Virus Corona masih hingga kini, terus menjadi momok. Belum ada vaksinnya. Serta, mengakibatkan jutaan orang meninggal di seluruh dunia. Namun sepertinya banyak yang abai, bahkan meragukan ancaman maut yang ditebar Covid 19.
Agak disayangkan, tentulah. Sebab, bila tidak menimpa diri sendiri atau orang terdekat maka kepedulian untuk selalu menjaga kesehatan sangat rendah. Juga dalam urusan menahan diri tidak keluar rumah jika tidak perlu.
Seperti anjuran pemerintah, selama ini saya berupaya untuk menerapkan 3M yaitu memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Masuk kantor pun saya batasi bila sangat diperlukan sekali, sehingga lebih banyak bekerja dari rumah.
Setiap melakukan presentasi di kantor, muncul rasa was-was karena terpaksa membuka masker. Namun kekawatiran itu diredam karena berpikir bahwa rekan kerja yang berada satu ruangan semua sehat. Ya, karena saat masuk kantor telah dicek suhu tubuh dan semuanya tidak ada yang menunjukkan demam tinggi sehingga diperbolehkan masuk.
Semuanya merasa sehat dan tanpa gejala sehingga yakin bahwa rekan kerja yang masuk dan bertemu di kantor kondisinya sehat. Hipotesa tersebut ternyata tidak seratus persen benar. Siapapun yang bertemu dengan kita, baik itu keluarga atau teman kerja, semuanya bisa menjadi pembawa virus, termasuk diri kita sendiri.
Virus Corona bisa bersembunyi dalam tubuh tanpa menunjukkan gejala demam, sesak nafas, pusing atau mual. Tanpa aba-aba virus itu menyebar dengan leluasa, bahkan bisa jadi melalui udara, sehingga mengenai diri kita saat berbicara atau saat makan atau minum di kantor karena melepas masker.
Hal tersebut tentu tidak akan menjadi kekawatiran saya kalau tidak menghadapinya sendiri. Minggu lalu ketika sedang berdiskusi dengan rekan kerja di kantor, tiba-tiba rekan kerja tersebut mendapat telepon dari Rumah Sakit yang memberitahukan bahwa hasil swabtestnya positif. Karena baru pulang mengunjungi orangtuanya yang sakit di kampung maka diminta pimpinan untuk melakukan swab test.
Sementara yang bersangkutan tidak merasakan gejala demam atau sakit sehingga tetap masuk kantor tanpa menunggu hasil swabtestnya keluar. Bisa terbayangkan kepanikan yang terjadi. Rekan kerja yang kondisinya sehat bisa tertular virus Corona.
Tentu semuanya yang pernah berinteraksi dengan rekan kerja tersebut menjadi gelisah. Mulailah saling mengingat dan menelusuri siapa saja yang telah berinteraksi dengan rekan kerja tersebut selama di kantor, diwajibkan untuk melakukan swab test.
Tentu termasuk saya yang secara langsung berdiskusi sekitar kurang lebih 30 menit. Meskipun tetap menggunakan masker saat berbicara, namun saya tidak mau ambil risiko sehingga langsung ke rumah sakit untuk swab test atau PCR.
Ada formulir yang harus diisi selain data pribadi yaitu terkait dengan gejala yang dialami dan interaksi dengan orang yang positif covid atau gejala saluran pernafasan serta penyakit bawaan yang diderita. Meskipun hari itu tidak banyak yang antri, namun menunggu petugas khusus yang melakukan swab test sekitar 2 jam di rumah sakit membuat perasaan jadi was was.
Yaa kawatir kalau orang yang sedang antri sudah positif covid 19. Untuk mengurangi kekawatiran, saya sibukkan diri dengan membaca cerita lucu dari hand phone dan sesering mungkin menggunakan hand sanitizer. Begitu petugas datang dan dipanggil pertama untuk di test, ternyata hanya sekitar 5 menit proses pengambilan specimen melalui ujung kedua lubang hidung dan tenggorokan.
Setelah selesai swab test, segera saya balik ke rumah untuk membersihkan diri kembali, kawatir ada virus yang terbawa pulang. Hasil swab test baru bisa diperoleh sehari kemudian. Selama menunggu hasil test, rasanya tidak tenang dan muncul rasa was was di hati,
Meskipun dokter kantor sudah menasehati supaya saya tidak panik dan harus tenang karena kepanikan dapat menurunkan daya tahan tubuh. Untuk mengurangi kekawatiran, selain berdoa, saya sibukkan dengan mewarnai buku dan menonton film di rumah. Keesokan harinya sampai dengan siang, tidak ada satupun telpon yang masuk.
Jadi saya berpikir mungkin hasilnya negatif sehingga tidak dihubungi oleh pihak rumah sakit. Namun rasa was was belum hilang juga. Sehingga suruhan supir untuk mengambilkan hasilnya karena saya tidak berani ke rumah sakit. Saat amplop putih rumah sakit saya terima, kemudian pelan pelan saya buka sambil memanjatkan doa mohon yang terbaik.
Alhamdulillah hasilnya Negatif. Lega rasanya bahwa saya tidak tertular covid 19. Meskipun demikian, saya tetap harus menjaga daya tahan tubuh dan melakukan isolasi mandiri untuk meyakinkan diri bahwa saya sungguh sungguh sehat. Saya harus rela tidak bertemu cucu cucu tercinta saat akhir pekan tiba.
Ancaman Corona tidak main main. Dia ada dan siap menyerang ditengah kelengahan kita. Rekan kerja yang positif Covid 19 pun tak tahu tertular dimana, apakah di kantor atau di rumah makan saat yang bersangkutan pulang kampung.
Bagi siapa saja yang masih nekat tidak menggunakan masker dan keluar rumah mengunjungi tempat umum atau keramaian, bersyukurlah masih diberi sehat. Namun sikap tersebut dapat membahayakan orang lain yang daya tahan tubuhnya lemah.
Dengan kondisi seperti itu, maka upaya yang wajib kita lakukan adalah meningkatkan daya tahan tubuh dan jaga kesehatan. Selain tentunya selalu menggunakan masker dengan benar, mencuci tangan yang bersih serta menjaga jarak sebisa mungkin untuk melindungi dirimu, aku serta orang orang terdekat kita.(*)