Dr Bayquni melanjutkan sebuah indikasi kuat bagaimana paham FPI yang mengarah pada intoleransi, kekerasan, dan terorisme berusaha untuk bertahan dengan substansi yang sama namun hanya dikemas dengan sedikit berbeda.
Paham yang mengarah pada intoleransi, kekerasan, hingga terorisme tidak dapat kita biarkan melukai kebhinnekaan Indonesia yang harmonis dan dengan penuh toleransi. Kita sepatutnya waspada terhadap bentuk baru radikalisme yang termuat dalam Front Persatuan Islam demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kedaulatan tanah air.
Ditempat terpisah Anthony Danar dari Strategi Institute menyampaikan apabila Pembubaran FPI dianggap pengalihan issue justru hal ini terjadi sebagai respon terhadap ancaman pembangkangan dari FPI yang selalu menyalahkan dan menistakan pemerintah sekarang.
FPI justru tendensius, sementara HTI tidak tendensius tapi maksud dan tujuannya terang benderang mengganti Pancasila dengan Khilafah. HTI pada waktu itu masih ormas yang berbadan hukum, makanya pembubarannya pakai keputusan Kemenkumham. Sementara FPI, tidak bisa dibubarkan dengan cara normatif, yakni dengan keputusan Kemenkumham karena tidak terdaftar Jakarta (30/12)
Anthony Danar juga menilai jika pentolan eks-FPI tetap menganggap SKB ini sebagai upaya menghalangi keadilan atau obstruction of justice, justu ini adalah pengalihan itu sendiri. Karena, MRS yang menjadi tersangka masih dalam proses. Pembelaan dan upaya hukum selalu tersedia bagi MRS, dan tidak dihalang-halangi.
Yaitu, dia punya penasehat hukum, pengacara, dan upaya hukum lainnya seperti praperadilan yang juga sudah ditempuh sama mereka. Mereka hanya perlu sabar sedikit, bahwa proses itu sedang berjalan dan melibatkan berbagai stakeholder, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, bahkan proses di Mahkamah Agung.
Apabila ada tudingan eks-FPI bahwa SKB pelarangan dan pembubaran FPI melanggar Konstitusi Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, Pasal 24 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Putusan Mahkamah Konstitusi 82/PPU-XI/2013.
Ini adalah sebuah kekeliruan semata dalam memahami UU . Sebab Konstitusi menjamin ditegakkannya HAM berlaku dua arah. Pasal 28E vs pasal 28G (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.*)
Pasal 28I (2) Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.*)
Lalu dilanjutkan pada Pasal 28 (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.* ) serta pada ayat (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.* )
Artinya SKB adalah bentuk arahan dari pemerintah agar masyarakat luas tidak tersesat dan terjebak dalam kegiatan ormas yang mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat dengan sikap intoleran dan menistakan pemerintahan yang sah tegas Anthony Danar yang juga mantan aktivis 98 dari FKSMJ.
Lantas berdasarkan referensi masa lalu, apakah keputusan Pemerintah membubarkan FPI adalah pelanggaran HAM? Itulah pertanyaan yang akan muncul sebab pembubaran sebuah organisasi massa, jika langkah itu harus ditempuh, untuk melindungi penegakan hukum sebagaimana mestinya (boleh dibaca: sweeping dll itu urusan aparat bukan ormas-red). Melindungi kebebasan warga negara lainnya untuk memilih keyakinannya sendiri. Maka justru itulah penegakan HAM yang sejati.
Selamat Tahun Baru 2021 semoga Indonesia bisa mewujudkan cita cita bangsa mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.