Faktor Penghambat

Memberantas Mafia Tanah Mulai Dari dan Berakhir Dimana (5)

Oleh: Dr. H. Joni,SH.MH

*Penulis, Notaris tinggal di Sampit.

SEBAGAIMANA telah disebutkan sebelumnya, bahwa Reforma Agraria merupakan proses penyelenggaraan asset reform/landreform dan access reform secara bersama. Asset reform/land reform adalah proses redistribusi tanah untuk menata penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah berdasarkan politik dan hukum pertanahan. Penataan ini tentunya memerlukan kinerja berat yang berkesinambungan dan haus dilaksanakan secara konsisten.

Sebagaimana dipahami bahwa untuk access reform adalah suatu proses penyediaan akses bagi masyarakat (subjek Reforma Agraria) terhadap segala hal yang memungkinkan masyarakat untuk mengembangkan tanahnya sebagai sumber kehidupan (partisipasi ekonomi- politik, modal, pasar, teknologi, pendampingan, peningkatan kapasitas dan kemampuan). Hal ini juga tidak kalah mendasar dan beratnyua untuk dilaksanakan bersamaan dengan asset reform-nya.
Dari perjalanannya, program asset reform/landreform yang merupakan bagian penting dari Reforma Agraria. Implementasi dari hal ini tela dilaksanakan di tanah air dalam kurun waktu 1961 sampai 1965, namun di dalam pelaksanaannya dinilai tidak berhasil. Faktor sosiokultural, ketidaksiapan perangkat dan hal lain menjadi penyebabnya. Hal ini tentunya memerlukanm tindakan evaluatif yang bisa dijadikan sebagai pijakan untuk melaksanakan secara konsisten pada pelaksanaan berikutnya.

Adapun landasan yuridis pelaksanaan landreform di Indonesia adalah UUPA No. 5 Tahun 1960. Khususnya pada Pasal 7 dan 17 untuk sumber pengaturan pembatasan luas tanah maksimum. Paa ketentuan Pasal 10 diatur tentang larangan tanah absentee, dan pasal 53 diatur tentang hak-hak sementara atas tanah pertanian. Produk hukum di bawahnya yangmerupakan penjabaran dari ketentuan tersebut adalah UU Nomor 56 tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, dijabarkan lebih lanut di dalam PP No 224 Tahun 1961 dan PP No 41 Tahun 1964 tentang Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Rugi.

Bahwa pelaksanaan landreforma itu tidak terlepas dari konteks politik adalah satu kenyataan. Pada saat program landreform tersebut dilaluncurkan, kondisi politik di Indonesia sedang tidak stabil. Bahkan secara konkret pada masa itu dikenal pendekatan “politik sebagai panglima”. Politik sebagai panglima membuat cara, secara umum memberikanpemahaman bahwa dalam berbagai permasalahan cara pandang atau perspektif yang dijadikan sebagai dasar adalah politik (dalam arti sempit). Cara untuk mendapatkan kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan cenderung tidak lagi memakai etika. Pemahaman ini pada sasarnya mulai dari jaman Machiavelli, yang kemudian popular di kalangan politisi..Maknanya bahwa pada tiap kebijakan pemerintah dimaknai dalam konteks politik, dan senantiasa dicermati dalam perspektif politis. Hal ini sebearnya tidak tepat karena yang dibutuhkan justru adalah langkah konkret yang didasari atas ketidakadilan terhadap permasalahan agrarian.

Politik Komunis
Pada saat itu Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadikan landreform sebagai alat yang ampuh untuk memikat simpatisan. Berangkat dari ketimpangan khususnya kepemilikan tanah yang dikuasai oleh apa yang disebut sebagai kapitalis birokrat khususnya dalam bidang pertanahan. Pada prinsipnya kapitalis birokrat itu merujuk pada perorangan yang mempunyai kedudukan di dalam lembaga pemerintah atau di dalam organisasi politik yang menyalahgunakan kekuasaan dan kedudukan untuk memperkaya golongan atau diri sendiri. Jadi dalam bidang pertanahan orientasinya adalah penguasaan dalam bidang pertanahan dimaksud.

Landreform diklaim sebagai alat perjuangan PKI, dengan menjanjikan tanah sebagai faktor penarik untuk perekrutan anggota. Dikorbankan adanya jarak yang lebar antara rakyat tanpa tanah dan kapitalis tanah dengan menanamkan sentimen dan emosional. Dengan pola ini memang kemudian menjadikan PKI cepat disenangi oleh masyarakat luas terutama di Jawa yang petaninya sudah merasakan kekurangan tanah garapan.
Program yang boleh disebut ditunggangi PKI ini, bagi petani bertana luas merupakan ancaman. Baik secara politik maupun ekonomi, yaitu kekhawatiran terhadap akan menurunnya luas penguasaan tanah mereka karena menurut program landreform diterjemahkan dengan keharusan untuk pelepasan tanah mereka. Tujuannya adalah dibagikan kepada petani tak bertanah. Tentu saja berimplikasi kepada penurunan kekayaan dan luas tanah mereka.

Dalam perspektif ini, kenyataan menunjukka bahwa program landreform hanya berjalan intensif dari tahun 1961 sampai tahun 1965. Seentara itu di dalam masa pemerintahan Orde Baru yang berkuasa pada masa berikutnya mengklaim bahwa landrefrom tetap dilaksanakan meskipun secara terbatas. Terbatas dalam arti ingin dilepaskan keterkaitannya dengan konteks politis.
Khusus selama era pemerintahan Orde Baru, untuk menghindari kerawanan sosial politik yang besar, maka landreform diimplementasikan dengan bentuk yang berbeda. Peningkatan akses petani kepada tanah dilakukan melalui kebijakan berupa penyeimbangan sebaran penduduk dengan luas tanah. Berikutnya adalah dengan cara memindahkan penduduk ke daerah-daerah yang tanahnya luas melalui transmigrasi.

Pada dasarnya kebijakan transmigrasi itu terlepas dari permasalahan politis. Pengertian transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah yang padat ke daerah yang kurang padat tetapi masih dalam lingkungan satu negara. Transmigrasi merupakan salah satu bentuk dari perpindahan penduduk atau mobilitis penduduk yang ada dn dikenal selama ini. Transmigrasi berbeda dengan migrasi atau urbanisasi. Transmigrasi merupakan satu komitmen di dalam upaya pemerataan penduduk yang cenderung menjdi program yang datang dari atas, atau loleh pemerintah.

Masa Orde Baru
Sepanjang pemerintahan Orde Baru, landreform tidak pernah lagi diprogramkan secara terbuka, namun diganti dengan program pensertifikatan, transmigrasi, dan pengembanga Perkebunan Inti Rakyat (PIR), yang pada hakekatnya bertujuan untuk memperbaiki akses masyarakat terhadap tanah. Jadi tidak dipandang dalam perspektif politis namun secara konkret atas dasar kebutuhan yang ada di dalam masyarakat.

Pada pekembangan berikutnya, di sepanjang pemerintahan dalam era Reformasi sampai sekarang, telah tercapai beberapa perbaikan dalam hukum dan perundang-undangan keagrariaan. Namun demikian pada sisi yang berbeda tetap saja belum dijumpai program nyata tentan landreform di Indonesia seagaimana telah diimplementasikan pada masa lalu.
Secara normative ada empat faktor penting sebagai prasyarat pelaksanaan landreform, yaitu adanya kesadaran dan kemauan dari elit politik; keharusan adanya organisasi petani dan masyarakat yang kuat; ketersediaan data yang lengkap dan juga akuratl; dan adanya dukungan anggaran yang memadai. Persyaratan normatif secara teoretik sama halnya dengan persyaratan manajemen pada umumnya. Dalam hal ini syarat landreform tidak semata dalam pelaksanaan namun lebih dari itu harus ada mekanisme pengawasan yang menjadi bagian dari kinerja evaluasi di dalam pelaksanan manajemen pertanahan.
Pada saat ini, kondisi keempat faktor tersebut masih dalam kondisi lemah, sehingga dapat dikatakan implementasi landreform secara serentak dan menyeluruh di Indonesia masih sulit diwujudkan. Hal ini khususnya disebabkan adanya kondisi yaitu masih lemahnya keinginan elit politik dan kapasitas pemerintah lokal.

Pemerintahan local dimaksud merujuk kepda administrasi pemerintahan di daerah. Dalam bebagai perkembangan, cenderung administrasi pemerintahan di daerah ini diabaikan atau paling tidak dinomorduakan, dengan mengedepankan kendali dari pemerintah pusat. Hal ini pada satu sisi dimaksudkan sebagai konsekuensi Negara kesatuan. Namun pada sisilain juga menghambat perkembangan pemerintahan daerah, yang berarti juga kreativitas dan inovasi rakyat di daerah.Pemerintah local dmaksud adalah Pemerintahan Daerah yang menskipun secdara yuridis mempunyai kewenaghan penuh dalam pengatyuran masalah pertanahan namun faktanya tetap masih dikendaikan secara terpusat***

About suparman

Check Also

Mengapa Disiplin dan Bersih Begitu Susah Di Indonesia ?

Oleh  : Nia Samsihono Saat aku melangkah menyusuri Jalan Pemuda Kota Semarang aku mencoba menikmati …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca