Jakarta,Koranpelita.com
Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day), Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga mengajak seluruh pihak untuk bersinergi melindungi perempuan dari jerat kekerasan dengan mewujudkan pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender.
“Peringatan Hari Perempuan Internasional hari ini, merupakan momen yang sangat tepat untuk meningkatkan pengetahuan dan membangun sinergi untuk melindungi perempuan dari kekerasan. Kita harus melakukan perubahan dengan membuat perempuan menjadi berdaya, sehingga berani berbicara dan memperjuangkan dirinya sendiri. Tanpa pemberdayaan, perempuan akan terus terkungkung dalam lingkaran kekerasan yang berulang,” ungkap Menteri Bintang dalam webinar Lindungi Perempuan dari Kekerasan ‘Dare To Speak Up’ di Jakarta, kemarin.
Hingga kini, kasus kekerasan masih lebih banyak mengancam perempuan dibandingkan laki-laki. Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) pada 2016, terdapat 1 dari 3 perempuan usia 15–64 tahun mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dan selain pasangan selama hidupnya.
Sementara itu, data Catatan Tahunan dari Komnas Perempuan menunjukan selama 12 tahun terakhir, kekerasan terhadap perempuan di Indonesia meningkat sebanyak 8 (delapan) kali lipat 792%. UN Women pun mencatat, risiko kekerasan online pada perempuan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi informasi pada masa pandemi Covid-19.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan, diantaranya melalui Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), pengesahan Undang-Undang (UU) Tentang Hak Asasi Manusia, UU tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan menyusun Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sebagai payung hukum yang komprehensif.
“Terkait RUU PKS, kami mohon dukungan Wakil Menteri Hukum dan HAM yang sejak awal sudah mengawal RUU ini untuk mendukung proses penyusunan peraturan yang sudah ditunggu-tunggu kehadirannya oleh sebagian besar perempuan Indonesia, khususnya perempuan penyintas kekerasan,” ujar Menteri Bintang.
Menteri Bintang menambahkan berbagai upaya yang telah dilakukan tentunya tidak akan mencapai hasil maksimal tanpa dukungan dari seluruh sektor pembangunan, baik antar pemerintah, dunia usaha, media massa maupun masyarakat. “Kita harus memainkan peran masing-masing, bergandengan tangan dan menyatukan kekuatan, membangun sistem yang ramah bagi perempuan, dimulai dari pencegahan sampai dengan rehabilitasi,” jelas Bintang.
Peringatan Hari Perempuan Internasional yang mengangkat tema “Women in leadership: Achieving an equal future in a COVID-19 world” atau “Perempuan dalam kepemimpinan: Meraih masa depan yang setara dalam dunia yang terdampak COVID-19, diharapkan dapat menjadi pengingat bagi seluruh pihak bahwa perempuan merupakan SDM yang sangat berharga dan dapat membawa kemajuan dalam segala situasi, termasuk situasi krisis.
“Untuk itu, kesetaraan dan perlindungan bagi perempuan menjadi tujuan bersama yang tidak dapat ditawar lagi agar perempuan dapat turut berpartisipasi dalam seluruh lini pembangunan. Marilah bersama-sama kita bangun sinergi yang kuat untuk mencapai tujuan bersama, yaitu dunia yang setara bagi perempuan dan laki-laki; dimana perempuan bebas dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, diskriminasi dan stigmatisasi; bagaimana bisa menjadikan perempuan yang kuat, mandiri dan berdaya untuk mencapai Indonesia Emas dan dunia yang lebih baik,” terangnya.
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy O.S. Hiariej menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan kejahatan yang paling serius. Hal ini disebabkan karena anak dan perempuan merupakan kelompok rentan yang seharusnya dilindungi, namun justru dijadikan objek kejahatan.
“Untuk menanggulangi kekerasan seksual di masa mendatang, negara harus melakukan intervensi dengan menyegerakan pengesahan Rancangan UU PKS yang beroreintasi pada korban, tidak hanya yang menghukum pelaku tapi juga pada reparasi korban termasuk pendampingan secara psikologis terhadap korban,” jelas Eddy.
Aktris sekaligus Pendiri Yayasan Suara Hati Perempuan, Nova Eliza menyampaikan berbagai langkah penting yang harus dilakukan para perempuan untuk keluar dari toxic relationship, yaitu pentingnya menerapkan pendidikan anti kekerasan sejak anak berusia dini; berani untuk mengatakan stop ketika disakiti; media massa harus berempati tinggi dan netral dalam menyajikan berita yang ramah; serta melibatkan laki laki sebagai mitra untuk mengubah berbagai norma diskriminatif dan menyuarakan stop kekerasan. “Jika mengalami atau melihat adanya ketidakadilan terhadap perempuan, please dare to speak up!,” jelas Nova.
Runner Up Puteri Indonesia 2020, Putri Ayu Saraswati menjelaskan bahwa kekerasan merupakan bentuk pelanggaran HAM yang menimbulkan dampak parah berkepanjangan, baik secara fisik mapun psikologis. “Hal ini tentunya akan menghalangi perempuan untuk berkontribusi dalam masyarakat karena mengalami trauma. Sangat penting bagi perempuan untuk mengerti apa saja bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi agar ketika kita mengalami atau melihatnya, mereka berani melapor atau speak up,” tutur Putri Ayu. (Vin)