Oleh: Dr. H. Joni,SH.MH
*Penulis, Notaris tinggal di Sampit.
MEMPRIHATINKAN. Kedatangan Habib Riziq setelah sekian lama tinggal di Kerajaan Saudi Arabia membawa korban. Hal itu terutama secara kasat mata dikaitkan dengan tidak dipatuhi atau tidak ditegakkannya protokol kesehatan. Massa penjemput yang berjumlah ratusan ribu, disusul dengan hajatan dan mauludan akhirnya memantik sanksi. Habib Riziq dijatuhi hukuman denda 50 juta rupiah dan telah dibayar tunai. Berikutnya Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat dicopot. Berikutnya lagi, Anis Baswedan dipanggil pihak kepolisian karena yang bertanggungjawab atas ijin kerumunan adalah Gubernur DKI.
Politisasi Virus Korona
Kehadiran Imam Besar itu mengundang pro dan kontra dan menyebabkan suhu politik tanah air meningkat. Sederet peristiwa sebagaimana dinyatakan di atas itu adalah bagian dari politisasi dimaksud. Ada lagi cercaan yang disampaikan oleh Nikita Mirzani, yang turut meramaikan pentas politik. Pada hal harusnya seperti kicauan Nikita itu tidak perlu ditanggapi, karena di samping tidak level yang bersangkutan sedang mencari panggung.
Namun kepastian dari berbagai urutan peristiwa itu masih terus berlanjut. Satu sisi bahwa berbagai pihak khususnya yang secara obyektif memantau perkembangan pandemi korona ini minta agar politisasi terhadap pandemi korona tidak diteruskan, alias dihentikan. Permintaan itu misalnya datang dari Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus. Dipolitisasi atau tidak, faktanya beberapa hari terakhir terjadi lonjakan kasus virus corona baru. Secara ekstrem ia mengumpamakan pandemi ini sebagai pertandingan sepak bola. Untuk itu ia minta hentikan politisasi virus korona, dan jangan dianggap sebagai permainan politik.
Bahwa pandemi bukanlah sepak bola politik. Angan-angan atau pengalihan yang disengaja tidak akan mencegah transmisi atau menyelamatkan nyawa. Konkretnya yang akan menyelamatkan nyawa adalah sains, solusi, dan solidaritas. Itulah mengapa ribuan kali, ibaratnya pihak WHO terus meneriakkan tanpa lelah, slogan yang intinya adalah solidaritas, solidaritas, dan solidaritas. Sebab, faktanya baik secara lokal maupun global telah terjadi perpecahan politik. Baik pada tingkat global maupun tingkat nasional, di mana ada rasa tidak hormat yang terang terangan terhadap para ahli ilmu pengetahuan dan kesehatan, dan cenderung melakukan politisasi terhadap fenomena pendemi korona dengan segala seginya.
Politisasi lebih menonjol dan hal itu membahayakan keselamatan rakyat. Keselamatan rakyat cendereung dijadikan sebagai komoditas yang dibahas tanpa solusi, tetapi cendereung dipolitisasi. Para tokoh lebih mencermati ada atau tidaknya tindakan pencegahan senantiasa terkait dengan masalah pokitik. Hal ini yang tentunya merupakan bahaya besar bagi peperangan melawan pandemi.
Tiada Solusi Permanen
Faktanya bahwa kita semua sedang diuji, dan harus belajar dari merebaknya virus korona ini. Untuk itu tidak ada solusi ajaib untuk wabah virus corona. Sulosi permanennya hanya satu yaitu kerja keras dari para pemimpin di semua tingkat masyarakat, petugas kesehatan, pelacak kontak, dan individu. Tanpa kerja keras dan saliung bahu membahu, maka pandemic korona ini sepertinya mustahil, diberantas.
Ilmu pengetahuan terus memberi tahu seluruh komponen masyarakat kebenaran tentang virus ini, tentang bagaimana cara menahannya, menekannya, dan menghentikannya kembali, dan bagaimana menyelamatkan nyawa.
Tidak bisa diselesaikan degan politisasi, apa lagi kemudian terjadi persaingan ambisi dengan dalih untuk menyetop pendemi korona. Bahwa pada faktanya banyak negara telah mengikuti ilmu pengetahuan, menekan virus corona, dan meminimalkan kematian akibat pandemi korona.
Intinya bahwa ketika semua pihak bahu membahu, dan para pemimpin bersungguh sungguh dalam hal pengawasan dan tindakan, virus dapat ditekan. Namun manaklala terjadi saling curiga, dan kemudian dipolitisasi, pemberantasan cenderung kendor. Terjadi saling klaim dan saling ancam yang intinya hal seperti itu tidak menyelesaikan masalah. Untuk ini, khususnya para pengambil keputusan harus bergerak cepat, efektif dan efisien, dengan mengabaikan tindakan dan penilaian yang besifat politis terhadap tindakan yang tilakukan, atau tidak dilakukan.
Secara normatif, dalam kaitan dengan peperangan terhadap pandemi ini harus teersedia layanan yang adil ke seluruh lapisan masyarakat. Pemastian terhadap kinerja dari pemberian vaksin virus corona baru, diagnostik, dan terapeutik merupakan hal atau tindakan yang bersifat mutlak untuk dilakukan. Hal itu menjadi satu tindakan yang cerdas yang dapat dilakukan untuk mempercepat terhentinya laju pandemi korona dan berimbas kepada pemulihan ekonomi global.
Sementara itu pada sisi lain solusi yang ditawarkan namun masih tetap terjadi gonjang ganjing adalah pemberian vaksin korona. Inipun sekarang sedang menghadapi politisasi. Pada hal, intinya bahwa kita tidak bisa hanya menunggu vaksin (virus corona). Kita harus menyelamatkan nyawa dengan alat yang kita miliki, dan dengan keyakinan yang sepenuhnya didasarkan pada upaya pembereantasan, adalah solusinya.
Empat Solusi
Bahwasanya ketika kasus virus corona meningkat di seluruh wilayah di dunia, solusinya bukan politisasi. Itu tidak menyelesaikan masalah, namun secara professional harus diselesaikan bedasarkan empat prinsip yang sifatnya mendesak. Dalam pandangan institusi kesehatan dunia, empath al ini mutlak diteapkan Ketika tujuannya adalah menghentikan peredaran virus korona.
Pertama, cegah peristiwa atau acara yang meningkatkan penyebaran virus corona. Di seluruh dunia, ledakan kasus ada kaitannya dengan pertemuan di stadion, klub malam, tempat ibadah, dan keramaian lainnya. Kedua, melindungi yang rentan. Ini untuk menyelamatkan nyawa sekaligus mengurangi beban sistem kesehatan pasien yang sakit parah dan kritis. Disiplin untuk menegakkan protocol kesehatan mutlak dilaksanakan.
Ketiga mendidik dan memberdayakan masyarakat untuk melindungi diri sendiri dan orang lain. Menjaga jarak, kebersihan tangan, etika pernapasan, dan penggunaan maske. Kesemuanya dapat membantu mengekang penularan dan menyelamatkan nyawa, tidak dalam isolasi, tetapi bersama-sama. Keempat bertahan dengan dasar-dasar kesehatan masyarakat, menemukan, mengisolasi, menguji dan merawat kasus, serta melacak dan mengarantina kontak mereka.
Intinya ketika sebuah kebijakan dilakukan dengan bertumpu keempat hal itu dengan baik, dapat mencegah atau menahan penularan yang meluas dan menghindari keharusan memberlakukan kembali apa yang disebut lockdown. Bukan dengan mengendorkan tindakan, apalagi politisasi. Itu pasti tidak akan menyelesaikan masalah, dan cenderung menciptakan masalah baru.***