Pemuda Ujung Tombak Kemerdekaan Indonesia (7)
Oleh Dasman Djamaluddin
Bangsa Indonesia tahun 2020 ini genap berusia 75 tahun, berarti menjelang satu abad. Rasa syukur sudah tentu kita panjatkan kepada pencipta alam dan segala isinya ini. Oleh karena itu, tidaklah keliru jika di pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, para pendiri negara mencantumkan kalimat: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”_
” *Kami bukan pembangun candi
Kami hanya pengangkut batu
Dari angkatan yang segera punah
Dengan harapan di atas pusara kami akan lahir generasi yang lebih sempurna.”*
(Rintihan Veteran tua yang disampaikan seorang Pujangga Belanda yang mendalami Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Bangsa-Bangsa)
Rintihan Veteran tua itu menggugah jiwa kita semua. Apalagi kalau kita membaca bait ini: ” Dari angkatan yang segera punah.” Ya, itulah yang sedang terjadi di Indonesia sekarang ini. Angkatan atau generasi yang mengalami perjuangan tahun 1945 dan Agresi Belanda, sudah pasti pelan-pelan akan hilang.
Generasi ini sudah tentu di tahun 1945 sangat muda. Lihatlah pemuda-pemuda yang hadir di acara Sumpah Pemuda tahun 1928 dan pemuda yang hadir di Pegangsaan Timur 56 Jakarta yang ikut menyaksikan pembacaan Proklamasi 17 Agustus 1945. Kebanyakan mereka adalah anak-anak muda. Kalau pun ada yang dikatakan generasi tua, seperti Soekarno, Hatta, dan Ahmad Subardjo, tetapi usia mereka tidak terlalu jauh bedanya dengan usia generasi muda.
Usia panjang, itu merupakan anugerah dari Sang Pencipta. Hari ini kalau kita membaca buku yang saya tulis: ” Catatan Rais Abin Panglima Pasukan Perdamaian PBB di Timur Tengah 1976-1979″ (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2012), usia Rais Abin itu, hari ini, Sabtu, 15 Agustus 2020, genap 94 tahun. Usia yang Allah SWT berikan kepada makhluknya.
Hari ini pula , 94 tahun yang lalu, 15 Agustus 1926, inilah hari lahir Rais Abin. Awalnya tidak seorang pun menduga di Koto Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat, muncul salah seorang tokoh militer Indonesia, Letnan Jenderal (Letjen) Tentara Nasional Indonesia, Rais Abin.
Semula, Rais Abin berpendidikan sipil sebagaimana kebanyakan dari kita. Setelah menamatkan sekolah dasarnya di kampung halamannya, Koto Gadang, ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Sekolah Pertanian Menengah di Sukabumi, Jawa Barat. Bahkan sudah bekerja di sebuah perkebunan yang berlokasi di antara Purwakarta dan Cikampek.
Didorong banyaknya pemuda-pemuda Indonesia bergabung dengan gerakan pemuda perjuangan yang ingin mengusir pasukan Belanda yang masih ingin menjajah Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, Rais Abin pun tergerak hatinya bergabung dengan gerakan Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo).
Jiwa pemudanya yang ingin membantu para pejuang kita melawan Belanda, Rais Abin kemudian mendaftar di Markas Tertinggi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di bagian operasi luar negeri. Apa yang dilakukan Rais Abin selanjutnya ? Ia Ikut membantu tentara Indonesia mencari senjata di Singapura dan mengirimnya ke Indonesia. Agar persenjataan tentara kita di dalam negeri tidak kekurangan melawan Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia.
Oleh karena itu, pada tahun 1950, Rais Abin masuk Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SSKAD), sekarang adalah Seskoad. Selesai sekolah, Rais Abin berpangkat mayor. Tahun 1962 mengikuti ujian sekolah perwira di luar negeri. Tahun 1965, setelah menyelesaikan sekolahnya di Australia, pangkatnya naik menjadi kolonel.
Setelah melalui berbagai tugas militer dan sekolah lagi, maka pangkat Rais Abin terus menanjak. Ketika mendapat tugas di Kairo dalam rangka mendamaikan sengketa Mesir-Israel, sebagai Panglima Pasukan Perdamaian PBB di Timur Tengah, beliau dianggap berhasil mengajak kedua pihak berdamai.
Baru-baru ini, Rais Abin baru saja menyerahkan estafet kepemimpinannya di Legiun Veteran RI sebagai Ketua Umum LVRI. Meski sekarang bukan dia lagi menjabat Ketua Umum LVRI, ia cukup lama mengabdi di LVRI. Pertama kali, Rais Abin di LVRI sebagai Ketua Bidang Ideologi, Politik, dan Keamanan (Idpolkam) dari tahun 1989 hingga 2002.
Di LVRI, Rais Abin terpilih sebagai Ketua Umum pada Kongres LVRI IX pada tanggal 26 Maret 2007 untuk periode 2007-2012. Kemudian pada Kongres X, ia terpilih kembali sebagai Ketua Umum LVRI, periode 2012-2017. Kemudian terpilih kembali dalam Kongres XI LVRI dalam Kongres Nasional di Hotel Borobudur, Jakarta pada 17-19 Oktober 2017. Berarti ia menjabat Ketua Umum LVRI periode 2017-2022.
Tetapi, sebagai seorang pemimpin, Rais Abin sudah mempersiapkan penggantinya, yaitu Mayor Jenderal TNI (Purn) Saiful Sulun. Maka di periode terakhir kepemimpinannya, dua tahun ia menjabat, Rais menyerahkan jabatan Ketua Umum LVRI kepada Saiful Sulun.
_Bertemu Rais Abin Jelang Usia 94 Tahun_
Saya pada hari Selasa, 4 Agustus 2020, jelang usianya 94 tahun, berkunjung ke rumah Letjen TNI (Purn) Rais Abin.
Di tengah merebaknya Covid-19 di dunia, pembicaraan kami pun dengan menggunakan masker.
Rais Abin yang lahir pada 15 Agustus 1926 di Koto Gadang, Agam, pada masa Hindia Belanda itu menulai pembicaraannya juga dari Minangkabau.
” Jika diartikan situasi yang terjadi sekarang ini dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita, saya mengibaratkan kita berada seperti anak di dalam cerita Malin Kundang,” ujar Rais Abin.
Malin Kundang adalah cerita yang berasal dari provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Legenda Malin Kundang berkisah tentang seorang anak yang durhaka pada ibunya dan karena itu dikutuk menjadi batu. Cerita rakyat yang mirip juga dapat ditemukan di negara-negara lain di Asia Tenggara.
“Itulah sebabnya, saya berpesan kepada generasi penerus di usia saya 94 tahun ini, kepada yang muda-muda, agar janganlah bertindak seperti Malin Kundang,” jelas Rais Abin.
Tokoh militer yang pernah menjadi Ketua Umum LVRI dan Panglima Pasukan Perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1976-1979 itu agak kecewa melihat perkembangan bangsa dan negara setelah reformasi. “Undang-Undang Dasar 1945 kita ditambah-tambah, ” kembali Rais Abin menegaskan.
Memang ide untuk mengamandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, buat LVRI sudah lama dikumandangkan. Rais Abin sebagai anggota LVRI menganggap perlu meminta pengkajian ulang terhadap amendemen UUD 1945. Sehingga nantinya bisa mengubah jalan kehidupan berbangsa menuju lebih baik.
“Selain itu juga bertujuan untuk membuat generasi bangsa ke depan memahami isi UUD,” ujarnya.
LVRI telah mengeluarkan Pokok-Pokok Pikiran Kaji Ulang Perubahan UUD 1945, pada tahun 2013.
Mereka ini hadir tanpa membusungkan dada. Bahkan dengan rendah hati, usia yang uzur (seperti Letjen/Purm Rais Abin/Angkatan Darat).
Sejauh ini diakui bahwa Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan perubahannya telah mengubah secara radikal bangunan sistem pemerintahan Indonesia. Ada beberapa lembaga negara yang kehilangan fungsi dan kewenangannya seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Majelis itu tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara, karena lembaga itu menjadi bikameral yang terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Rais Abin, meski usianya jelang 94 tahun, tetapi masih tetap berpikir tentang masa depan kehidupan generasi penerus agar lebih baik. Ia menikah dengan seorang perempuan bernama Dewi Asiah Hidayat, mantan wartawati harian “Pedoman,” dan putri dari Letjen (Purn) TNI Letjen (Purn) TNI Hidajat Martaatmadja. Pernikahan mereka telah dianugerahi tiga orang anak, tujuh orang cucu serta beberapa orang cicit.
Sepanjang tahun 1976 – 1979, Rais Abin dipercaya sebagai Panglima United Nations Emergency Forces (UNEF) II, suatu pasukan perdamaian dari PBB yang terdiri lebih dari 4000 tentara yang berasal dari berbagai negara di dunia, yaitu Australia, Austria, Kanada, Finlandia, Ghana, Indonesia, Irlandia, Nepal, Panama, Peru, Polandia, Senegal, dan Swedia.
UNEF II bertugas menjaga perdamaian antara Mesir dan Israel setelah perang Yom Kippur (Oktober 1973). Berkat lobi dan diplomasinya, Rais Abin, berhasil mempertemukan Presiden Mesir, Anwar Sadat, dengan PM Israel, Menachem Begin, yang dilanjutkan dengan perundingan perjanjian damai di Camp David, dan diakhiri dengan penandatanganan perjanjian damai antara Mesir dan Israel yang dilakukan di Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat, yang disaksikan Presiden AS, Jimmy Carter, pada tahun 1979.
Sampai saat ini Rais Abin merupakan satu-satunya jenderal Indonesia yang pernah memimpin pasukan internasional (PBB) dalam misi perdamaian yang beranggotakan ribuan tentara dari banyak negara di dunia.
Sedangkan di dalam negeri berbagai tugas negara juga pernah diembannya, antara lain Sekjen KTT Non Blok periode 1991-1992, Duta Besar Malaysia dan Singapura, serta jabatan lainnya. Setelah pensiun ia aktif LVRI.
Atas jasa-jasa dan pengabdiannya, ia dianugerahi Bintang Mahaputra Adipradana dan Bintang Mahaputra Utama oleh Pemerintah Republik Indonesia serta Medali Perdamaian dari PBB.
Beberapa hari yang lalu pula, saya mengusulkan agar LVRI atau organisasi lain yang bersinggungan dengan Rais Abin, segeralah mengusulkan, agar beliau bisa memperoleh Hadiah Nobel Perdamaian. Karena kalau bukan kita yang mengusulkan, siapa lagi? Bukankah Pramoedya Ananta Toer pernah pula mengusulkan sebagai penerima Hadiah Nobel Sastra, meski gagal ?
Sudah cukup kiranya jasa beliau sebagai Panglima Pasukan Perdamaian PBB di Timur Tengah 1976-1979, menjadi ukuran, karena pada saat itu Mesir dan Israel sedang berselisih tajam, tetapi berkat pendekatan Rais Abin sebagai Panglima Pasukan Perdamaian PBB, Israel dan Mesir berkeinginan berunding dan berdamai.
Usaha untuk berdamai antara Mesir dan Israel tersebut ditindaklanjuti dengan Perjanjian Perdamaian di Camp David.
Sekarang, usia Rais Abin sudah 94 tahun, tetapi tidak menyurutkan semangat beliau untuk terus menyumbangkan berbagai pemikirannya terhadap bangsa dan negara ini. Kapan saja, di mana saja, di usia berapa saja. Itulah kelebihan dari seorang Tentara Nasional Republik Indonesia (TNI). Pada pertemuan Selasa, 4 Agustus 2020, beliau menyatakan pemikirannya masih dibutuhkan oleh LVRI. ” Saya di LVRI diberi ruangan khusus,” ujarnya.
Rais Abin juga sudah mempersiapkan regenerasi. Ia sudah memikirkan agar pasukan Indonesia di dalam Pasukan Perdamaian PBB, otomatis menjadi anggota LVRI.
Ada tiga hal pokok, Rais Abin di masanya berhasil memimpin LVRI. Pertama, LVRI berhasil menang di Mahkamah Konstitusi (MK) RI agar pejuang tahun 1945 tetap dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP).
Kedua, berhasil menaikan kesejahteraan para Veteran. Ketiga, yaitu yang masih tetap terus digelorakan adalah terus mewarisi semangat perjuangan ’45 kepada generasi penerus.
Lebih dari itu yang masih tetap diperjuangkan hingga ini, bagaimana amandemen UUD ’45 yang sudah dilakukan empat kali perlu ditinjau kembali.
Walaupun ada hal-hal positip, tetapi sistem itu belum berjalan dengan baik, karena belum sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sesuai yang diamanatkan Pembukaan UUD ’45.
Dengan kondisi yang seperti itu, Veteran melihat, bahwa sudah saatnya perubahan UUD ’45 dikaji kembali disesuaikan dengan roh jiwa semangat Pembukaan UUD 1945.
LVRI menegaskan lagi, lembaga ini tidak semata-mata berkehendak mengembalikan UUD ’45 itu seperti aslinya, akan tetapi dipandang perlu untuk melakukan kajian yang menyeluruh, mendalam dan berjangka panjang untuk memperbaiki yang kurang tepat dan melanjutkan hal-hal yang sudah berjalan baik.
Pemangku-pemangku kepentingan, tegas LVRI, baik di eksekutif, legiskatif, yudikatif maupun masyarakat luas harus bersinergi dalam melihat momentum revolusi mental yang dicanangkan oleh Pemerintah. (Penulis wartawan senior tinggal di Jakarta)