksin (jamur ) dapat mencapai 40 persen.
“Hanya 20 persen jagung Indonesia yang kadar antifloksinnya rendah. Ini yang membuat industri kesulitan mencari jagung sesuai standar kebutuhan,” terang Budi seraya menambahkan berbeda jagung di Amerika Serikat dan Brasil yang menggunakan benih jagung rekayasa genetik mengandung antofloksin yang lebih rendah.
Dia melihat kebijakan pelarangan impor jagung ditinjau ulang . Menurutnya, proteksi konsumen yang sebesar 220 juta jiwa juga harus menjadi perhatian pemerintah. Jangan sampai karena ingin alasan swasembada jagung, akses masyarakat memperoleh protein ayam dan telur menjadi kesulitan.
Budi merujuk pemerintah Vietnam mengimpor 10 juta ton jagung. Namun, dalam beberapa tahun kedepannya industri perunggasannya mampu berbalik arah,yakni mampu mengekspor daging ayam.“Pemerintah juga harus mendengar data dari industri pakan dan pemasok jagung,” harapnya.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Syailendra mengakui kenaikan harga jagung dalam empat bulan terakhir . Harga jagung di bulan April mencapai Rp 4.263 per kg. Padahal di bulan Januari dihargai sebesar Rp 3.845 per kg.
Kontribusi harga pakan 66 persen dari total biaya produksi. Harga jagung didalam komponen harga pakan sebesar 50 persen.”Sekarang masyarakat teriak harga ayam jadi tembus Rp 40.000 per ekor dari sebelumnya Rp 36.000 per ekor, ” ujarnya. (Vin)