Jakarta,Koranpelita.com
Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) menghimbau Kemensos membentuk sistem informasi terpadu yang memudahkan masyarakat luas menyampaikan praktik penyaluran bansos. Pasalnya, Program bansos masih sangat diperlukan untuk membantu masyarakat miskin dan rentan miskin terutama yang terdapak Covid 19.
Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) Yeka Hendra Fatika memberikan catatan adanya diskoneksi antara gencarnya bansos dengan penyerapan produksi hasil pertanian. Meski terdapat banyak kelemahan dalam penyalurannya, namun hal tersebut masih dapat dipahami karena tingginya dinamika kondisi dilapangan.
Meski pemerintah mengakui masih menghadapi sejumlah kendala dalam penyaluran bantuan sosial ke Kelompok Penerima Manfaat (KPM).Untuk itu, penyempurnaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) menjadi fokus utama Kementerian Sosial (Kemensos).
Staff Ahli Kemensos Andi Z.A Dulung mengatakan pihaknya terus menyempurnakan DTKS yang disusun sejak tahun 2011. Data DTKS terakhir,memuat 97,3 juta invidu atau setara 29 ,1 juta keluarga (27 juta rumah tangga). Validasi data ini berasal dari pemerintah daerah .
“Pertanyaan ada orang sebetulnya kok makmur tetap dapat bantuan. Sementara ada orang yang miskin justru tidak mendapat bantuan. Ini yang kita namakan incclussion error dan enclussion error. Bisa jadi ketika bansos disalurkan ke penerima ternyata orangnya telah meninggal. Inilah petingnya perbaikan data DTKS ,” ujar Andi dalam Webinar Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) tentang Kebijakan dan Implementasi Bantuan Soial di saat Pandemi Covid 19 di Jakarta, Kamis ( 8/10/2020)
Andi pun tidak menampik dua faktor ini menjadi masalah serius sehingga menimbulkan konflik sosial di masyarakat. Apalagi di saat pandemi covid 2019 saat ini ada sejumlah Kepala Daerah yang khawatir bahkan menolak menyalurkan bansos.
Atas hal itu, pihaknya selalu menerima masukan secara luas dari sejumlah pihak untuk terus memperbaiki DTKS. Perbaikannya berjenjang dari tingkat RT/RW hingga provinsi.
”Pembagian bansos di Kantor Pos misalnya, paling banyak mudah terlihat kesalahannya. Orang yang antri tapi menggunakan gelang emas. Tapi saya yakin kalau ditemukan pasti ada aja.Tapi jumlahnya tidak besar.,”terang Andi.
Atas hal ini, pihaknya terus menyempurkan data pengelolaan DTKS. Kemensos memperkirakan data DTKS akan mengalami peningkatan , yakni menjadi 60 % masyarakat dengan pendapatan terbawah. Perbaikan mencakup penyempurnaan kualitas DTKS dan perluasan cakupan DTKS.
Catatan pusdatin Kemensos jumlahnya setara dengan 41,6 juta rumah tangga atau 162 juta jiwa.Terkait bansos pangan terdampak covid 19, menurut Andi kemungkinan tidak lagi dilanjutkan. Kemensos punya program sembako Jabodetabek untuk 1,9 juta KPM tidak kurang Rp 8,3 triliun.
Adapun non Jabodetabek berupa bantuan tunai untuk 9 juta KPM senilai Rp 16,2 triliun.” Namun untuk program reguler seperti Program Keluarga Harapan dan sembako di tahun 2020 ini yang sebanyak 20 juta KPM . Program ini bagus untuk memutus mata rantai kemiskinan misalnya mengurus anak sekolah sampai lansia,”terang dia.
Anggota Pokja Ketahanan Pangan Khudori berharap pemerintah terus dilanjutkan bansos terkait dampak bantuan covid 19. Pasalnya Presiden Joko Widodo pernah menuturkan situasi pandemi ini sulit diramalkan kesudahannya.
Kudhori mengatakan dalam kondisi normal saja, 74 % pendapatan masyarakat tersedot dikeluarkan terutama beras. Apalagi pada kondisi ini, maka kebutuhan beras akan jauh lebih besar. Dalam beberapa studi, hingga akhir tahun jumlah masyarakat miskin hingga 44,5 juta warga menjadi miskin.
Khudori melihat dari sektor tanaman pangan produksi beras tahun 2020 masih jauh lebih baik dibandingkan tahun 2019.Badan Meteroelogi dan Kilmatologi Geofisika (BMKG) akhir Juni lalu meramalkan produksi beras naik 30,43 juta ton , naik dari sebelumnya sebesar 30,33 juta ton beras.
Tapi tidak demikian dengan sub sektor hortikultura dan sub sektor peternakan Banyak hasil sayur mayur dan buah-buahnya petani tidak terserap pasar karena lemahnya daya beli. Akibatnya harganya pun jatuh.Hal ini terefleksikan dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadinya deflasi selama empat bulan berturut turut. (Vin)