Banjarmasin, Koranpelita.com
Disahkannya Undang-Undang Omnibus Law perlu disikapi secara bijak oleh semua pihak. Dengan begitu, harapan dan keinginan yang selama ini dirasa belum terakomodir, masih dapat diupayakan dan diperjuangkan melalui mekanisme yang tepat.
Terbitnya UU Omnibus Law berdasarkan respon pemerintah terhadap masyarakat, yang selama ini menjadi keluhan semua pihak, terutama dalam dunia usaha besar maupun kecil.
Hal itu, diungkapkan anggota Komisi I DPRD Kalsel, Hasanuddin Murad, di Banjarmasin, Rabu (14/10/2020).
Karena itu lanjut dia, seluruh pihak perlu memahami dan mengkaji terlebih dahulu semangat yang tertuang dalam UU Omnibus Law.
“Ini kan tidak hanya mengatur tentang konglomerasi, akan tetapi juga mengatur tentang UMKM, diantaranya yang berkaitan dengan tenaga kerja,” kata dia.
Menurutnya, pelaku UMKM diberikan fasilitas yang luas, sehingga dapat mengakses permodalan melalui pinjaman lebih mudah, yang juga diatur dalam UU Omnibus Law.
“Dengan disahkannya UU Omnibus Law, maka mari kita kaji bersama dan jika ditemukan yang kurang keberpihakan, maka akan dilakukan upaya untuk diterbitkan Peraturan Pemerintah, agar hal tersebut tidak merugikan,” kata Hasanuddin Murad.
Mantan anggota DPR dari Fraksi Golkar yang sempat turut menggodok UU Out Sourching ini mengakui, sejauh ini DPRD Kalsel belum menerima salinan isi UU Omnibus Law. Namun setelah pengesahan, aturan baru itu otomatis sudah berlaku untuk semua pihak, meskipun presiden tidak menandatangani.
Anggota Komisi I DPRD Kalsel membidangi hukum dan pemerintahan ini menambahkan, perlu diketahui hal serupa juga pernah terjadi dalam pembuatan UU nomor 13 tahun 2003 tentang Tenaga Kerja, yangmana pesangon akan diberikan kepada pekerja mencapai 32 kali gajih apabila habis masa kerja.
Dalam UU Omnibus Law ternyata ada pengurangan menjadi 25 kali gajih, dengan rincian 19 kali gajih dibayar perusahaan dan sisanya BPJS Ketenagakerjaan.
Namun setelah ditelisik, kenyataannya hanya sekitar 7 persen dari pengusaha yang memenuhi berdasarkan UU nomor 13 tahun 2003, dalam kurun waktu 17 tahun.
” Ini salahsatu tujuan aturan baru itu untuk melakukan perbaikan diberbagai sisi, dan jika masih kurang bisa gugat ke Mahkamah Konstitusi,” pungkas Bupati Barito Kuala dua periode itu.
Sebelumnya, Selasa (13/10/2020) kemarin, DPRD mengelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama elemen masyarakat Kalsel untuk melakukan koordinasi dan harmonisasi penyampaian aspirasi berkenaan penolakan UU Omnibuslaw pada cluster ketenagakerjaan.
Namun dalam RDP yang juga dihadiri Forum Koordinasi Pimpinan Daerah itu belum membuahkan hasil yang diharapkan (Ipik)