PILKADA DAPAT DITUNDA PERPPU NO 2 THN 2020

Oleh : Nasrullah AR

SAYA tidak punya kepentingan apapun. Kecuali berfikir jangan gara-gara pertimbangan demokrasi kemudian rakyat jadi korban (akibat meluasnya wabah covid 19 ).

Jangan pula berfikir jika Pilkada ditunda indeks demokrasi terdekradasi. Seluruh dunia mafhum bila praktek demokrasi sedikit terganggu akibat covid 19.

Dalam Rapat Dengar Pendapat ( RDP ) Komisi II DPR RI bersama Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP tanggal 30 Maret 2020. Bahwa RDP tersebut telah memberikan 3 ( tiga ) opsi pelaksanaan penundaan Pilkada, yaitu tanggal 9 Desember 2020 ( opsi A ) , tanggal 17 Maret 2021 ( opsi B ) dan tanggal 29 September 2021 .

Artinya penundaan Pilkada dimungkinkan sepanjang Bencana Non Alam (Covid) masih terus berlangsung.

Pasal 201 A Perppu No. 2 Tahun 2020 berbunyi ; PEMUNGUTAN SUARA SERENTAK SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 201 AYAT DITUNDA KARENA TERJADI BENCANA NON ALAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 120 AYAT 1.

DALAM PASAL 201 AYAT 3 ; DALAM HAL PEMUNGUTAN SUARA SERENTAK SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT 2 TIDAK DAPAT DILAKSANAKAN , PEMUNGUTAN SUARA SERENTAK DITUNDA DAN DIJADUALKAN KEMBALI SEGERA SETELAH BENCANA NON ALAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT 1 BERAKHIR , MELALUI MEKANISME SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 122A.

Mencermati Perppu No.2 Tahun 2020 tersebut sesungguhnya pelaksanaan Pilkada dapat DITUNDA (sepanjang Bencana Non Alam masih terus terjadi atau meningkat )

Seandainya Pilkada ditunda payung hukum telah mengaturnya. Persoalannya apakah mau Komisi II DPR RI berinisiatif kembali untuk mengundang Mendagri, KPU, Bawaslu, DKPP dan ditambah dari Satgas covid 19.

Keikutsertaan Satgas covid 19 diperlukan untuk menjelaskan secara holistik-konfrehensif peta dan kondisi Covid 19.

Tentunya dari masukan Satgas Covid- 19 tersebut bisa menjadi pertimbangan para stakholder untuk memutuskan pelaksanaan Pilkada memilih opsi A , opsi B atau opsi C .

Ada beberapa pertimbangan penulis jika Pilkada dilaksanakan 9 Desember 2020.

1.Kualitas demokrasi (Pilkada) menurun. 2. Keselamatan penyelenggara, khususnya KPPS yang meninggal dunia saat Pilpres ( 800 orang lebih). 3. Menyita APBN dan APBD. 4. Suasana pandemi Covid 19 masih cukup tinggi. 5. Keselamatan jiwa masyarakat. 6.Tidak ada jaminan semua pihak patuh atas protokol Covid 19. 7. Pengawasan lemah, hanya bersifat himbauan. 8. Vaksin Covid 19 belum ditemukan atau belum ada. 9. Suasana ekonomi rakyat menurun. 10. Berpotensi saling gugat setelah kontestasi. 11. Sekarang fakta para peserta pilkada di seluruh Indonesia banyak yang terpapar termasuk 8 orang di Kalimantan Selatan.

Itulah beberapa pertimbangan yang penulis sampaikan, dengan tiada maksud apapun dibaliknya. Namun, semata hanya bagi keselamatan di 9 propinsi, 224 Kabupaten, dan 37 Kota di seluruh Indonesia, khususon Kalimantan Selatan.(Koranpelita)

Penulis : adalah, Wakil Ketua PWNU Kalsel dan Ketua Bidang MUI Provinsi Kalsel

About kalselsatu

Check Also

Pj Gubernur Jateng Komitmen Bangun Pemerintahan Berintegritas dan Antikorupsi

SURAKARTA,KORANPELITA – Pj Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana berkomitmen membangun pemerintahan yang berintegritas dan antikorupsi. …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca