BAZNAS bersama Institut Pertanian Bogor (IPB), Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), dan Bank Indonesia (BI) mengkaji pembayaran Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) oleh masyarakat yang tidak dilakukan melalui Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) resmi. Hasilnya, jumlah penghimpunan ZIS yang tidak melalui OPZ resmi pada 2020 sebesar Rp 61.258.712.487.476.
Pilihan masyarakat untuk tidak membayar zakat melalui OPZ resmi menyebabkan angka penghimpunan ZIS di Indonesia yang tercatat jauh lebih rendah dari potensi yang ada.
Hal tersebut disampaikan Ketua BAZNAS, Prof Dr Bambang Sudibyo MBA CA dalam Acara Public Expose Survey Pembayaran ZIS Non Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) di Indonesia tahun 2019-2020 pada Selasa (22/12). Hadir pula Kepala Lembaga Pusat kajian Strategis (Puskas) BAZNAS, Dr Moh Hasbi Zaenal yang memaparkan hasil kajian secara lengkap.
“Menurut studi yang dilakukan oleh Puskas BAZNAS, potensi zakat di Indonesia mencapai 233,8 Triliun, sedangkan diketahui bahwa penghimpunan ZIS secara nasional pada 2019 melalui OPZ resmi mencapai 10 Triliun atau masih 5,2 persen dari potensi zakat,” katanya.
Menurut Charity Aid Foundation World Giving 2018, Indonesia dinobatkan menjadi negara yang paling dermawan. Pernyataan ini didukung dengan kondisi masyarakat Indonesia yang memiliki tipikal budaya untuk berbagi yang sangat kuat dan cenderung lebih suka berdonasi langsung kepada kerabat dekat, atau orang yang membutuhkan yang berada didekatnya.
“Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa penghimpunan ZIS selama ini selain terdistribusi ke OPZ resmi, juga banyak melalui perorangan atau lembaga tidak resmi. Besarnya semangat berbagi masyarakat ini sayangnya menjadi tidak tercatat dalam Laporan Zakat Nasional (LZN) yang disusun BAZNAS,” katanya.
LZN disusun oleh BAZNAS setiap tahun untuk mencatat jumlah penghimpunan dan penyaluran dari dana ZIS yang ditunaikan melalui BAZNAS maupun LAZ pada skala naaional, provinsi hingga kabupaten/kota. Data tersebut digunakan untuk pengambilan kebijakan strategis dalam upaya meningkatkan kesejahteraan mustahik.
Dr. Moh Hasbi Zaenal mengatakan, hasil risetnya terdiri dari jumlah zakat sebesar Rp 30.503.424.730.454 dan Infak Sedekah sebesar Rp 30.755.287.757.022.
Berdasarkan wilayahnya, tiga wilayah dengan jumlah pengumpulan ZIS terbesar yaitu wilayah Jawa (55,95 persen) wilayah Sumatera (22,76 persen) dan wilayah Kalimantan (9,54 persen).
Kajian ini dilakukan dengan cara survei di 34 provinsi di Indonesia dengan responden terbagi menjadi tiga yaitu Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), lembaga non-DKM, dan perorangan yang membayarkan zakat langsung ke mustahik.
Dari hasil survei yang dilakukan selama dua bulan pada pertengahan Agustus hingga Oktober 2020, didapatkan bahwa data yang terkumpul sebanyak 3.211 responden yang terdiri dari 667 DKM Masjid, 477 Lembaga Pengelola ZIS Non DKM, dan 2.067 perorangan.
Hasil survey penghimpunan ZIS Non Kelembagaan Tahun 2020 lebih besar dari survey 2019. Pada 2019, hasil survei sebesar Rp58.286.927.636.780 yang terdiri dari jumlah zakat sebesar Rp 29.852.206.694.358 dan Infak Sedekah sebesar Rp 28.434.720.942.422.
Jumlah pengumpulan ZIS terbesar sama dengan 2020 yakni wilayah Jawa (55,67 persen), wilayah Sumatera (22,10 persen), dan wilayah Kalimantan (9,34 persen).
“Hasil didapatkan bahwa besarnya nilai pengumpulan ZIS yang tidak ditunaikan melalui OPZ resmi jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan jumlah ZIS yang berhasil dikumpulkan oleh lembaga zakat resmi,” katanya.
Oleh karena itu, kata dia, perlu upaya lebih kuat lagi dari BAZNAS dan LAZ resmi yang ada dan kebijakan pemerintah yang memberikan insentif kepada masyarakat agar menyalurkan ZIS melalui OPZ resmi yang sudah ada.
Selain itu, dari hasil tersebut diketahui bahwa dana ZIS merupakan dana filantropi yang tetap mengalami peningkatan walaupun terjadi krisis ekonomi akibat pandemic Covid-19 sehingga dapat dijadikan sumber pembiayaan dalam mengatasi masalah kemiskinan.(dohand)