Oleh Muhammad Gumarang
Pembangunan proyek dengan tahun jamak atau multiyears untuk APBD 2019-2020 di Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah sangat marak alias pantastis untuk ukuran Kabupaten di Kalimatan tengah yaitu ada sederetan proyek multiyears sebut saja peningkatan jalan cilik riwut, peningkatan sektor pariwisata Ujung Pandaran, pasar expo, road race, peningkatan jalan Seranau, Kantor Perijinan Terpadu, Rumah Jabatan Bupati,RSUD Dr . Murjani, peningkatan jalan lingkar selatan,drainase dalam kota,peningkatan jalan Soemekto. Kesemua proyek tahun jamak tersebut (multiyears) harus selesai dalam tahun 2020 dan/atau masa kepemimpinan Bupati Supian Hadi sebagaimana yang diatur menurut ketentuan, baik selesai pengerjaan proyeknya maupun administrasi dan keuangannya, kalau tidak akan
berpotensi menjadi kasus hukum.
Proyek multiyear di Kotim yang dalam dua tahun terakhir ini menyedot anggaran yang mendominasi dari anggaran lainnya sehingga dana APBD Kotim 2019 dan 2020 terkuras kebutuhan multyears sehingga untuk proyek proyek lain harus dikalahkan yang berdampak terhadap kontraktor-kontraktor atau rekanan menengah kecil harus cuti panjang tak dapat pekerjaan bahkan terancam gulung tikar. Disisi lain nampak proyek multiyears tidak berdasarkan kajian yang bersifat azas manfaat atau fungsi contoh rumah jabatan Bupati dan Kantor Perizinan Terpadu, untuk apa sebesar itu yang nantinya fungsinya tidak maksimal atau fungsinya bepotensi makrak alias pemborososan dan ini sebuah modus penggunaan angaran yang diduga beraroma tak sedap dan ditambah masalah lainnya sehingga terkesan isu yang tidak sehat.
Awalnya saja dalam penganggaran multiyears tersebut sudah duduga melanggar aturan yaitu pertama tidak melakukan sistim penganggaran dana cadangan bukan ujuk2 dianggarkan begitu saja tapi harus ada berdasarkan dana cadangan,kedua proyek harus bersifat strategis dan sangat dibutuhkan atau mendesak bukan asal ingin saja, ketiga pekerjaan proyek multi years harus selesai dalam masa jabatan Bupati bersangkutan. Hal ini mengacu pada peraturan Menteri Keuangan no.157/PMK/02/2011 disempurnakan dengan peraturan Menteri Keuangan no 194/KMK/02/2013 tentang multi-years contrak (MTC) atau kontrak tahun jamak (KTJ) berdasar hal tersebut jelas diduga melanggar aturan, jadi bukan hal yang terlambat kalau itu yang ditelisik kejaksaan tinggi yang sekarang rame diberitakan media karena mungkin sejak awal sudah dipantau namun baru sekarang proses penyelidikanya secara terbuka. Kita yakin kejaksaan tinggi profesional dalam melakukan proses hukumnya sekalipun kalau ada upaya pihak-pihak mempengaruhi jalannya proses hukum tersebut yakin itu tak akan berhasil,apa lagi korp adyaksa sekarang sedang diuji dengan kasus joko candra akibat oknomnya yang menyalahgunakan jabatan.
Bahkan selain proses penganggaran diduga tidak sesuai aturan juga pekerjaan fisik dan kemampuan keuangan untuk membiayai tidak menutup kemungkunan bermasalah misalnya perkembangan persentasi fisik pekerjaan harus sesuai dengan termin pembayaran yang diatur dalam kontrak, kemudian pekerjaan fisik terancam mangkrak,bahkan ada yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi oleh masyarakat sebagaimana berita media online Berita Sampit tanggal 10 desember 2019 waktu lalu terhadap proyek multiyears expo yang sempat bemasalah dalam pembahasan di DPRD Kotim,namun seiring waktu dan angin behembus sepoi2 tak terdengar lagi. Akibat dampak proyek multiyears yang menyedot anggaran ditambah lagi dengan pandemi covid 19 sehingga wajar untuk pekerjaan jasa kontruksi untuk paket pekerjaan yang yang diluar multiyears untuk kontraktor kualifikasi kecil (gred K) tahun APBD 2020 terkena rasionalisasi anggaran sebesar 50% ,setelah dilakukan rasionalisasi anggaran sesuai dengan SK 2 Menteri yaitu Meteri Dalam Negeri dan menteri keuangan tentang refocusing kegiatan dan realokasi APBD dalam rangka penangan covid 19 melalui adjusting budget atau yang dikenal rasionasasi anggara 50 persen, ternyata sisanya yang 50% tak ada ditayangkan di sirup LPSE Kotim walaupun daerah lain sudah menanyangkan bahkan proses lelang, sehingga menjadi pertanyaan kemana sisa 50% tersebut nasibnya?. Kontraktor kecil atau rekanan lokal menanti bagaikan pungguk merindukan bulan menunggu mengharap adanya paket pekerjaan yang ditayangkan disirup LPSE Kotim, untuk bisa mengadu nasib ikut lelang menyambung hidup keluarga karena malu menerima bansos covid 19,namun sayang sampai saat ini tak juga memberikan harapan, apakah akibat adanya hiruk pikuk kebijakan untuk kepentingan lain? Dan rupanya nasib baik berpihak kepada kontraktor besar alias multiyears tidak terkena rasionalisasi walaupun pembayaranya dipaksakan harus mengorbankan yang lain karena tidak menggunakan sistim pencadangan dana atas proyek tersebut.
Menurut kabarnya proyek multiyears atau tahun jamak tersebut untuk akhir tahun 2020 ini yang jatuh tempo harus dibayar kepada penyedia jasa atau rekanan berjumlah Rp. 250 milyar namun dana yang tersedia belum mencukupi yaitu kurang Rp.34 milyar dan kabarnya masih dicarikan dananya entah dari mana ini nampaknya daerah krisis keuangan (illiquidity) . Kalau berdasarkan ketentuan tidak mungkin sampai terjadi seperti itu karena dana multiyears sudah dicadangkan lebih dulu bukan ujuk-ujuk atau semaunya. Masalah ini ikut menyokong atau menambah beban bagi keuangan daerah selain sekarang sedang menghadapi bencana wabah covid 19 juga mengalami krisis ekonomi yang menuju resesi ekonomi yang sudah hampir nyata namun masyarakat sudah mulai merasakan.
Proyek multiyears rentan/rawan suap (gratifikasi) dan kecurangan (fraud) atau korupsi karena nilai besar, rekanan (kontraktor) penyedia jasa hanya tunggal dengan kualifikasi gred 5 dan gred 6-7 atau menengah dan besar, apa lagi sejak awal proses penganggaran sudah menyalahi aturan jelas dalam pendekatan ilmu audit forensik bahwa untuk mengetahui adanya kecurangan (fraud) salah satunya dengan ketaatan terhadap sistim dan prosedur. Dengan demikian kalau diketahui adanya ketidak taatan terhadap sistim dan prosedur jelas pintu untuk kejahatan atau kecurangan kecurangan selanjutnya terbuka.
*Penulis Pengamat Sosial dan Politik