Banjarmasin, Koranpelita.com
Kendati klaim PT Pertamina menyatakan suplai gas elpiji di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) sudah melebihi quota yang ditentukan. Namun fakta kelangkaan gas tabung melon itu kerap terjadi, seperti tiga pekan lalu hingga kini.
Dari itu agar kejadian tidak berulang-ulang yang berdampak menyusahkan rakyat kecil, Komisi III DPRD Kalsel menyarankan badan usaha milik negara itu agar melakukan perencanaan dan pendataan ulang akan kebutuhan ril masyarakat sesuai pertumbuhan yang bergerak dinamis.
“Jika memang kebutuhannya bertambah maka harus ditambah, dan berapa sih sebenarnya kebutuhan kita ini. Ditambah kok tetap kurang, jika memang perlu 10 ya harus 10 gitu”, ujar Sekretaris Komisi III DPRD Kalsel, Gusti Abidinsyah, usai rapat bersama PT Pertamina dan Hiswana Migas, di gedung dewan di Banjarnasin, Selasa (1/9/2020).
Dia mengakui dalam pertemuan PT Pertamina menyampaikan data-data yang menunjukan kecukupan. Namun faktanya masih terjadi kelangkaan.
Begitu pula, lanjut Gusti Abidinsyah, perusahaan negara itu kedepan merencanakan akan menambah jumlah pangkalan yaitu minimal 1 desa 1 pangkalan, yangmana hingga kini masih terdapat 400 desa yang belum memiliki pangkalan.
Atas rencana penambahan pangkalan tersebut, Wakil rakyat membidangi ESDM dan infrastruktur ini justru tak sepenuhnya sepakat. Karena menurut dia, jika terlalu banyak pangkalan, maka disana (pangkalan) nantinya berpotensi terjadi permainan.
Diapun mencontohkan, jika pada sebuah desa terdapat 200 KK berpenduduk miskin, sedang pangkalan ada dua buah dan dikirim 300 tabung, maka akan kelebihan dan berpotensi menjadi masalah seperti bermain keluar desa lain.
” Nah jadi pemetaan-pemetaan baru ini penting dan diperlukan, berapa kebutuhan kita sekarang sehingga kelangkaan tidak terjadi berulang-ulang,” tegas Gusti Abidingsyah.
Wakil Rakyat dari Fraksi Demokrat ini juga, menyarankan jika menurut pertamina, penjual eceran dan pedagang keliling dikatagori “ilegal” maka alangkah baiknya mereka (pengecer,red) dilegalkan saja, namun diberikan patokan/batas harga melalui regulasi sah sehingga tidak bisa bermain, karena selama ini disinyalir terus bermain.
Selain pendataan kebutuhan ril, Gusti Abidinsyah juga mendorong adanya bentuk pengawasan apakah di bentuk secara sinergi dengan beberapa instansi, dan disokong dengan anggaran pengawasan. Tetapi nantinya tim pengawas juga harus benar-benar melaksanakan pengawasan demi amannya kebutuhan masyarakat kecil ini.
Salahsatu yang dapat diberdayakan adalah satgas BBM, yang tidak hanya mengawasi BBM saat hari besar semata, tapi juga bisa difungsikan untuk mengawasi sirkulasi dan predaran gas elpiji subsidi sehari-hari seperti yang disampaikan Hiswana Migas, salahsatunya yaitu ada pergeseran penggunaan dari orang mampu yang biasanya menggunakan 12 kilo ke 3 kilo.
Begitu pula terkait wacana pertamina untuk menambah agen maka dengan kata lain, imbuh Gusti Abidinsyah, otomatis akan menambah quota pula, padahal saat ini saja mereka sudah mengklaim over pasokan.
Untuk mengatasi persoalan ini, Gusti Abidinsyah akan bekoordinasi dengan pimpinan dan semua anggota komisi, apakah nantinya akan membentuk regulasi berupa perda atau sejenisnya dalam menuntaskan soal kelangkaan ini.
Sales Area Manajer Pertamina Banjarmasin, Drestanto N Wardana menjelaskan, LPG terbagi dua yaitu subsidi dan non subsidi.
Untuk yang subsidi yaitu 3,5,12 dan 50 kg. Adapun tabung warna hijau bentuk melon itu jelas bertuliskan hanya untuk masyarakat miskin dan quota dan peruntukannya juga terbatas.
Sebaliknya gas non subsidi quota dan penggunaannya juga tidak terbatas.
Adapun jumlah quota elpji Kalsel tahun 2020 yang ditetapkan Kemen ESDM yang ditujukan kepada Gubernur pada Bulan Februari 2020, sebanyak 89.963 metrik ton.
Realisasi penyaluran gas elpiji untuk Kalsel hingga 31 Juli 2020, sebanyak 53.810 metrik ton.
Padahal sesuai ketentuan pertamina hanya bisa menyalurkan maksimal 52 431 metrik ton. “Jadi sebenarnya kami sudah menyalurkan quota lebih dari yang seharusnya hingga batas Bulan Juli itu yaitu 102,6 %,”, jelas Drestanto.
Untuk Jalur distribusi gas elpiji dari banker menuju depot pengisian-pengisian, kemudian disalurkan oleh agen ke pangkalan atau sub penyalur.
“Seharusnua jalur pendistribusian yang benar adalah dari pangkalan langsung kerumah tangga, keusaha mikro, atau kenelayan. Karena ada program pemerintah konversi kenelayan dari BBM ke elpiji 3 kilo,” kata Drestanto.
Diapun menyatakan ternyata ada jalur distribusi yang ilegal atau tidak seharusnya. Yaitu melalui pengecer ataupun pedagang keliling. Pada ranah inil kadang pertamina dan Hiswana tak bisa mengawasi atau mengontrolnya, karena hanya bisa mengontrol sampai pangkalan.
” Jadi seharusnya dari pangkalan ke user, atau tidak melalui pengecer atau pedangang keliling,’ beber Drestanto (Ipik)