Oleh Dasman Djamaluddin
Kementerian Agama (Kemenag) pada hari Jumat, 18 September 2020, resmi meluncurkan program bimbingan teknis (bimtek) penceramah agama bersertifikat di Hotel Golden Boutique, Jakarta.
Selain diikuti secara tatap muka, kegiatan ini juga dihadiri secara virtual (daring) oleh 97 peserta utusan dari 53 ormas dan lembaga keagamaan.
Dirjen Bimas Islam Kemenag, Kamaruddin Amindikutip sebagaimana rilis resmi Kemenag. mengatakan, tahun ini pihaknya akan memberikan penguatan kompetensi kepada 8.200 penceramah agama.
Jumlah ini terdiri dari 200 penceramah peserta bimtek Kemenag pusat dan 8.000 penceramah peserta bimtek yang dilakukan Kemenag Provinsi.
“Bimtek angkatan pertama di pusat rencananya akan dilakukan pada akhir September 2020. Proses bimtek berlangsung kurang lebih tiga hari,” ucap Kamaruddin.
Kamaruddin menjelaskan panitia akan bersurat kepada ormas dan lembaga keagamaan untuk mengirimkan nama-nama peserta bimtek.
“Panitia juga bisa langsung bersurat kepada peserta perorangan, khususnya kepada penceramah yang bukan berasal dari ormas,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan pelaksanaan bimtek penceramah bersertifikat ini agar dapat memenuhi tuntutan zaman di tengah modernitas.
Ia tak memungkiri bahwa ada banyak perubahan zaman yang harus kita jawab dengan perspektif yang moderat.
“Dari kegiatan ini kita semua berharap agar para penceramah bertambah wawasan serta kompetensi keilmuannya, dan memiliki integritas kebangsaan yang tinggi untuk mensyiarkan keberagamaan yang moderat langsung kepada masyarakat. Kita berharap langkah pembinaan semakin menjawab apa yang dibutuhkan umat, bangsa dan negara,” jelas Zainut.
Oleh karena itu, sebentar lagi bangsa Indonesia akan menambah jumlah para penceramah bersertifikat. Pertanyaan berikutnya, apakah para penceramah yang sebelumnya tidak bersertifikat akan digantikan oleh penceramah bersertifikat ?
_Bahasa Arab_
Bahasa Arab juga baru-baru ini memunculkan polemik di tengah masyarakat Indonesia. Tetapi untunglah Menag telah menjelaskan perkataannya di depan Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR-RI.
Menag Fachrul Razi akhirnya menjawab berbagai tantangan terhadap dirinya mengenai pernyataan bahwa radikalisme masuk melalui anak yang good looking(berpenampilan rupawan, red) dan bisa berbahasa Arab. Sang menteri membuka bahwa sebenarnya pernyataan itu bersifat internal sehingga kaget ketika itu menjadi polemik di publik.
Di hadapan rapat kerja Komisi VIII DPR, Menteri Fachrul Razi, menjelaskan dirinya diundang di acara Kementerian Pedayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN dan RB). Saat itu dirinya ditanya kenapa senang bicara soal deradikalisasi. Dan acara itu sendiri bertema “ASN No Radikalisasi”.
“Kalau topiknya itu,nggak mungkin Menag cerita masak gulai kambing, tapi apa upaya deradikalisasi,” kata Fachrul Razi, ujarnya pada hari Selasa, 8 September 2020.
Bahasa Arab sudah lama menjadi bahasa internasional. Hal itu terungkap jelas jika kita bepergian ke Timur Tengah. Oleh karena itu, tidak heran jika menyaksikan Presiden Irak Saddam Hussein semasa berkuasa membutuhkan seorang penterjemah bahasa Inggris yaitu Dr. Sa’doon J al-Zubaydi. Bukan berarti Saddam Hussein tidak menguasai bahasa Inggris, terapi ia ingin menunjukkan bahwa sebaiknya, siapa pun yang berkunjung ke Irak harus paham bahasa Arab. Apalagi, wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW di dalam kitab suci Al-Qur’an.
Tidak hanya itu. Bahasa Arab wajib dipelajari oleh generasi muda
Dr. Sa’doon J. al-Zubaydi pernah menjadi Duta Besar Irak untuk Indonesia dari tahun 1995-2001 sudah kembali ke Baghdad sebelum Presiden Irak Saddam Hussein digantung. Sebelum Saddam Hussein digantung, Sa’doon J. al-Zubaydi muncul di Irak dari ketidakjelasan yang dipaksakan sendiri pada tahun 2005 untuk memberi nasehat kepada kelompok Muslim Sunni atas draf Konstitusi Irak. Dia juga disebut-sebut menjadi sasaran target khusus oleh sejumlah milisi yang berafiliasi ke kelompok al-Qaeda. Di bulan Maret 2008, ia hidup diasingkan di Suriah. Sekarang nasibnya tidak diketahui.
Sepertinya nasib Sa’doon J.al-Zubaydi lebih beruntung dari presidennya yang dihukum gantung. Bagaimana pun kedua-duanya terasing dari sejarah Irak. Itu pun tergantung dari sejauh mana kecintaan rakyat Irak kepada mereka. Jika ini yang terjadi, meski mereka telah tiada, namanya akan muncul di hati masyarakat Irak.
Saya ketika Duta Besar Irak untuk Indonesia Dr. Sa’doon J. al-Zubaydi menjabat dari tahun 1995-2001 sering berkomunikasi dengan beliau dalam rangka menulis buku: “Saddam Hussein Menghalau Tantangan.”
Pada tanggal 24 Juni 1998, saya menerima surat pemberitahuan dari Kedutaan Besar Irak di Jakarta, yaitu dari Duta Besar Dr. Sa’doon J. l-Zubaydi, bahwa ada Surat Penghargaan dari Kantor Sekretaris Pers Presiden Republik Irak yang menyatakan penghargaan mengenai buku yang saya tulis: “Saddam Hussein: Menghalau Tantangan,”(Jakarta: PT.Penerbit Swadaya, 1998). Buku ini saya kerjakan setelah di Jakarta bekerja sama dengan Kedutaan Besar Irak di Indonesia (Jakarta).
Saya kemudian membaca hati-hati kalimat dalam bahasa Inggris: “I am writing to inform you that His Excellency, Mr.Saddam Hussein, the President of the Republic of Iraq, has received with gratitude and pleasure your book, entitled Saddam Hussein: Menghalau Tantangan.”
Ketika saya ke Irak untuk pertama kali, Desember 1992 (kedua kalinya di bulan September 2014), meskipun tidak bertemu dengan Presiden Irak Saddam Hussein, karena dalam situasi masih perang, buku yang saya tulis telah dibaca Presiden Irak Saddam Hussein. Penghargaan berupa hadiah, saya terima di Kedutaan Besar Irak di Jakarta. Harian “Kompas, ” Sabtu, 15 Agustus 1998 telah memberitakan hal tersebut.
*Penulis wartawan senior tinggal di Jakarta.