Serangan ISIS di Irak Jelang Pergantian Presiden AS

Oleh Dasman Djamaluddin

*Penulis, Wartawan senior tinggal di Jakarta.

Di akhir bulan Desember 2020 ini, Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) atau disebut juga Negara Islam Irak dan Syam, juga dikenal dengan Daesh, kembali melakukan aksinya dengan menyerang empat desa di wilayah utara Irak. Dua orang tewas.

Demikian ungkap “Anadolu Agency, ” pada Selasa, 29 Desember 2020 dan menambahkan, serangan tersebut terjadi di desa Syirik, Al-Qaya, Al-Islah, dan Umm Al-Hatta.

Pesawat militer Irak juga dilaporkan melancarkan beberapa serangan udara di empat lokasi yang diserang oleh ISIS tersebut.

Keempat lokasi tersebut membentang di antara pinggiran distrik Jalawla dan Khanaqin, Provinsi Diyala.

Selama tiga tahun terakhir, pinggiran Jalawla dan Khanaqin telah terjadi gangguan keamanan dari ISIS yang terus berlangsung.

Wilayah tersebut menjadi target serangan ISIS setelah kelompok tersebut dilumpuhkan oleh pasukan gabungan yang dipimpin oleh AS.

Berarti pula situasi di Irak masih terus dibayang-bayangi kecemasan setelah AS dan sekutunya menginvasi “Negara 1001 Malam” itu.

Serangan ISIS itu memunculkan pertanyaan. Adakah kaitan serangan tersebut untuk mengingatkan kepada Presiden AS terpilih Joe Biden yang akan dilantik pada 20 Januari 2021? Mengapa?

Joe Biden adalah mantan Wakil Presiden AS Barack Obama. Sementara Presiden AS sekarang ini Donald Trump pernah mengatakan dalam kampanyenya, bahwa Obama yang membentuk ISIS. Rahasia intelijen AS itu telah diketahui umum.

Kemudian, info ini dikuatkan dengan ditemukannya kertas selebaran di medan pertempuran di Irak. Isinya jika pesawat tempur AS terlihat di udara, jangan ditembak. Berarti dengan data tersebut kita mengetahui bahwa ISIS itu diciptakan oleh AS dan Israel. Jika kita bicara AS dan Israel tidak ada bedanya. Dua negara itu adalah sekutu.

Bagaimana Sikap Indonesia?

Jika sebuah negara tidak stabil, sudah tentu sangat mudah diintervensi pihak asing. Contohnya seperti Irak dan Suriah.

Oleh karena itu, pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD, bahwa pemerintah Indonesia tidak berencana memulangkan sekitar 660 WNI yang diduga menjadi petempur teroris lintas batas atau foreign terrorist fighters (FTF) di beberapa negara, merupakan pernyataan yang sangat tepat.

“Keputusan rapat (kabinet) tadi, pemerintah dan negara harus memberi rasa aman dari ancaman terorisme dan virus-virus baru teroris terhadap 267 juta rakyat indonesia,” kata Mahfud waktu itu di hadapan wartawan, usai mengikuti rapat kabinet di komplek Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa, 11 Februari 2020, sore.

Hal itu diputuskan dalam rapat kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo di komplek Istana Merdeka, yang berakhir Selasa, 11 Februari 2020, sore, di tengah polemik tajam di masyarakat terkait keberadaan WNI eks petempur ISIS yang minta dipulangkan ke Indonesia.

Anak-anak yang lahir sewaktu ayah dan ibunya ikut ISIS mungkin perlu didiskusikan sebaik-baiknya agar mereka juga jangan menjadi teroris. Bukankah pemboman yang dilakukan ISIS baru-baru ini lebih banyak para generasi penerusnya yang berperan? ***

About redaksi

Check Also

Mengapa Disiplin dan Bersih Begitu Susah Di Indonesia ?

Oleh  : Nia Samsihono Saat aku melangkah menyusuri Jalan Pemuda Kota Semarang aku mencoba menikmati …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca