Oleh Dasman Djamaluddin
*Penulis, wartawan senior tinggal di Jakarta.
Tahun 2020 lalu, juga di bulan Januari, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal bin Farhan al Saud mengatakan ia tidak ingin pasukan Amerika Serikat (AS) meninggalkan Irak karena khawatir kepergian mereka akan membuat kawasan Timur Tengah tidak aman.
Faisal mengatakan, AS memegang peran kunci dalam mengalahkan ISIS (gerilyawan Negara Islam di Irak dan Suriah) dan mencegah kebangkitan kelompok teror.
“AS telah membuktikan berkali-kali sebagai sekutu Kerajaan (Arab Saudi) yang dapat diandalkan, dan ini juga terjadi dalam pemerintahan Trump.”
“Kami bekerja sangat baik dengan Presiden Trump dan dengan Departemen Luar Negeri dan Pentagon dan kami berkoordinasi dalam masalah keamanan regional,” katanya, dilansir dari laman CNN, 28 Januari 2020.
Benarkah pernyataan Menlu Arab Saudi tersebut, bahwa pasukan AS berhasil mengalahkan ISIS?
ISIS Itu Ciptaan AS
ISIS itu ciptaan AS. Bayangkan, pemimpin ISIS Abu Bakar Al Baghdadi, yang sudah tewas itu berasal dari keturunan Yahudi. Disebutkan nama aslinya Emir Daash alias Simon Elliot alias Elliot Shimon. Lahir dari orang tua Yahudi dan direkrut serta dilatih Mossad, agen rahasia Israel.
Presiden AS Donald Trump yang akan habis masa jabatannya pernah berkomentar dalam kampanyenya awal ia akan menjadi presiden, bahwa Obama yang membentuk ISIS. Jika itu benar, saya tidak memahami mengapa rahasia intelijen AS ini dipaparkan ke muka publik.
Kemudian, info ini dikuatkan dengan ditemukannya kertas selebaran di medan pertempuran di Irak. Isinya jika pesawat tempur AS terlihat di udara, jangan ditembak. Berarti dengan data tersebut kita mengetahui bahwa ISIS itu diciptakan oleh AS dan Israel. Jika kita bicara AS dan Israel tidak ada bedanya. Dua negara itu adalah sekutu.
Masih ingat harian “Kompas,” menurunkan berita khusus tentang pilot AURI dilatih di Israel. Kemudian dibuat skenario, seakan-akan dilatih di AS? Sebelum pilot kita pulang dari Israel, mereka dibawa dulu ke AS. Mereka membeli oleh-oleh di AS. Dipesankan kepada mereka, jika ditanya latihannya, bukan di Israel, tetapi di AS.
Apalagi jika mendengar informasi ISIS dari Edward Snowden. Ia bukan warga negara biasa. Snowden adalah mantan agen rahasia AS, NSA. Sangat jelas kekacauan ini terjadi setelah Presiden Irak Saddam Hussein, tumbang dan digantung. Setelah itu para pengikut Saddam, demi membalas dendam bergabung juga dengan ISIS. Ada beberapa kelompok di Irak yang bergabung di dalamnya.
Sepertinya kelompok pendukung Saddam Hussein kecewa dengan tindakan ISIS yang membunuh dengan kejam siapa saja menentang gagasannya.
Dulu semasa masih bernama Negara Islam di Irak, belum di Suriah, kelomok pendukung Saddam Hussein masih disegani. Pernah menyerang sebuah universitas di Baghdad, kemudian buru-buru ditinggalkan universitas tersebut. Hal ini karena masih segan dengan pengikut Saddam Hussein.Lama kelamaan ketika sudah ada di Suriah, yang namanya dari ISI (hanya di Irak) menjadi ISIS (suah masuk Suriah) keadaan semakin tak terkendali.
Ketika ditanyakan, mengapa banyak negara ingin bergabung dengan ISIS, termasuk dari Indonesia? Karena mereka dibayar tinggi. Dari mana uangnya? Dari mana kendaraan mewah ISIS berasal? Ya, itulah asumsi di atas bahwa AS dan Israel berada di belakangnya. ***