Ini kebiasaan baru yang menyenangkan. Mulai bulan delapan, tanggal ketujuh tahun 2020, atau kalau ditulis angkanya, 07082020. Saya lebih rajin bangun pagi. Bahkan sebelum ayam jantan berkokok, saya sudah mulai bersiap.
Bukan sekadar bangun pagi, karena saya sedang mengikuti kompetisi. Sudah pasti, karena ini kompetisi, ada medali yang bergengsi. Namanya, ITB 87 Mengejar Matahari 100K Virtual Run.
Tapi memang, karena yang membuat alumni ITB, kompetisi ini juga bukan sebatas kegiatan tanpa makna. Event ini sekaligus sebagai sarana charity, mengumpulkan dana untuk nantinya disalurkan untuk membantu mahasiswa kurang mampu agar tetap dapat kuliah.
Awalnya, begitu melihat angka yang harus ditempuh, nyali langsung lari menjauh. 100 kilometer. Siapa yang mampu? Sebuah tantangan yang menyeramkan meski buat saya yang veteran wong nggunung.
Saya lega. Lega setelah tahu, jarak 100 kilometer, boleh ditempuh dalam 87 hari dengan berlari atau jalan kaki. Jelas ini tidak terlalu sulit dijalani.
Setiap calon peserta ITB 87 Mengejar Matahari 100K Virtual Run wajib terlebih dahulu mengunduh aplikasi untuk mencatat setoran lari atau jalan kaki. Lalu satu aplikasi lagi untuk mencatat rute dan capaian kilometer yang telah dilalui.
BACA JUGA: NKS Menulis Pengasih: Berjumpa Kharisma Pak Bangi
Panitia penyelenggara sangat jeli melihat potensi. Pandemi yang tak kunjung berhenti, mau tak mau memaksa memikirkan sebuah inovasi. Memang gairah masyarakat untuk berlari meningkat beberapa tahun ini. Namun pandemi menghentikan langkah para pelari karena larangan berkerumun.
Setelah aturan sedikit dilonggarkan dan boleh beraktivitas dengan protokol kesehatan yang harus diterapkan, berlari atau jalan kaki secara mandiri kembali menjadi pilihan. Covid-19 membawa perubahan besar. Semakin banyak orang yang sadar bahwa olahraga diperlukan untuk menjaga kesehatan.
Sebagai alumni Institut Teknologi Bandung angkatan 87, sudah barang tentu saya ikut terpanggil untuk turut menyukseskan acara dalam rangka menyambut ulang tahun ke-100 perguruan tinggi kebanggaan negeri ini.
Apalagi yang satu jurusan /program studi (jurusan Matematika) saling memberi semangat agar ikut mensukseskan acara almamater ini. Jadilah saya mendaftar ITB 87 Mengejar Matahari 100K Virtual Run dan diberi nomor dada 87526. Semua peserta akan diberi nomor dada dengan awalan angka 87.
Saya tidak sendiri menjalani gelaran ini. Istri yang kebetulan seangkatan dan sejurusan sepakat mendaftar walau awalnya ada keraguan mengingat ia punya masalah di telapak kakinya.
BACA: NKS Menulis Kanada-1: Meninggalkan Corvallis tanpa Tangis…
Ya sudah, kami kembali ke prinsip. Prinsip lama, saat saya berani mengungkapkan rasa suka di semester lima. Saat itu, saat kuliah dulu, dia menjawab dengan kata yang agak menyejukkan jiwa.Tidak langsung mengiyakan, tapi prinsipnya “jalani aja dulu”.
Cerdasnya panitia untuk membuat bersemangat adalah peserta diminta membuat grup yang terdiri dari lima orang. Di dalam grup tersebut ada semacam kompetisi mini meski tetap saling menyemangati. Ada 20 peserta dari jurusan Matematika (MA) yang terbagi menjadi empat kelompok.
Kelompok pelari jurusan Matematika atau Jurusan MA awalnya hanya akan diberi nama kelompok MA01, MA02, dan MA03, dan MA04. Saya mengusulkan nama yang lebih keren dan disepakati yaitu MA-CAN ITB 87, MA-NIS ITB 87, MA-CHO 87 ITB, dan MA-SKER 87 ITB.
Kelompok MA-CAN ITB 87 beranggotakan mama-mama cantik yang dahulunya kuliah di jurusan Matematika ITB angkatan tahun 1987. Sementara Kelompok MA-NIS ITB 87 terdiri dari para pelari perempuan pengejar matahari yang tampak jelas berwajah manis.
Untuk kelompok yang beranggotakan pria, masuk dalam grup MA-CHO 87 ITB dan MA-SKER 87 ITB. Seperti nama kelompok, anggota beranggapan atau berharap dikira macho padahal saya mengusulkan nama itu sebagai Matematika Chowok.
Sementara grup MA-SKER 87 ITB memilikisaebuah pesan penting yang ingin disampaikan oleh kelompok tersebut untuk menjaga kesehatan dengan menggunakan masker. Saya sendiri masuk dalam kelompok MA-CHO 87 ITB walaupun sebenarnya kemana-mana memakai masker.
Sejatinya ada satu kelompok lagi yang tidak mau ikut dalam acara virtual run ini. Kelompok ini menyebut diri sebagai grup MA-LES 87 ITB.
Tanggal 7 Agustus 2020 acara ITB 87 Mengejar Matahari 100K Virtual Run benar-benar di mulai. Di sosial media, para pelari mengejar matahari memposting lintasan dengan keterangan lengkap mengenai jarak yang ditempuh, waktu tempuh, dan kecepatan rata-ratanya. Sayangnya tidak ada informasi mengenai setelah lari hari itu ke warung mana para pelari mampir dan apa makanan yang santapnya.
Agar lebih seru, saya berinisiasi untuk membuat lomba tambahan. Lintasan yang ditempuh tergambar jelas di aplikasi seperti apa. Nah, tantangan untuk pelari lulusan jurusan matematika adalah membentuk lintasan yang ditempuh menjadi sebuah tulisan yang dapat dibaca sebagai MA, 87, ITB, atau kombinasi antara tiga tulisan tersebut.
Hadiah pulsa diberikan kepada pelari yang mampu membuat kreativitas rute lintasan. Semakin rumit maka hadiah pulsanya semakin besar. Yang dapat membuat lintasan dan terbaca sederhana seperti MA, 87, atau ITB, maka ia akan mendapatkan hadiah pulsa sebesar Rp 87.000 plus bonus pulsa Rp 13.000 untuk mempermudah transfer pulsa.
Sementara jika pelari dapat membentuk yang lebih rumit seperti MA87, MAITB, atau 87ITB, maka ia mendapat hadiah pulsa lebih besar yaitu Rp 87.087 plus bonus pulsa Rp 12.913 untuk mempermudah transfer pulsa. Dan, hadiah yang paling besar tentunya diberikan kepada yang dapat menuliskan yang terumit yaitu MA87ITB atau MAITB87 dengan hadiah pulsa sebesar Rp 87.870 plus bonus pulsa Rp 12.130 untuk mempermudah transfer pulsa.
Cerita menjadi sedikit berbeda. Sebab, dari awalnya mengejar matahari, kini pelari dari lulusan jurusan matematika punya tujuan sampingan: mengejar pulsa.
Tapi rupanya, mengejar pulsa saja, tidak mudah. Ini jauh sekali dari realita. Saya mendapat kisah, ada yang harus menanggung malu harus mondar-mandir di gang buntu sekadar untuk mendapatkan huruf “i” supaya lintasan membentuk tulisan ITB.
Kisah haru datang dari seorang rekan yang rela mengikuti tantangan ini padahal ia tidak mengikuti agenda besarnya virtual run. Tentu bukan hadiah yang ia cari, tapi mungkin bonusnya saja. Bayangkan ia harus berurusan dengan anjing yang menggonggong ketika ia melewati rumah untuk bisa menuliskan huruf MA.
Ada lagi cerita yang lebih dramatis. Ini dialami oleh seorang kawan yang sebenarnya tidak berani lari sendiri. Tapi demi tulisan dalam lintasan, ia berani-beranikan diri. Rumah kosong tak berpenghuni harus ia lewati di saat matahari belum memunculkan diri. Apa boleh buat, sang suami mesti rela menemani.
Tapi ada rasa salut untuk rekan-rekan yang rela menerima tantangan ini. Juga untuk seorang rekan yang entah masuk di grup MA-NIS 87 ITB atau MA-CAN 87 ITB yang telah menyelesaikan 100K hanya dalam waktu 10 hari. Hebat. Sayangnya ia belum mampu mendapatkan hadiah pulsa karena belum mengirimkan lintasan khusus itu.
Cerita 87 mengejar matahari belum berhenti. Jika yang lain sehari berlari sangat jauh, saya dan istri tak terpengaruh. Sudah diniati untuk jalani aja.
Suatu saat nanti entah di hari ke-87 kami berdua yakin akan mampu. Mampu mengejar matahari, mampu mendapat sehat, dan mampu menggapai sakinah mawadah warohmah, aamiin.
Jujur ada sebuah keinginan untuk bisa berlari atau jalan kaki di berbagai kota, hingga mencapai Sewu Kutho. Dan, di setiap kota menuliskan sebuah lintasan yang jelas terbaca “NKS” agar ada jejak yang tertinggal. Jejak yang memberi semangat bagi semua untuk semangat mengejar mimpi. (*)
Salam Sehat. Salam NKS