Syaikh KH Muchtar Thabrani Dari Keluarga Sederhana

Pengantar Redaksi:
Pembaca yang budiman, berikut ini kami turunkan secara bersambung sejarah Pondok Pesantren Annur Kali Abang, Bekasi Utara. Mulai dari para pendiri, perkembangan dari masa ke masa hingga hari ini. Kami berharap tulisan ini menjadi bahan bacaan sekaligus pembelajaran bagi generasi muda.

Untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada para penerus PP Annur, alumni dan keluarga besarnya. Bahan tulisan ini kami ambil dari tulisan alumnus PP Annur Ahmad Maulana Mursyid, SH, MM dan dilengkapi wawancara dengan Ustadzah Hj. Siti Aisyah HK (Pimpinan Umum Pondok Pesantren Annur Kota Bekasi), Ust. H. Ahmad Ustuchri, SE (Pengasuh Pondok Pesantren Annur Kota Bekasi / Anggota DPRD Kota Bekasi), KH. Mumtaz Muchtar, MA (Pengasuh Pondok Pesantren Annur Kota Bekasi), Gus Eri Mutawalli, ST (Pengasuh Pondok Pesantren Annur Kota Bekasi)

Demikian, selamat membaca.

Syaikh KH Muchtar Thabrani lahir dan dibesarkan dari keluarga sederhana. Leluhurnya berasal dari tanah Banten, merantau ke Batavia dan menetap di Kali Abang Nangka, Bekasi. Silsilahnya yakni Muchtar bin Thabrani bin Nirun bin Muhammad Syukri.

Muchtar bin Thabrani lahir tahun 1901, di masa perjuangan bangsanya. Berasal dari keluarga petani yang untuk mencukupi hidupnya mengandalkan hasil panen. Menanam padi kadang panen baik, sering hasil panen tak cukup baik.

Di sela musim tanam dan panen ada masa menunggu, Thabrani berdagang daun sirih. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Selain menjual daun sirih, juga hasil ladang yang bisa dijual di pasar. Saat menunggu panen tiba, berdagang menjadi usaha tambahan untuk mencukupi kebutuhan keluarga.

Muchtar putra pertama Thabrani sehingga memberikan kasih sayang lebih banyak. Selain sebagai panutan adik-adiknya, juga diharapkan menjadi penerus keluarga. Muchtar sangat diharapkan menjadi seorang yang punya kemampuan dan berguna bagi masyarakat banyak.

Sebagai petani yang secara naluri sangat dekat dengan Allah Taala, Thabrani bercita-cita menjadikan Muchtar ulama. Ahli agama karena ilmu yang luas. Mampu membina keluarga, masyarakat dan lingkungan yang lebih luas.

Thabrani menyerahkan Muchtar kecil kepada Guru Mughni untuk belajar Al-Qur’an. Ketika itu di masyarakat Betawi, terkenal tiga serangkai. Guru Mughni di Kuningan, Guru Mansyur di Kampung Sawah, Jembatan Lima dan Guru Marzuki di Klender.

Begitu besar harapannya agar Muchtar menjadi ulama. Setiap ada orang alim berkunjung ke Kaliabang Nangka, Thabrani segera mendatangi orang tersebut untuk minta didoakan agar anaknya menjadi orang yang alim kelak.

Muchtar belajar al Qur’an secara baik, kepada Guru Mughni. Selain tekun juga dikenal cerdas. Menonjol diantara teman-teman sebayanya.

Guru Mughni menyaksikan dari dekat, Muchtar kecil termasuk murid yang cepat dan tanggap menerima pelajaran. “Dibanding teman-temannya, Muchtar terbilang paling encer otakna,” kata Guru Mughni.

Seiring perjalanan waktu, Muchtar mulai beranjak remaja. Keluasan ilmunya bertambah, penguasaannya terhadap al Qur’an semakin baik. Melihat  perkembangan  Muchtar, Thabrani mulai memikirkan untuk memasukan Muchtar ke Pondok Pesantren.

Hal itu dimaksudkan agar anaknya dapat belajar ilmu agama lebih banyak lagi. Muchtar diantar dan diserahkan kepada Marzuki di Cipinang Muara. Guru Marzuki, seorang guru yang banyak dikunjungi santri untuk belajar ilmu agama, dan disinilah Muchtar diserahkan. (Bersambung)

 

About redaksi

Check Also

Mengapa Disiplin dan Bersih Begitu Susah Di Indonesia ?

Oleh  : Nia Samsihono Saat aku melangkah menyusuri Jalan Pemuda Kota Semarang aku mencoba menikmati …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca