Klir, Soal Frasa Agama Pada Peta Jalan Pendidikan Nasional Tahun 2020-2035, Tetapi….

 

Oleh: Dr. H. Joni,SH.MH

*Penulis, Notaris tinggal di Sampit.

Tak ada hujan tak ada angin, tiba tiba saja agama dihilangkan dari mata pendidikan di tanah air. Frasa agama yang begitu sensitif dan sangat penting ini tidak lagi disebut dalam Peta Perjalanan (Road Map) Pendidikan Nasional 2020-2030. Gantinya adalah akhlak dan budaya.

Penghilangan ini tentu saja menghebohkan dan mengundang reaksi keras khususnya dari kalangan tenaga pendidik, dan lebih khusus lagi para penggelut pendidikan agama khususnya agama Islam. Masalahnya berkembang bagai bola salju, bagaimana nasib kurikulum agama, bagaimana nasib guru agama, bagaimana nasib sekolah agama, dan seterusnya.

Keresahan yang membuat gaduh ini ditangkap oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga menyatakan keterkejutan bahkan kegeramannya mencermati dokumen perencanaan Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dalam draf terbaru, frasa agama dihapus dan digantikan dengan akhlak dan budaya. Siapapun sependapat bahwa agama merupakan tiang bangsa. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang dalam kehidupannya didasarkan pada agama dan menjalankan syariatnya menurut agama masing-masing. Tanpa adanya agama, bangunan atau pendidikan yang sudah berjalan akan jatuh dan roboh. Intinya secara bahasa apa lagi substansi frasa ‘agama’ tidak cukup diwakilkan dengan frasa ‘akhlak’ dan ‘budaya’.

Substansi Agama
Bahwasanya setiap agama mengajarkan bagaimana seseorang memiliki kepribadian yang baik dan berakhlak mulia, serta beriman kepada Yang Maha Kuasa. Karena itu, mengatakan, muatan agama tidak hanya berfokus pada akhlak dan budaya. Namun demikian faktanya agama juga mendorong ideologi tentang bagaimana umat bisa melaksanakan ajarannya pada segala lini kehidupan sehingga menjadi umat yang ber-Ketuhanan yang Maha Esa. Hal ini menjadi inti dari character building yang berkenaan dengan akhlak, merupakan hal penting. Hal ini termuat dalam ajaran agama. Agama sebagai induk dari seluruh pengajaran – budi pekerti secara menyeluruh.

Bahwasanya Pancasila sebagai dasar negara mengamanatkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, agama adalah sesuatu yang penting dan mendasar bagi bangsa Indonesia. Komponen agama itu merupakan sesuatu yang sangat penting dan mendasar. Tidak disebutkannya dalam dokumen itu merupakan sesuatu yang kesalahannya sangat fatal. Apa lagi secara konstitusional muatan agama secara tersurat, tegas dan sangat jelas disebutkan pada ketentuan Pasal 31 UUD 1945. Pasal 31 UUD 1945 merupakan salah satu landasan yang mengatur kegiatan pendidikan di tanah Air. Pasal tersebut menjelaskan tentang hak tentang pendidikan dasar masyarakat.
Suara lantang juga datang bahkan terlebih dulu dari Muhammadiyah.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mempertanyakan absennya frasa agama dalam Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 yang kini tengah digodok Kemendikbud dimaksud. Haedar menyebut hilangnya frasa ‘agama’ merupakan bentuk melawan Konstitusi (inkonstitusional). Sebab merunut pada hierarki hukum, produk turunan kebijakan seperti peta jalan tidak boleh menyelisihi peraturan di atasnya yaitu: Peraturan Pemerintah, UU Sisdiknas, UUD 1945 dan puncaknya adalah Pancasila. Hilangnya frasa agama itu menjadi pemasalahan besar, apakah kealpaan atau memang sengaja. Pasalnya, Pancasila itu dasar (negara), tapi kenapa budaya dimasukkan.

Refleksi Mencerdaskan Bangsa
Sekadar mengingatkan, Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 diluncurkan Kemendikbud guna menjalankan amanat untuk mencerdaskan bangsa. Peta jalan disusun sebagai rambu-rambu dalam sistem pendidikan nasional hingga 2035 mendatang. Meskipun hingga saat ini penyusunan peta jalan itu masih sebatas konep yang disosialisasikan untuk memperoleh tanggapan dari para pemangku kepentingan serta para cerdik cendekia tanah air.

Menelisik lebih lanjut, ternyata frasa agama juga absen dari Visi Pendidikan Indonesia 2035. Konkretnya visi itu hanya berbunyi, ‘Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila’. Frasa agama yang menjadi landasan kerohanian dan aspek spiritualitas yang menjadi penjabaran “manusia Indonsia seutuhnya” musnah dari dokumen.

Dengan hilangnya frasa ‘agama’ sebagai acuan nilai tentu saja berdampak besar pada aplikasi dan ragam produk kebijakan di lapangan. Padahal, pedoman wajib di atas Peta Jalan Pendidikan Nasional yaitu ayat 5 Pasal 31 UUD 1945, poin pertama Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menjelaskan secara eksplisit bahwa agama sebagai unsur integral di dalam pendidikan nasional. Jadi dipertanyakan, Peta Jalan yang dirumuskan oleh Kemendikbud bisa menyelisihi, bahkan menentang ketentuan Pasal 31 UUD 1945. Hal ini menjadi dasar dari keberanian dan kasat mata terjadinya pelanggaran Konstitusional.

Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 diluncurkan Kemendikbud guna menjalankan amanat untuk mencerdaskan bangsa. Peta jalan disusun sebagai rambu-rambu dalam sistem pendidikan nasional hingga 2035 mendatang. Meskipun hingga saat ini penyusunan peta jalan itu belum kunjung rampung. Frasa agama juga absen dari Visi Pendidikan Indonesia 2035. Visi itu hanya berbunyi, ‘Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila’.

Hilangnya frasa ‘agama’ sebagai acuan nilai berdampak besar pada aplikasi dan ragam produk kebijakan di lapangan. Padahal, pedoman wajib di atas Peta Jalan Pendidikan Nasional yaitu ayat 5 Pasal 31 UUD 1945, poin pertama Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menjelaskan secara eksplisit bahwa agama sebagai unsur integral di dalam pendidikan nasional.

Klarifikasi Mendikbud
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menegaskan, mata pelajaran pendidikan agama tidak akan dihapus dari kurikulum pendidikan Indonesia. Dirinya merasa kaget, bahwa ada rencana menghilangkan pelajaran agama, kreatif sekali ya orang ya. Itu enggak pernah ada rencana itu dan tidak pernah akan menghilangkan pengajaran agama di dalam kurikulum. Pernyataan itu terdokumentasikan dalam Rapat Kerja dengan Komisi X DPR, menanggapi hilangnya frasa agama pada dokumen Peta Jalan dimaksud.

Janjinya, Kemendikbud akan memasukkan kembali frasa agama dalam draf Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 yang sebelumnya sempat menjadi polemik karena frasa itu dihilangkan. Penegasannya, bahwa agama dan Pancasila tidak hanya penting, tetapi juga esensial bagi pendidikan bangsa Indonesia. Untuk itu, Peta Jalan Pendidikan dirancang dengan ekosistem pendidikan yang menghasilkan anak-anak Indonesia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia. Penegasannya, dimasukkan lagi, dan masalah ini menurutnya case closed. Intinya tidak akan ada penghilangan pembelajaran agama. Tidak lupa ia menyampaikan maaf terhadap masalah yang mungkin kelihatannya kecil tapi di masyarakat menjadi pembicaraan yang liar.

Secara substansi permasalahan ini dapat dipandang sudah klir. Bahwa dokumen yang membuat gaduh itu sudah (akan) diperbaiki. Namun tentu saja juga memerlukan pengawalan dan bahkan pemelototan dari masyarakat terkait dengan pergantian dimaksud. Agar benar benar dilaksanakan, perubahan itu dan tidak dibiarkan sebagaimana adanya dengan alasan kealpaan, yang membawa konsekuensi substantif terhadap arah pendidikan nasional ke depan.

Harus Diusut
Terkait dengan masalah ini, tentu saja harus ada klarifikasi yang memadai. Sebagai sebuah sistem yang melalui proses, tidak bisa dipandang begitu saja bahwa itu sebuah kekeliruan “kecil” yang menyebabkan kegaduhan di masyarakat. Secara kasat mata ada upaya tersistem yang coba coba mengubah peta jalan Pendidikan dengan satu ending, seandainya sukses syukur, tidak berhasil, ibarat berniaga juga tidak merugi.

Tentu tidak bisa demikian saja hal itu dilewatkan. Kemendikbud harus segera melakukan pengusutan serta memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait tidak adanya frasa agama dalam Peta Jalan Pendidikan agar permasalahan ini tidak meresahkan dan menjadi polemik yang berkepanjangan. Apa yang sebenarnya terjadi, dimana letak upaya untuk coba coba ini dilakukan, dan kepada yang bertanggungjawab harus disanksi tegas.***

About suparman

Check Also

Mengapa Disiplin dan Bersih Begitu Susah Di Indonesia ?

Oleh  : Nia Samsihono Saat aku melangkah menyusuri Jalan Pemuda Kota Semarang aku mencoba menikmati …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca