Bekasi Ora (7)
Nenek. Kami memanggilnya. Untuk membahasakan anak-anak kami agar mampu menempatkan orang yang patut mendapatkan penghargaan atas jasa dan perjuangannya. Juga untuk terbiasa memanggilnya nenek.
Nek Isah, lengkapnya nenek Aisah. Lahir dibesarkan dan meninggal di Bekasi. Menjelang pergantian tahun baru. Ditandai banjir besar Sungai Bekasi yang meluap hingga setinggi leher orang dewasa, itu di dalam rumah Nek Isah.
Jauh sebelumnya, babah Muhammad Salim juga meninggal di akhir tahun persis seperti Dadah Rosyadah binti Muhammad Salim yang meninggal di ujung tahun.
Nun jauh di kampung halaman sana. Orang tua kami, besan dari Nek Isah, keduanya juga meninggal dunia di akhir tahun. Tepatnya di penghujung tahun 2019.
Babah Muhammad Salim bin Ridi meninggal di tahun 1991, berturut-turut disusul besan perempuannya eyang Suwarti binti mbah Kromodimedjo, menyusul 46 hari kemudian eyang Rusdi Hadi Suwarno bin mbah Kasan Suhadi dan Nenek Aisah. Semoga Allah Taala menempatkan mereka min riyadul jannah, taman dari taman surga.
Lahumul Fatihah.
Ketiganya meninggalkan kami, dengan jarak yang sangat dekat. September, November dan Desember di tahun yang sama. Kesedihan yang sangat mendalam bagi kami, anak cucu dan cicit yang ditinggalkan.
Teringat di benak kami, anak, cucu dan cicit mereka orang-orang baik. Orang yang berjasa besar bagi kami. Bakti kami masih terlalu sedikit dibandingkan perjuangan, pengurbanan dan upaya mereka membimbing kami ke perjalanan sampai hari ini.
Hanya doa dan doa yang mampu kami panjatkan kehadirat Allah Taala agar mereka mendaatkan pengampunan atas dosa, khilaf dan salah selama hidup di dunia yang fana ini.
Desember secara nasional, bangsa Indonesia tengah memperingati Hari Ibu. Berbeda dengan Mother Day, Hari Ibu memperingati perjuangan kaum perempuan Indonesia yang berjuang mewujudkan kesejahteraan bagi kaum perempuan.
Sesungguhnya ibu yang secara biologis orang tua kami sebagai ibu bangsa. Merekalah sesungguhnya yang perlu memperoleh apresiasi tinggi di hari ibu. Dari tangan-tangan mereka kami mampu menapaki jalan terjal hingga hari ini. Juga menjadi bekal bagi anak, cucu dan cicit menjalani kehidupan masa depan yang akan semakin berat saja.
Pandemi Korona yang belum mereda, cenderung bahkan meningkat. Orang tua dulu berpesan, ketika menemukan zaman bubrah agar tidak mengikuti arus. Tetap menjalani kehidupan seperti nenek moyang dulu. Hidup bersih sehat dan teratur, hidup dan menjalani kehidupan seperti sudah dibuatlan rel. Tinggal menjalani, mengikuti jalan yang sudah dirintis.
Hiruk pikuknya dunia agar dimaknai sebagai dinamika saja. Semuanya bakal meninggalkan dunia, dunia akan meningkatkan semuanya. Tidak ada yang tersisa, kecuali amal sholeh. Semoga orang tua kita, semuanya orang-orang terbaik dalam pandangan Allah Taala. Allahuma aamiin.