Banjarmasin, Koranpelita.com
Anggota DPR RI, M Rifqinizamy Karsayuda menegaskan, DPR RI tetap membuka diri untuk melakukan revisi UU Cipta Kerja jika memang diinginkan oleh rakyat.
Meskipun UU Omnibus Law sudah disahkan, namun peluang revisi untuk UU itu masih terbuka lebar, melalui dua cara yaitu, yudicial review atau dibahas kembali melalui DPR. Sebab UU tersebut belum ditandatangani presiden dan belum diberi nomor untuk dicatat dalam dilembaran negara.
Penegasan itu, disampaikan langsung politisi PDI-P dari daerah pemilihan (Dapil) Kalimantan Selatan (Kalsel) ini saat berada dilokasi ribuan massa mahasiswa yang berunjukrasa di Jalan Lambung Mangkurat Banjarmasin, Kamis (15//10/2020) petang.
“Jadi revisi itu masih terbuka lebar, bisa lewat judiacial review atau lewat kami lagi di DPR, tegas Rifqi.
Dia juga tegas menyatakan, DPR tetap membuka diri dan tidak mungkin melawan kehendak rakyat, Tetapi tolong rakyat baca dan pahami dulu isi undang-undangnya agar memudahkan mana saja pasal atau ayat yang ingin disesuaikan dengan harapan rakyat.
Politisi muda itu juga merinci proses pembuatan RUU Cipta Kerja, diawali pembahasan bersama antara pemerintah dan DPR, kemudian diparipurnakan dan selanjutnya dikirim ke presiden. Setelah itu ditandatangai presiden kemudian dibuat dalam lembaran negara dan diberi nomor registrasi.
Sekarang ini, UU itu belum ditandatangai presiden dan belum diberi nomor registrasi untuk dicatat dilembaran negara.
Sehingga peluang masih terbuka lebar, dan presiden juga sudah menyampaikan dan meminta hal itu guna menginvetarisir semua pasal dan ayat mana yang bermasalah saat bertemu semua kepala daerah kemarin.
Namun yang diingin komunikasi dan koordinasi berbasis intelektual, dan jangan asal ngomong bahwa RUU ini harus ditolak.
Menurut Rifqi, dalam RUU itu terdapat 79 Undang-Undang dan 2.000 lebih ayat dan pasal yang membahayakan dan mengganggu investasi itu dirombak.
Dia mencontohkan, jika dahulu nelayan harus mengurus 10 perizinan sekarang tinggal 1 perizinan.
Begitu juga di Kalsel, saat ingin membangun PLU sangat susah, karena investor tidak ada yang mau masuk karena berbelit-belitnya izin dibirokasi dan kini itu dipangkas.
Disinggung potensi sentralisasi akan berlaku kembali dengan Omnibus Law? mantan dosen ULM Banjarmasin ini mengakui, sentralisasi untuk hal-hal yang selama kurang lebih 20 tahun dinilai tidak efektif dan tak efisien memang akan diambil alih oleh pusat.
“Contohnya soal pertambangan, saat ini provinsi dan kabupaten seenaknya mengeluarkan IUP diatas tanah hutan misalnya. Masa yang begini kita terusin? Sementara urusan kehutanan dan pertanahan itu milik pusat” kata dia.
Ini lanjut dia, dimaksudkan agar terjadi singkronisasi sehingga ditarik.
Kendati begitu, provinsi dan kabupaten juga masih memiliki kewenangan yaitu, izin prinsip, izin lokasi dan izin amdal semuanya berada dikabupaten dengan rekomendasi dari gubernur sesuai dengan porsi dan kewenangan masing-masing.
Dari itu, anggota Komisi V DPR RI ini menyarakan agar semua membaca RUU secara seksama dan diskusikan dengan basis intelektual, dan dirinya juga siap mewakili 11 orang anggota DPR lainnya untuk berdebat secara intelektual.
Namun, Rifqi menyayangkan, niat baik dan kesedian dirinya untuk menemuai dan mengajak dialog pengunjukrasa sore itu ditolak massa.
Karena menurut tim pengamanan aksi dari kepolisian yang berkoordinasi dengan tim massa, aksi hari itu diklaim sebagai mimbar bebas pengunjukrasa semata, tanpa membutuhkan perwakilan penyelenggara negara baik DPRD termasuk dirinya selaku Anggota DPR.
Dari itu Rifqi menilai aksi hari itu berbeda tujuannya dengan aksi yang digelar elemen masyarakat pada hari Selasa 13 Oktober 2020 tadi.
Sebelumnya, Ketua Jaringan Demokrasi Indonesia (JADI) Kalimantan Selatan (Kalsel),
Dr H Samahuddin Muharram, S.IP M.Si, menilai, selain cluster atau bagian, terkait ketenagakerjaan dalam UU Omnibus Law, yang baru disahkan, terdapat cluster yang berpotensi bersinggungan atau kontradiksi dengan otonomi daerah (Otda).
Jika ini terjadi maka bukan hanya soal buruh dan tenaga kerja yang dirugikan, tetapi daerah-daerah juga bakal dirugikan. Karena jika semua pelayanan perizinan, seperti pertambangan dan lainnya dilimpahkan kepusat maka daerah juga kan rugi.
Dari itu, diapun mendukung langkah dan upaya masyarakat dan DPRD yang selama ini menyuarakan perjuang untuk menolak UU Omnibus Law karena dinilai sangat relevan.
” Sebagai orang daerah saya kira kita ini sangat berterimakasih sekali kepada DPRD yang berupaya berjuang bersama mahasiswa, ormas serta buruh kerja dan masyarakat Kalsel dalam memperjuangkan itu,” tegas Samahuddin Muharram, di Banjarmasin, Kamis (13/10/2020).
Dosen Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin ini menegaskan,
Jika asumsi atau semangat yang dibangun oleh pusat dalam Omnibus Law untuk memperkuat investor masuk kedaerah, maka langkah itu sangat keliru.
“Jadi saya kira langkah itu samasekali sangat keliru. Artinya apa?, itu sama dengan melawan semangat otonomi daerah, karena Otda merupakan salah satu agenda nasioanal dalam reformasi ketika itu dan sudah ditetapkan dan berjalan hingga kini,” tegasnya.
Sebab itu, poin diatas juga sangat penting dan perlu digaris bawahi, dan terus diperjuangkan bersama agar bisa mengembalikan kewenangan-kewenangan kedaerah.
“Hari ini soal izin pertambangan, perkebunan, sudah diambil pusat. kedepan tidak menutup kemungkinan izin galian C juga diambil pusat. Artinya otonomi daerah sudah tidak punya kewenangan lagi untuk mengelola, dan ini daerah pasti rugi,” tandasnya. (Ipik)