Jakarta, Koranpelita.com
Terbentuknya Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia (KAMI) yang dibentuk oleh Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsudin dan kawan-kawannya perlu dicermati secara mendalam. Latar belakang dibentuknya KAMI tersebut diklaim karena saat ini Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedang menghadapi gelombang yang begitu besar sehingga dinilai Indonesia akan collaps apabila tidak ada aksi penyelamatan.
Deputi VII Badan Intelejen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto, menyatakan bahwa sebagai warga negara sudah seharusnya membela tanah airnya dengan segenap jiwa dan raganya. Oleh sebab itu segala jenis ancaman yang dapat membahayakan kesatuan dan keutuhan NKRI wajib untuk diantisipasi oleh siapapun terlepas dari profesinya. Keselamatan rakyat Indonesia dan seluruh potensi sumber daya alam yang terkandung di dalamnya mutlak untuk dilindungi.
“Sudah menjadi kewajiban kita untuk melindungi segenap tumpah darah, kita harus sadari bahwa seluruh ancaman perlu diantisipasi supaya kita bisa lepas baik dari ancaman itu baik yang berasal dari dalam atau luar negeri,” ujar Wawan dalam diskusi publik dengan tema “Aksi Selamatkan Indonesia, Selamatkan Dari Apa?” di Bumbu Desa Resto, Jakarta, Rabu (12/8).
Namun di mata BIN ancaman yang nyata dan yang dianggap saat ini serius adalah pandemi covid-19, bukan yang lainnya. Oleh sebab itu semua pihak harus bersama-sama untuk menjaga keselamatannya masing-masing sehingga secara kolektif bisa menyelamatkan Indonesia dari dampak buruk akibat pandemi global tersebut.
“Ini yang menjadi konsen kami untuk bagaimana di era sekarang ini di masa pandemi yang luar biasa dampaknya sebab tidak hanya maslaah kesehatan tapi sudah menjadi masalah ekonomi pariwisata. Oleh karenanya kita (pemeirntah) terus berupaya untuk secepatnya mengentaskan diri dari situasi yang sekarang melanda seluruh dunia,” pungkas dia.
Sementara itu Ahli Hukum Indonesia, Muhammad Kapitra Ampera, menilai bahwa pembentukan KAMI sarat dengan kepentingan politis. Tuntutan dan juga aksi yang akan dilakukannya juga dianggap tidak jelas. Pasalnya saat ini Indonesia secara pemerintahan cukup baik. Bahkan dia melihat recovery ekonomi yang ambruk akibat pandemi covid-19 lebih baik dibandingkan negara lainnya.
Dia membaca bahwa wadah KAMI tersebut memiliki tujuan dan maksud lain terkait dengan misi penyelamatannya. Yang diperjuangkan oleh para pendiri KAMI tersebut bukan terkait dengan bagaimana mengatasi dampak buruk pandemi covid-19, namun lebih ke arah politik. Dia menegaskan bahwa aksi yang dimotori KAMI tersebut kental dengan politisasi sebagai buntut dari kekalahan saat pilpres tahun lalu. Sebagai kelompok oposisi, mereka terus berupaya merongrong pemerintah dengan berbagai cara dan dengan berbagai wadah organisasi.
“Kita tidak melihat substansi masalahnya, kalau kita cinta pada negeri ini ayo kita fokus bagaimana membantu sesama manusia mengatasi covid ini, ini musuh bersama, jangan bikin propaganda untuk menghasut rakyat agar mendiskreditkan serta menebar kebencian kepada pemerintah, ini tidak ada yang diuntungkan,” ulasnya.
Di tempat yang sama Pakar Politik Universitas Indonesia, Kusnanto Anggoro, menjelaskan bahwa saat ini musuh bersama bangsa Indonesia yang masih terus ada seperti nepotisme, korupsi, kekerasan dan lainnya. Untuk menyelesaikan masalah negara yang sudah mendarah daging memang tidak mudah. Di luar itu untuk persoalan lain yang juga sangat serius adalah pandemi covid-19. Sementara itu yang terkait dengan sistem tata negara dan pemerintahan serta ekonomi dinilai sudah baik.
Untuk menyelesaikan beberapa permasalahan negara khususnya terkait dengan pandemi covid-19 diperlukan kerjasama dari seluruh pihak. Bahkan diperlukan kerjasama dengan lintas negara untuk segera menuntaskan pandemi global tersebut. Dia melihat bahwa saat ini pemerintah mendapatkan kepercayaan yang luar biasa dari rakyat untuk menghadapi pandemi tersebut. Hal ini menjadi modal utama bagi pemerintah untuk bisa melawan musuh bersama.
“Kita ini tidak lebih buruk dari negara – negara lain seperti Singapura yang pertumbuhan ekonominya jatuh sangat dalam, kita meski kontraksi tapi relatif terukur. Tapi memang kita tidak sebagus negara Swadia, Islandia dan lainnya. Kinerja kita dalam lima tahun kemarin bagus dalam beberapa hal, tapi memang ada beberapa hal yang perlu diperbaiki lagi,” tukas Anggoro.
Lebih lanjut Pengamat Politik Unas, Roby Nurhadi, berharap kemunculan organisasi masyarakat dalam berbagai jenis khususnya KAMI diharapkan tidak menambah masalah baru bagi bangsa Indonesia. Menurutnya siapapun tokoh yang ada di dalam struktur organisasi KAMI tersebut harus bijak dalam menyikapi persoalan negara khususnya dalam sistem pemerintahan. Pasalnya saat ini pemerintah sedang fokus untuk mengatasi dan meminimalisir dampak buruk dari pandemi covid-19.
Dia berharap agar keberadaan KAMI tersebut benar-benar bisa menjadi bagian dalam pemecahan masalah utama yang dihadapi negara. Jika dalam kenyataannya nanti pembentukan KAMI sarat dengan muatan politis maka dia menilai bahwa hal itu tidak relevan dan tidak terhormat.
“Kami harap jangan ada yang mengambil kesempatan dalam kesempitan seperti saat ini, itu saya kira tidak terhormat terlepas siapapun tokoh -tokoh di dalamnya, kita semua punya tanggung jawab masing-masing,” ulasnya.
Hal serupa juga disampaikan Direktur Eksekutif Sulut Political Institute, Risat Sanger, menyatakan bahwa pemerintah perlu mendapat dukungan yang kuat dari semua elemen masyarakat dalam mengatasi covid-19. Namun sayangnya terdapat beberapa kelompok tertentu yang justru membuat upaya pemerintah seolah-olah dijegal. Padahal semua pemerintahan di berbagai negara sedang bekerja keras menekan dampak buruk pandemi covid-19 tersebut.
“Kalau benar benar ingin ikut andil menyelamatkan Indonesia lakukan saja tapi nalar kritis kami mencurigai bahwa kritik mereka adalah untuk membuat kegaduhan. Oleh sebab itu nanti biar masyarakat yang melihat kelompok mana yang benar-benar bekerja dan kelompok mana yang hanya tong kosong bunyi nyaring,” katanya.(ay)