*Refleksi Mengenang Hari Perdagangan Budak & Penghapusanya
Oleh: H. Joni.
Sejarah kemanusiaan mencatat terjadinya penindasan manusia atas manusia, dengan menjadikan strata sosial berkelas kelas. Ada kelas ningrat dan ada kelas budak. Ada kasta brahmana, dan ada kasta sudra. Intinya, diakui atau tidak terjadi perbudakan secara abadi dalam sejarah dan secara abadi pula tercatat dalam sejarah kemanusiaan untuk jangka waktu yang lama. Untuk itu, setiap tanggal 23 Agustus senantiasa diperingati sebagai hari penghapusan perbudakan. Peringatan dilaksanakan di seluruh dunia.
Peringatan ini merunut pada diperingatinya International Day for the Remembrance of the Slave Trade and its Abolition atau Hari Internasional untuk memperingati Perdagangan Budak dan Penghapusannya. Refleksi ini mengacu pada upaya untuk Penghapusan Perbudakan, dengan tujuan meningkatkan kesadaran semua orang di seluruh dunia akan buruknya perbudakan tradisional maupun dalam bentuk yang baru. Untuk itu secara terus menerus didorong untujk Tindakan berupa pemberantasan segala jenis perbudakan. Kendatipun tanpa disadari pula, ternyata substansi perbudakan itu hingga sekarang masih ada. Dalam bentuk modernitas dan penampilan yang justru lebih menyengesarakan.
Aspek Kesejarahan
Pada masa lalu, khususnya di belahan dunia Barat, Perdagangan budak sering dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan dalam bidang sosial. Tercatat dalam sejarah selama lebih dari 400 tahun, sebanyak 15 juta pria, wanita dan anak-anak menjadi korban dari perdagangan budak. Hal ini mencatat peristiwa tragis dalam sejarah kemanusiaan yang begitu melawan kodrat. Bagaimana tidak, manusia yang secara fitrah lahir dengan dasar persamaan, persaudaraan dan penuh kasih, dalam perkembangannya justru menghadapi diskriminsasi ekstrem, berupa penindasan.
Untuk inilah, akhir dari upaya untuk mengenang peristiwa kelam dalam sejarah kemanusiaan ini adalah dengan dikenangnya hari Perdagangan Budak Sedunia dan Penghapusannya. Didasari oleh Keputusan Majelis Umum PBB pada 17 Desember 2007 untuk dikenang setiap tahunnya. Secara teknis momentum ini ditandai, ketika pada malam 22 sampai 23 Agustus 1971, di Santo Domingo, sekarang menjadi Haiti dan Republik Dominika terjadi awal pemberontakan yang akan memainkan peran penting dalam penghapusan perdagangan budak trans-Atlantik.
Teknis dari peringatan ini dilaksanakan dengan berbagai acara budaya yang substansinya adalah mengingatkan untuik tidak terulangnya peristiwa kelam dimaksud. Dalam sejarah, tercatat pada 2001, Mulhouse Texttile Museum di di Perancis dalam bentuk lokakarya yang berjudul “Indiennes de Traite” yang menampilkan mata uang pertukaran budak di abad ketujuh belas dan delapan belas. Demikian pula dalam perkembangannya, berbagai peristiwa budaya digelar sebagai bentuk peringatan terhadap perbudakan yang mencerminkan sebuah tekat untuk secara fisik tidak kembalinya terjadi perbudakan di masa lalu, pada masa kini.
Hal di atas, yang menjadi latar belakang Hari Mengenang Perdagangan Budak dan Penghapusannya yang dirayakan pada hari ini setiap tahunnya.
Substansinya, adalah sebagai momentum untuk memperingati tragedi perdagangan budak yang dialami oleh masyarakat dunia. Disponsori oleh PBB, organisasi dunia ini mengundang pemerintah seluruh anggota pemerintahnya untuk memperingati peristiwa kelam itu dan mengingatkan setiap tahun, tepatnya setiap tanggal 23 Agustus.
Bagaimana Kini
Seiring dengan begitu derasnya tuntutan yang berdasarkan Hak Asasi Manusia, perbudakan secara fisik bisa disebut dihapuskan. Namun dalam sejarah modern penampilan perbudakan masih saja terus terjadi. Masih terjadi praktek perbudakan di masa yang canggih dan modern ini. Misalnya saja terjadi banyak kasus perbudakan yang terungkap seperti yang terjadi di Costa Rica beberapa tahun lalu. Penindasan terhadap korban yang terdiri dari berberapa negara termasuk 13 WNI, 15 warga Vietnam, 5 warga Filipina, 2 warga Taiwan, dan 1 warga China.
Bentuk perbudakan yang mereka terima adalah penyiksaan, penganiayaan, dan kerja paksa selama 20 jam sehari, tidak diberi makan dan tidak dibayar pula.
Demikian pula beberapa bulan berselang, terjadi penindasan terhadap pekerja WNI di Kapal Cina, yang menyebabkan kematian. Deretan kasus yang terjadi bukan hanya di negara berkembang, tetapi negara maju seperti Amerika Serikat pun bisa terjadi kapan saja. Misalnya saja seperti perdagang manusia yang masih santer terdengar di negeri Paman Sam tersebut.
Catatan penindasan juga terjadi di Indonesia. Banyaknya TKI-TKI yang disiksa, dianiaya, tidak digaji, dan tidak diperlakukan selayaknya manusia. Hal ini menjadi semacam tolok ukur jika penghapusan perbudakan yang di mulai oleh Inggris pada tanggal 23 Agustus 1833 belum bisa terealisasikan secara tuntas. Perbudakan di dunia modern masih saja terjadi, kendatipun secara kasat mata bersifat sporadis, namun mencerminkan bahwa perbudakan dari manusia dalam bentuk penindasan dan perundungan masih saja terjadi.
Makna dari hal ini, bahwa perbudakan telah berkembang dan terwujud dalam cara yang berbeda sepanjang sejarah. Hari ini beberapa bentuk tradisional dari perbudakan masih bertahan dalam bentuk semula. Di belahan dunia Arab, bahkan ihwal perbudakan ini masuk dalam kitab suci, dan sebagai refleksi pemberantasannya adalah dengan memerdekakan budak sebagai bagian dari perbuatan terpuji, atau untuk membayar denda.
Sebagai bagian dari upaya penghapusannya, Badan Hak Asasi Manusia PBB telah mendokumentasikan kegigihan bentuk lama perbudakan yang tertanam dalam bentuk keyakinan dan adat, sebagai bentuk atau refleksi budaya lokal. Maknanya bahwa bentuk-bentuk perbudakan adalah hasil dari lamanya terjadi diskriminasi terhadap kelompok yang paling rentan dalam masyarakat. Kelompok tertindas, yang terdiri dari lapisan masyarakat yang miskin akses, miskin struktur sosial dan yang dianggap sebagai kasta rendah, suku minoritas, dan masyarakat adat adalah kelompok yang harus menerima kenyataan sebagai kelompok budak.
Kini, bentuk-bentuk perbudakan yang banyak terjadi di masa modern ini adalah kerja paksa, pekerja anak, dan perdagangan manusia. Issue ini selalu muncul di permukaan dan ramai dip[ublikasikan akhir-akhir ini. Bahkan terlalu seringnya terjadi, hal ini selalu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah di setiap negara. Dalam kaitan ini, memang bukan lagi zamannya Fir’aun atau Ramses, yang memperbudak manusia untuk membuat piramidanya. Sekarang bukan juga zamannya Hammurabi, dinasti China kekaisaran Roma, maupun masa kuno yang mungkin perbudakan merupakan hal yang biasa. Tapi sekarang adalah masa yang modern, dimana setiap manusia harus diperlakukan secara adil dan berperikemanusiaan. Sekarang adalah masa dimana HAM dijunjung tinggi dan diakui keberadaannya.
Kini perbudakan modern semakin berkembang dengan sangat kompleks.
Secara fisik tidak ada perbudakan, namun secara intelektual telah terjadi perbudakan dalam bentuk lebih massif dan sistematis. Tindakan brain washing, pemaksaan kurikulum Pendidikan dengan berbagai dimensi yang menjadikan peserta didik sebagai komoditas adalah bentuk tersamar dari budaya perbudakan di era kekinian. Tiada cara lain, kecuali terus menerus menyadarkan masyarakat, dengan mulai dari diri sendiri dengan tidak menjadikan diri sebagai komoditas dalam berbagai sisi kehidupan.
Hendaknya kita semua menyadri bahwa perbudakan atehadap sistem yang ada ini harus dihadapi dengan penuh kesadaran sebagai bagian dari upaya memerangi pebudakan modern. Sadar sepenuhnya, bahwa kita adalah bagian dari komunitas yang hendaknya menjadi diri sendiri (to be your self). Bagian mendasar ini adalah aset sangat penting sebagai upaya untuk memerangi budaya perbudakan moderen.
*Penulis Notaris tinggal di Sampit