Bahan Baku Pembuatan Bioetanol Dari  Limbah Kulit Pisang

Oleh: Mia Puspita

*Penulis, mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Palangka Raya

 

Pada masa sekarang kecendrungan pemakaian bahan bakar sangat tinggi sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang dipakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu, perlu adanya bahan alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti minyak bumi. Bioetanol dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk pemecahan masalah energi pada saat ini.

Saat ini sedang diusahakan secara intensif pemanfaatan bahan-bahan yang mengandung serat kasar dengan karbohidrat yang tinggi, dimana semua bahan yang mengandung karbohidrat dapat diolah menjadi bioetanol. Misalnya umbi kayu, ubi jalar, pisang, kulit pisang dan lain-lain. Bioetanol dapat dihasilkan dari tanaman yang banyak mengandung senyawa selulosa dengan menggunakan bantuan dari aktivitas mikroba.

Menurut Herliati pada tahun 2018 bioetanol merupakan etanol atau etil alkohol (C2H5OH) dapat dihasilkan dari proses fermentasi glukosa (C6H12O6) yang berasal dari bahan baku nabati. Seperti disebutkan dalam PP No 5 Tahun 2006, bioetanol adalah salah satu Bahan Bakar Nabati (BBN), sebagai energi alternatif, yang diwajibkan pemakaiannya.

Hal ini didasari oleh produksi BBM nasional yang kian menurun dari tahun ke tahun serta meningkatnya jumlah impor BBM Nasional setiap tahunnya. Bioetanol merupakan cairan hasil proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat (pati) menggunakan bantuan mikroorganisme. Produksi bioetanol dari tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula atau glukosa dengan beberapa metode diantaranya dengan hidrolisis asam dan secara enzimatis.

Metode hidrolisis secara enzimatis lebih sering digunakan karena lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan katalis asam. Glukosa yang diperoleh selanjutnya dilakukan proses fermentasi atau peragian dengan menambahkan yeast atau ragi sehingga diperoleh bioetanol.
Pisang dengan nama Latin Musa paradisiaca merupakan jenis buah-buahan tropis yang sangat banyak dihasilkan di indonesia.

Pulau Jawa dan Madura mempunyai kapasitas produksi kira-kira 180.153 ton pertahun. Pisang merupakan buah yang banyak tumbuh di daerah-daerah di Indonesia. Produksi pisang di Indonesia mencapai lebih dari 7 ton pada tahun 2016. Pisang-pisang ini sebagian besar dikonsumsi di dalam negeri. Tingginya angka konsumsi tersebut mengindikasikan bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia akan buah pisang sangat tinggi. Dengan kata lain, hal ini menimbulkan dampak baru, yaitu limbah kulit pisang yang juga tinggi.

Pemanfaatan limbah kulit pisang sebagai sumber biomass, merupakan sumber yang sangat potensial, khususnya kulit pisang kepok, memiliki kandungan pati sebesar 18,5 %, kandungan karbohidrat dalam kulit pisang kepok adalah 18,50 %. Selain itu juga disebutkan bahwa kulit pisang kepok memiliki kandungan karbohidrat lebih tinggi dibandingkan dengan kulit Cavendish dan kulit pisang nangka.

Hasil penelitian dengan kulit pisang Cavendish menghasilkan kadar etanol sebesar 0,37 %, dan kulit pisang nangka sebesar
0,20 %. Sedangkan penelitian menggunakan kulit pisang kepok menghasilkan kadar sebesar
0,45 %. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kulit pisang kepok memiliki potensi lebih besar dalam menghasilkan bioetanol dibandingkan dengan kulit pisang lainnya.

Kulit pisang kapok biasanya hanya dibuang, hal ini tentu saja berdampak pada permasalahan lingkungan. Kulit pisang dapat mencemari permukaan tanah karena dapat meningkatkan keasaman tanah.

Berdasarkan permasalahan ini, penelitian tentang pemanfaatan limbah kulit pisang kepok sebagai bahan baku bioetanol sangat berguna untuk dikembangkan karena selain dapat mengatasi masalah pencemaran tanah sekaligus dapat menjadi pemecahan masalah energi nasional. Kandungan pati yang terdapat pada kulit pisang kepok berpotensi sebagai bahan pembuatan etanol.

Proses pembuatan bioetanol dari kulit pisang telah banyak dilakukan, namun pada penelitian ini akan dilakukan beberapa hal yang belum dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum dari tahapan hidrolisa pati menjadi glukosa dan dilanjutkan dengan tahapan fermentasi glukosa menjadi bioetanol.

Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari bahan baku yang mengandung karbohidrat melalui proses fermentasi. Selain dapat digunakan sebagai bahan baku industri, senyawa ini sedang dikembangkan sebagai bahan bakar nabati. Bioetanol yang digunakan sebagai BBN mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan BBM, di antaranya adalah lebih ramah lingkungan karena bioetanol memiliki bilangan oktan 92 dimana lebih tinggi dibandingkan premium (nilai oktan 88). Selain itu, bioetanol juga merupakan bahan bakar yang tidak menghasilkan gas karbondioksida (CO2) ketika dibakar dan relatif kompetibel dengan mesin mobil berbahan bakar bensin sehingga tidak memerlukan adanya modifikasi pada mesin kendaraan.

Pembuatan bioetanol diawali dengan reaksi hidrolisis pati dengan bantuan katalis asam. Keberadaan katalis asam membantu mempercepat penguraian komponen polisakarida menjadi monomer-monomernya. Proses hidrolisis yang sempurna ditandai dengan perubahan selulosa dan pati yang terdapat di dalam kulit pisang menjadi glukosa, sementara hemiselulosa akan terurai menjadi senyawa pentosa dan heksosa.

Umumnya, asam yang digunakan untuk hidrolisis adalah asam kuat yaitu asam sulfat (H2SO4), asam perklorat, dan HCl.

Hidrolisis asam dikelompokkan menjadi dua yaitu hidrolisis asam pekat dengan konsentrasi tinggi dan hidrolisis asam encer dengan konsentrasi rendah, hidrolisis menggunakan asam konsentrasi tinggi memiliki keunggulan antara lain proses hidrolisis dapat dilakukan pada suhu yang rendah yield gula yang dapatkan tinggi. Namun demikian, penggunaan asam dengan kepekatan tinggi mempunyai kelemahan antara lain jumlah asam yang digunakan sangat banyak dan potensi korosi pada peralatan produksi terutama alat yang terbuat dari besi, dan waktu reaksi yang dibutuhkan relatif lama yaitu berkisar antara dua hingga enam jam. Hidrolisis menggunakan asam dengan konsentrasi rendah mempunyai keunggulan diantaranya jumlah asam yang digunakan sedikit dan waktu tinggal yang sebentar.

Namun kelemahan jika menggunakan asam dengan konsentrasi rendah antara lain membutuhkan suhu tinggi dalam proses operasinya dan yield gula yang didapatkan lebih rendah. Pada peneitian ini, reaksi hidrolisis pati, dalam kandungan kulit pisang, menjadi glukosa menggunakan asam klorida encer yaitu 3 % (v/v).

Setelah dihasilkan glukosa, selanjutnya dilakukan proses fermentasi untuk menghasilkan bioetanol. Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang merupakan hasil metabolisme mikroorganisme.

Pada mulanya fermentasi didefinisikan sebagai anggur yang mendidih, kemudian pengertiannya berkembang secara luas menjadi penggunaan mikroorganisme untuk mengolah bahan pangan. Louis Pasteur mendefinisikan, fermentasi adalah proses penguraian gula pada buah anggur menjadi gelembung-gelembung karbondioksida (CO2) oleh jamur yang terdapat dalam cairan ekstrak buah anggur tersebut.

Pengertian lain dari fermentasi etanol adalah fermentasi alkohol yaitu proses biologi dimana gula seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa dikonversi menjadi energi selular dan menghasilkan etanol dan karbondioksida sebagai hasil samping. Keberlangsungan proses fermentasi sangat tergantung pada jenis mikroorganisme yang digunakan. Hidayat dan Suhartini dalam laporannya menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi adalah suhu, kondisi pH fermentasi, jenis ragi dan waktu fermentasi.(Teknologi & Universitas, 2018).

Menurut Retno pada tahun 2011 pembuatan biotanol berlangsung dalam dua tahapan yaitu hidrolisa pati menjadi glukosa dan dilanjutkan dengan proses fermentasi glukosa menjadi bioetanol. Reaksi hidrolisa terjadi di dalam reaktor batch, Ditimbang sebanyak 100 g kulit pisang yang telah dihaluskan dan ditambahkan 200 ml HCl 3 %. Semua bahan dicampur di dalam reaktor lalu campuran dipanaskan sampai suhu 100oC. Setelah reaksi berlangsung selama 1 jam, hasil reaksi didinginkan.

Campuran yang telah dingin kemudian dinetralkan dengan menambahkan sejumlah larutan sodium hidroksida. Sampel disimpan di dalam vial untuk kemudian dilakukan pengujian kadar glukosa dengan metode titrasi iodometri.
Tahap kedua adalah fermentasi glukosa menggunakan ragi roti (saccharomyces cerevisiae) dengan konsentrasi 3% di dalam fermentor.

Parameter yang diamaati adalah lama fermentasi dengan variasi 2,4,6 dan 8 hari, PH reaksi pada angka asam 4 dan 5 serta suhu reaksi pada dua kondisi 300C dan 40⁰C. Pada akhir fermentasi, padatan dipisahkan menggunakan kertas saring sementara filtrat yang berupa etanol, karbondioksida dan air kemudian di distilasi untuk memisahkan etanol yang dihasilkan (Tri & Nuri, 2011).
Jadi, telah dilakukan penelitian pembuatan bioetanol dari bahan baku kulit pisang kepok. Proses sintesa dilakukan dalam dua tahap yaitu hidrolisa pati menggunakan asam klorida encer sebagai katalis. Setelah gula dihasilkan dari proses hidrolisa, kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi glukosa menggunakan ragi roti 3% pada berbagai variasi suhu dan pH serta lama fermentasi.

Hasil terbaik diperoleh pada waktu fermentasi 6 hari dengan keasaman pH 4 dan temperatur 40oC. Kadar alkohol tertinggi yang dicapai 6.73% dengan yield sebesar 86,35%. Hasil ini sedikit lebih baik dibandingkan dengan yang diperoleh oleh peneliti sebelumnya dengan yield 78 %. ***

About redaksi

Check Also

Tim PkM USM Sosialisasi Diversifikasi Olahan Buah Pala di SMKN H Moenadi Ungaran

SEMARANG,KORANPELITA – Tim Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Semarang (PkM USM) melakukan Sosialisasi Diversifikasi Olahan Buah …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca