Komparasi Dua Senyawa Kimia Pengolahan Air Asam Tambang

Oleh: Geni Kristina

*Penulis, Mahasiswa  jurusan Kimia FMIPA, Universitas Palangka Raya

Indonesia adalah salah satu negara penghasil batubara yang cukup besar. Jumlah sumber daya batubara di Indonesia berdasarkan perhitungan pusat sumber daya geologi departemen energi dan sumber daya mineral tahun 2005 adalah sebesar 61, 366 miliar ton.

Batubara merupakan bisnis energi yang paling besar, jika dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia, diperkirakan pada tahun 2030 penggunaan batubara untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di Asia akan mencapai 7 miliar ton dengan semakin besar kegiatan penambangan maka secara otomatis akan semakin meningkat pula dampak negatif yang akan muncul. Di Indonesia, banyak wilayah atau daerah yang melakukan pertambangan, salah satunya adalah usaha penambangan batu bara yang dilakukan di kalimantan yang kerap memunculkan air asam tambang. Asam tambang merupakan pencemar air tertinggi dari fase produksi tambang.

Suatu kegiatan penambangan adalah akar dari perubahan lingkungan, melalui kegiatan penambangan dapat merubah sifat kimiawi yang berdampak pada kualitas air tanah, tidak hanya perubahan kimiawi yang terjadi namun perubahan fisik berupa topografi lahan dan perubahan morfologi pun terjadi. Pada saat penambangan pasti memiliki permasalahan salah satunya mengenai masalah air asam tambang. Air asam tambang ini terbentuk karena adanya FeS (pyrite) yang teroksidasi, bereaksi dengan air dan oksigen.

Air asam tambang adalah air yang berasal dari tambang atau batuan yang mengandung mineral sulfida, beberapa sulfida logam seperti oksidasi pirit (FeS2) akan membentuk ion ferro (Fe2+), sulfat dan beberapa proton pembentuk keasaman, sehingga kondisi lingkungan menjadi asam.

Untuk membedakan dengan air asam yang timbul akibat kegiatan lain seperti penggalian untuk pembangunan fondasi bangunan, pembuatan tambak dan sebagainya. Beberapa mineral sulfida yang ditemukan pada proses air asam tambang FeS2, CuS2, CuS, CuFeS2, MoS2, NiS, PbS dan ZnS. Terbentuknya air asam tambang ditandai oleh pH yang rendah (1,5-4) konsentrasi logam terlarut yang tinggi, nilai acidity yang tinggi, nilai sulfat yang tinggi dan konsentrasi O2 yang rendah.

Oleh karena itu, dibutuhkan suatu analisis mengenai pengelolaan dan pemurnian air asam tambang dengan Kalsium hidroksida Ca(OH)2 yang biasa disebut sebagai kapur padam, dan dengan Aluminium Sulfat Al2(SO4)3 atau tawas. Dalam studi yang telah dilakukan hasil dari komparasi dua senyawa tersebut dalam pengolahan air asam tambang dengan menggunakan kapur padam hasil pengujian kandungan Total Suspend Solid (TSS) semakin tinggi dari 591 mg/L menjadi 799 mg/L dan pada tawas hasil pengujian kandungan nilai Total Suspend Solid (TSS) pada air asam tambang dengan menggunakan tawas didapatkan kandungan TSS semakin rendah atau sesuai dengan baku mutu yaitu 300 mg/L dari 591 menjadi 300 mg/L dan didapatkan juga nilai kandungan Total Dissolved Solid (TDS) semakin tinggi dari 201 menjadi 212 mg/L dimana nilai tersebut sama dengan menggunakan kapur padam.

Dengan demikian, air asam tambang yang dikelola dengan baik dan benar serta memenuhi baku mutu air dapat dimanfaatkan sehingga mengurangi semakin meningkatnya air asam tambang akibat penambangan yang dilakukan, dengan komparasi dua senyawa tersebut dapat diketahui aktifitasnya terhadap air asam tambang. ***

About redaksi

Check Also

Tim PkM USM Sosialisasi Diversifikasi Olahan Buah Pala di SMKN H Moenadi Ungaran

SEMARANG,KORANPELITA – Tim Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Semarang (PkM USM) melakukan Sosialisasi Diversifikasi Olahan Buah …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca